IHSG Tertekan Geopolitik Timur Tengah: Analis Soroti Dampak Konflik Global dan Harga Minyak
Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan Senin pagi dibuka di zona merah, menunjukkan pelemahan signifikan. Indeks acuan ini anjlok 114,26 poin atau 1,65 persen, bertengger di posisi 6.792,88. Pelemahan juga merembet ke kelompok 45 saham unggulan, Indeks LQ45, yang terkoreksi 15,68 poin atau 2,05 persen, berada di level 749,25.
Koreksi pasar ini telah diantisipasi. Analis Phintraco Sekuritas, Ratna Lim, memproyeksikan bahwa IHSG berpotensi melanjutkan pelemahannya pada perdagangan hari ini, dengan sentimen dominan yang berasal dari dinamika global.
Pemicu utama kekhawatiran global adalah meningkatnya eskalasi konflik geopolitik di kawasan Timur Tengah. Keterlibatan Amerika Serikat (AS) melalui serangan udara yang dilancarkan pada Sabtu lalu semakin memperkeruh situasi, memicu ketegangan yang lebih luas antara Iran dan Israel.
Kondisi ini diperkirakan akan memicu kenaikan signifikan harga komoditas, terutama minyak mentah, yang pada gilirannya akan mendorong inflasi global. Jika skenario inflasi tinggi terjadi, bank sentral di berbagai negara akan kesulitan untuk menurunkan suku bunga mereka. Hal ini menjadi dilema besar, mengingat ekonomi global saat ini sangat membutuhkan stimulus moneter untuk mendorong pertumbuhan yang lesu.
Ratna Lim menambahkan, di tengah ketidakpastian ekonomi domestik yang meningkat akibat potensi kenaikan harga energi dan tarif impor dari AS, serta mempertimbangkan kondisi teknikal, IHSG diprediksi akan melanjutkan koreksinya dan berpotensi menguji level *support* di kisaran 6.820-6.850. Ini menunjukkan tekanan ganda dari faktor eksternal dan internal.
Di luar dampak langsung konflik, kekhawatiran juga muncul terkait kemungkinan Iran meninggalkan NPT (Non-Proliferation Treaty), sebuah perjanjian internasional krusial untuk mencegah penyebaran senjata nuklir. Aspek lain yang tak kalah mengkhawatirkan adalah potensi lonjakan harga minyak mentah dan LNG. Pasalnya, sekitar seperlima pasokan minyak harian dunia melewati Selat Hormuz, jalur pelayaran vital yang terletak di antara Iran dan negara-negara tetangganya seperti Arab Saudi. Gangguan di selat ini akan berdampak masif pada pasar energi global.
Sepanjang pekan ini, perhatian pelaku pasar akan terfokus pada perkembangan konflik di Timur Tengah. Selain itu, negosiasi perdagangan antara AS dan mitra dagang utamanya, serta pidato dari Ketua The Fed juga akan menjadi sorotan. Data ekonomi penting yang dinantikan termasuk indeks Personal Consumption Expenditure (PCE) Prices, serta Indeks Manajer Pembelian (PMI) dari AS, Euro Area, dan Jepang, yang akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai arah ekonomi global.
Sebagai gambaran kinerja pasar akhir pekan lalu, bursa saham Eropa menunjukkan penguatan pada perdagangan Jumat (20/6). Indeks FTSE 100 Inggris menguat 0,35 persen, Euro Stoxx 50 naik 0,70 persen, Indeks DAX Jerman melonjak 1,27 persen, dan Indeks CAC Prancis menguat 0,48 persen. Sementara itu, bursa saham AS di Wall Street justru kompak melemah di hari yang sama. Indeks Dow Jones Industrial Average terkoreksi 0,08 persen ke 42.206,79, Indeks S&P 500 jatuh 0,22 persen ditutup di 5.967,97, dan Nasdaq Composite melemah 0,43 persen mengakhiri perdagangan di 21.623,83.