Wall Street Berakhir Bervariasi di Tengah Keputusan The Fed Tahan Suku Bunga dan Ketegangan Geopolitik
NEW YORK, RAGAMUTAMA.COM – Pasar saham Amerika Serikat, atau yang akrab dikenal dengan Wall Street, menutup perdagangan Rabu (18/6) waktu setempat atau Kamis pagi WIB dengan pergerakan yang bervariasi. Indeks-indeks utama menunjukkan respons kompleks setelah bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya.
Indeks Dow Jones Industrial Average, yang berisi 30 saham unggulan, terpantau melemah tipis 0,10 persen dan berakhir pada level 42.171,66. Senada, indeks S&P 500 juga turun tipis 0,03 persen, ditutup pada 5.980,87. Namun, Nasdaq Composite, yang didominasi saham teknologi, berhasil menguat tipis 0,13 persen dan berakhir di 19.546,27.
Keputusan The Fed untuk mempertahankan suku bunga acuannya pada kisaran 4,25 hingga 4,5 persen, meskipun sudah sesuai ekspektasi pasar, ternyata memicu reaksi yang campur aduk dari para investor. Di satu sisi, bank sentral Amerika Serikat ini masih mengisyaratkan potensi dua kali penurunan suku bunga sepanjang tahun ini. Namun, di sisi lain, The Fed juga mengindikasikan adanya ancaman stagflasi, sebuah kondisi yang ditandai dengan inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi melambat.
Kekhawatiran ini diperkuat dengan revisi turun perkiraan pertumbuhan ekonomi 2025 menjadi hanya 1,4 persen, serta kenaikan prospek inflasi inti menjadi 3,1 persen. Ketua The Fed, Jerome Powell, menjelaskan bahwa pihaknya tengah mencermati dampak kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump terhadap laju inflasi.
“Besarnya dampak tarif, durasinya, dan waktu yang dibutuhkan semuanya sangat tidak pasti. Itulah mengapa kami pikir hal yang tepat untuk dilakukan adalah mempertahankan posisi kami saat ini sambil mempelajari lebih lanjut,” ujar Powell, dikutip dari *CNBC*, Kamis (19/6/2025). Pernyataan ini menegaskan sikap hati-hati bank sentral dalam menetapkan kebijakan suku bunga.
Selain faktor moneter, sentimen pasar saham global juga diwarnai oleh ketegangan geopolitik yang memanas di Timur Tengah. Konflik antara Israel dan Iran yang meningkat sejak awal pekan ini telah menyebabkan harga minyak melonjak dan memicu kekhawatiran di kalangan investor. Pertempuran antara kedua negara memasuki hari keenam pada Rabu, dengan pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan bahwa Iran tidak akan menyerah.
Di tengah eskalasi ini, Presiden AS Donald Trump pada hari yang sama mengungkapkan bahwa Iran telah melakukan kontak dan mengisyaratkan keinginan untuk mengirim delegasi ke Washington untuk berunding. “Mereka ingin bernegosiasi. Mereka bahkan menyarankan agar datang ke Gedung Putih. Itu tindakan yang berani. Sepertinya tidak mudah bagi mereka untuk melakukannya,” kata Trump. Kondisi geopolitik yang dinamis ini turut memberikan tekanan pada pergerakan saham di Wall Street.