Tebing Breksi, Ikon Wisata Sleman: Harga Tiket & Daya Tarik Terbaru

Avatar photo

- Penulis

Sabtu, 31 Mei 2025 - 18:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kemarahan menyelimuti Kholik Widianto saat pemerintah mengumumkan penghentian aktivitas pertambangan di desanya, dengan rencana pengalihfungsian lahan menjadi destinasi wisata. Keputusan tersebut secara langsung mengancam mata pencarian utamanya, serta puluhan penambang lain di Desa Sambirejo, Prambanan, Sleman, yang selama ini bergantung pada penambangan batuan breksi untuk menghasilkan minimal Rp5 juta setiap bulan.

“Kalau tambang ini dihentikan, besok bayar sekolah pakai apa? Nyicil kendaraan gimana? Urusan dapur bagaimana?” keluh Kholik, menyuarakan kekhawatiran yang sama dengan banyak warga lain.

Kala itu, Kholik memilih untuk menjadi provokator, berdiri di barisan terdepan menentang penutupan tambang. Setiap kali petugas dari Pemda DIY datang, ia menyambut dengan raungan knalpot motor, bahkan tak jarang disusul lemparan botol atau batu. “Tapi tidak sampai kena, untuk nakut-nakuti saja, dengan harapan tambang enggak jadi ditutup,” kenangnya.

Namun, semua perlawanan itu adalah cerita lebih dari satu dekade yang lalu, sekitar tahun 2014-2015. Kini, kawasan tambang yang dulu mati-matian ia perjuangkan telah bertransformasi menjadi salah satu destinasi wisata paling populer di Sleman, yakni Tebing Breksi. Kholik Widianto, sang mantan provokator, kini justru menjabat sebagai Ketua Pengelola Wisata Tebing Breksi. “Bisa dibilang, dulu provokator, sekarang saya jadi motivator pariwisata,” tutur Kholik saat ditemui Pandangan Jogja pekan kemarin.

Las Vegas dari Prambanan

Sebelum dikenal sebagai objek wisata, kawasan Tebing Breksi pernah dijuluki ‘Las Vegas-nya Prambanan’. Setelah matahari terbenam, ‘kasino-kasino’ kecil menjamur, dari pos ronda hingga teras rumah, di mana masyarakat mempertaruhkan nasibnya pada kartu dan dadu. “Dulu kawasan ini orang bilang Las Vegas-nya Prambanan, karena kegiatan judi itu marak sekali,” kenang Kholik.

Ironisnya, aktivitas perjudian ini semakin menggila setiap bulan Ramadan. Banyak warga bahkan rela berutang kepada rentenir demi berjudi, dengan harapan memenangkan uang besar untuk memenuhi kebutuhan lebaran. “Kalau bulan Puasa itu malah sampai pagi. Tiap mau lebaran itu kan kebutuhan banyak, saking bingungnya ya judi, adu nasib,” lanjutnya. Meskipun hasil menambang cukup lumayan, berkisar Rp5 juta hingga Rp6 juta setiap bulan, uang tersebut seringkali lenyap begitu saja di ‘kasino’ pos ronda. “Saya kan juga pelaku tambang, setiap selesai jual satu truk itu kan sudah bayaran, nah keringat belum kering, yang sudah habis untuk judi itu biasa,” ujar Kholik.

Ubah Desa Termiskin Jadi Desa Maju

Baca Juga :  Paus Leo XIV: Prediksi Masa Depan Gereja Katolik?

Selain citra ‘Las Vegas dari Prambanan’, Desa Sambirejo juga pernah menyandang predikat sebagai desa termiskin di Sleman, jauh sebelum kehadiran Wisata Tebing Breksi. Meski memiliki lahan yang luas, sebagian besar merupakan tanah tandus dan berbatu dengan ketebalan ratusan meter, sehingga tidak produktif untuk pertanian. Air bersih pun menjadi barang langka di Sambirejo. Akibatnya, lahan desa yang luas itu tak diminati untuk disewakan, membuat pendapatan asli desa (PAD) bahkan tak mampu menyentuh angka Rp10 juta. “Pernah target PAD kalurahan Rp10 juta, itupun tidak tercapai, hanya dapat Rp3 juta,” kata Kholik, yang juga pernah menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sambirejo.

Perubahan drastis terjadi setelah Tebing Breksi beroperasi sebagai destinasi wisata. Hanya setahun setelah dibuka, pada 2016, Tebing Breksi telah menyumbangkan PAD sebesar Rp30 juta. Angka ini naik signifikan menjadi Rp200 juta pada 2017, lalu Rp800 juta pada 2018, dan mencapai puncaknya sebelum pandemi pada 2019 dengan sumbangan sebesar Rp1,3 miliar untuk desa. “Jadi hanya sekitar 4 tahun, Tebing Breksi berhasil meningkatkan pendapatan desa ratusan kali lipat,” ujarnya bangga. Kini, Desa Sambirejo telah menjelma dari desa miskin menjadi desa maju.

Peran Lintas Komunitas

Kesuksesan Tebing Breksi sebagai destinasi wisata tak lepas dari peran krusial puluhan komunitas yang tergabung dalam Lintas Komunitas Peduli Pariwisata DIY. Mereka hadir di masa-masa sulit Breksi, bahu-membahu membidani kelahirannya. Arif Prihantoro, Ketua Lintas Komunitas Peduli Pariwisata DIY, mengakui tantangan utama saat itu adalah meyakinkan masyarakat bahwa sektor wisata mampu memberikan kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan pertambangan. “Kita harus menjamin, wisata itu bisa untuk hidup di masa depan,” ujar Arif kepada Pandangan Jogja.

Berbagai kegiatan gencar diadakan di Breksi, melibatkan komunitas-komunitas seperti trabas, NMAX, Pajero, aeromodelling, burung, offroad, sepeda onthel, downhill, hingga komunitas bajingan (gerobak sapi). “Ada 20 komunitas lebih yang terlibat di sana, kita orkestrasi agar membuat kegiatan di Breksi,” jelasnya. Kala itu, media sosial belum secepat dan semasif sekarang. Melalui kegiatan-kegiatan inilah Breksi mulai mendapatkan eksposur dan dikenal luas masyarakat. “Dari situlah mereka mulai percaya kalau Breksi ini memang bisa menjadi penghidupan mereka,” ujar Arif. Momentum penting keterlibatan Lintas Komunitas ini adalah sebuah pertemuan di Hotel Neo Malioboro lantai 9, yang kemudian melahirkan gerakan tersebut, serta inisiatif dan komitmen bersama para komunitas untuk mengembangkan pariwisata Jogja, termasuk Breksi. “Pendiriannya dimulai dari tempat saya, di Hotel Neo lantai 9. Di situ tempat lahirnya inisiatif ini,” kata Arif Effendi, pemilik Hotel Neo Malioboro, yang juga pembina Lintas Komunitas.

Baca Juga :  Liburan Seru: 5 Kegiatan Asyik Dekat Metropolitan Museum

Bangun Jiwanya Dulu, Baru Badannya

Salah satu sosok yang paling sering berhadapan dengan penolakan keras warga Breksi saat itu adalah Aria Nugrahadi. Mantan Kepala Bidang Pengembangan Destinasi di Dinas Pariwisata DIY ini tak jarang menghabiskan waktu dari sore hingga dini hari di Breksi, berdialog untuk meluluhkan hati dan membangun kepercayaan masyarakat. Tak terhitung berapa banyak batang rokok dan kopi yang ia habiskan setiap malam bersama warga. “Kopi itu habis ada 10 kilogram,” kelakarnya.

Menurut Aria, kunci keberhasilan Breksi terletak pada prioritas pembangunan jiwanya terlebih dahulu, bukan badannya. Mereka lebih dulu membangun kompetensi dan integritas masyarakat, baru kemudian fokus pada infrastruktur. “Kalau yang dibangun badannya dulu, fisiknya dulu, pasti mangkrak. Jadi kuncinya, bangunlah jiwanya dulu, baru badannya,” tegas Aria.

Anak Ajaib Bernama Breksi

Kini, setelah satu dekade berlalu, tak seorang pun menyangka Tebing Breksi akan berkembang secepat dan sebesar sekarang. Perkembangannya melampaui ekspektasi semua pihak yang terlibat: pemerintah, komunitas, apalagi warga yang sejak awal meragukannya. “Sejak awal enggak pernah membayangkan Breksi akan jadi seperti sekarang. Tahun 2015, belakang itu masih kayak tempat jin buang anak,” kata Aria.

Arif Prihantoro, Ketua Lintas Komunitas Peduli Pariwisata DIY, mengibaratkan Breksi sebagai ‘anak ajaib’. Di usianya yang relatif muda, Breksi mampu mendatangkan ribuan pengunjung setiap hari, menjelma menjadi ikon wisata baru di Sleman yang setara dengan popularitas Kaliurang dan Candi Prambanan. “Di luar ekspektasi kami, Breksi jadi seperti itu jauh. Breksi itu anak ajaib, begitu dilahirkan langsung lari-lari. Breksi luar biasa,” ujar Arif. Kholik Widianto, sang mantan provokator yang kini menjadi Ketua Pengelola Wisata Tebing Breksi, bahkan lebih tak menyangka lagi. Ia masih sering merasa tak percaya bahwa selama 10 tahun terakhir, ia dan ratusan warga Desa Sambirejo kini menggantungkan hidup pada sektor pariwisata. “Karena apa kalau hanya lihat batu kan kita dari kecil lihat batu. Kok jadi wisata, kok buat foto-foto? Itu masih sering enggak masuk logika saya,” pungkas Kholik.

Berita Terkait

Longsor Gunung Kuda: Surat Larangan Penambangan Diabaikan, Tragedi Tak Terhindarkan!
Awal Mula Thailand di Miss World, Kisah Sang Ratu Pertama
Sidang Isbat Idul Adha: Hasilnya, Tanggal, dan Rincian Lengkap
Opal Suchata Ukir Sejarah, Thailand Raih Miss World 2025 Pertama!
Polemik Orde Lama, PDI-P Menolak Penghapusan Sejarah?
Twibbon Hari Lahir Pancasila 2025, Link Download & Cara Buat!
Upanat Borobudur: Alasan Wajib Dipakai Wisatawan Saat Naik Candi?
Tragis! Longsor Tambang Pasir Cirebon Tewaskan Belasan, Tanah Bergerak Jadi Sorotan

Berita Terkait

Minggu, 1 Juni 2025 - 21:47 WIB

Longsor Gunung Kuda: Surat Larangan Penambangan Diabaikan, Tragedi Tak Terhindarkan!

Minggu, 1 Juni 2025 - 17:52 WIB

Awal Mula Thailand di Miss World, Kisah Sang Ratu Pertama

Minggu, 1 Juni 2025 - 16:57 WIB

Sidang Isbat Idul Adha: Hasilnya, Tanggal, dan Rincian Lengkap

Minggu, 1 Juni 2025 - 16:32 WIB

Opal Suchata Ukir Sejarah, Thailand Raih Miss World 2025 Pertama!

Minggu, 1 Juni 2025 - 16:02 WIB

Polemik Orde Lama, PDI-P Menolak Penghapusan Sejarah?

Berita Terbaru

entertainment

Jumbo Geser KKN, Film Indonesia Terlaris? Cek Sinopsis & Faktanya!

Senin, 2 Jun 2025 - 04:42 WIB

technology

Apple Ubah Nama Sistem Operasi, Era Baru Segera Tiba?

Senin, 2 Jun 2025 - 03:12 WIB