Jakarta – Presiden Donald Trump telah mengeluarkan ultimatum kepada 14 negara, mayoritas di Asia, mengancam akan memberlakukan tarif impor yang lebih tinggi mulai 1 Agustus jika tidak ada kesepakatan perdagangan baru dengan Amerika Serikat. Langkah ini menandai kedua kalinya Presiden AS menetapkan tenggat waktu serupa, menyusul penundaan tarif selama 90 hari yang diterapkan pada hampir semua negara pada bulan April sebelumnya, seperti yang dilaporkan oleh Al Arabiya.
Target utama dari kebijakan ini adalah negara-negara dengan surplus perdagangan signifikan terhadap Amerika Serikat. Di antaranya termasuk Jepang, dengan surplus mencapai US$68,5 miliar pada 2024; Korea Selatan US$66 miliar; Thailand US$45,6 miliar; dan Indonesia US$17,9 miliar.
Berikut adalah ringkasan dampak surat-surat ancaman tarif Trump bagi negara-negara ini:
Korea Selatan: Optimistis Capai Kesepakatan
Di antara negara yang menjadi sorotan adalah Korea Selatan, yang telah menghadapi pungutan sektor khusus pada produk baja dan otomotif. Negara ini kini berpotensi terkena kenaikan tarif sebesar 25 persen untuk sisa ekspornya ke Amerika Serikat. Meski demikian, Seoul menunjukkan optimisme tinggi dalam mencapai kesepakatan. Setelah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada Senin, penasihat keamanan nasional Korea Selatan Wi Sung-lac menyatakan bahwa Washington telah “menyatakan persetujuan” dan “berharap kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan sebelum batas waktu 1 Agustus melalui komunikasi yang erat”. Sebagai salah satu produsen kapal terbesar dunia, Korea Selatan juga menyepakati “koordinasi erat” dengan Washington dalam industri tersebut demi mencapai “hasil yang nyata dan saling menguntungkan”.
Jepang: Pemilu, Beras, dan Mobil
Jepang, sebagai sekutu strategis dan salah satu investor asing terbesar bagi AS, juga berada di bawah tekanan. Negara ini sebelumnya telah dihadapkan pada pungutan 25 persen untuk sektor otomotifnya, dan kini menghadapi ancaman tarif serupa untuk komoditas lain. Angka tersebut naik dari 24 persen yang diumumkan pada April, namun masih lebih rendah dari angka “30 persen, 35 persen atau berapa pun angka yang kami tetapkan” yang sempat diancamkan Presiden Trump. Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, menyatakan “sangat menyesalkan” tarif yang disebutkan dalam surat tersebut dalam rapat kabinet pada Senin, seperti dilaporkan media setempat. Menurut Ishiba, belum tercapainya kesepakatan disebabkan oleh sikap pemerintah Jepang yang “menghindari kompromi yang mudah, dengan tegas menuntut apa yang seharusnya dituntut, melindungi apa yang seharusnya dilindungi, dan telah melakukan negosiasi yang ketat.” Kritik utama Trump terhadap Jepang berpusat pada kurangnya keterbukaan pasar untuk produk beras dan kendaraan dari Amerika. Isu impor beras sendiri menjadi topik sensitif bagi pemerintah Jepang, terutama menjelang pemilihan umum majelis tinggi pada 20 Juli, di mana mereka berupaya keras membela kepentingan petani lokal.
Indonesia: Tingkatkan Impor Gandum AS
Sementara itu, Indonesia, yang berpotensi menghadapi tarif sebesar 32 persen, telah mengambil langkah proaktif. Menteri Ekonomi Airlangga Hartarto sebelumnya menyatakan rencana Jakarta untuk meningkatkan impor produk pertanian dan energi dari Amerika Serikat guna mencapai kesepakatan perdagangan. Sebagai bukti komitmen, Indonesia pada Senin mengumumkan penandatanganan perjanjian impor minimal satu juta ton gandum Amerika setiap tahun selama lima tahun ke depan, dengan nilai total US$1,25 miliar.
Kamboja, Myanmar, Laos: Sekutu Cina Hadapi Pungutan Berat
Fokus juga tertuju pada negara-negara Asia Tenggara dengan keterkaitan kuat pada Tiongkok, seperti Kamboja, Myanmar, dan Laos. Kamboja, yang sempat diancam dengan tarif 49 persen pada April—salah satu yang tertinggi—melihat penurunan menjadi 36 persen dalam surat terbaru Trump. Perdana Menteri Hun Manet meyakinkan Gedung Putih tentang “itikad baik” Phnom Penh dalam negosiasi, bahkan telah mengurangi tarif pada 19 kategori produk Amerika. Myanmar dan Laos, keduanya berpotensi terkena tarif 40 persen, sangat bergantung pada investasi Tiongkok dan memiliki rantai pasok yang terintegrasi erat dengan ekonomi Tiongkok. Washington secara konsisten menyuarakan kekhawatiran bahwa produk-produk Tiongkok dapat dialihkan melalui negara-negara Asia Tenggara ini untuk menghindari tarif AS yang menargetkan Tiongkok, sebuah isu yang juga disinggung dalam surat-surat Trump.
Thailand, Malaysia: Membuat Janji
Thailand diberitahu akan menghadapi pungutan sebesar 36 persen. Sebagai respons, Bangkok telah mengajukan penawaran berupa akses pasar yang lebih luas untuk produk pertanian dan industri Amerika, peningkatan pembelian energi, serta penambahan pesanan pesawat Boeing. Penjabat Perdana Menteri Phumtham Wechayachai pada Selasa, 8 Juli 2025, menyatakan keinginannya untuk “kesepakatan yang lebih baik”, menekankan pentingnya menjaga hubungan baik dengan AS. Proposal terbaru Bangkok ini, seperti disampaikan Menteri Keuangan Pichai Chunhavajira kepada Bloomberg News, berupaya meningkatkan volume perdagangan bilateral dan mengurangi surplus perdagangan AS hingga 70 persen dalam lima tahun, dengan target mencapai keseimbangan dalam tujuh hingga delapan tahun. Bloomberg juga melaporkan bahwa Thai Airways berpotensi berkomitmen untuk membeli hingga 80 pesawat Boeing di masa mendatang. Sementara itu, Malaysia, yang menghadapi ancaman tarif 25 persen, melalui kementerian perdagangannya pada Selasa menyatakan akan melanjutkan negosiasi demi tercapainya “perjanjian perdagangan yang seimbang, saling menguntungkan, dan komprehensif”.
Bangladesh: Tekstil dalam Bahaya
Bangladesh, produsen tekstil terbesar kedua di dunia, tengah menghadapi kemungkinan tarif 35 persen untuk produknya, namun berharap dapat menandatangani kesepakatan pada awal Juli. Sektor tekstil dan garmen mendominasi ekspor negara ini, menyumbang sekitar 80 persen, dengan perusahaan-perusahaan AS besar seperti Fruit of the Loom, Levi Strauss, dan VF Corp (pemilik merek Vans, Timberland, The North Face) menjadi importir utama. Dhaka telah mengusulkan pembelian pesawat Boeing serta peningkatan impor gandum, kapas, dan minyak dari AS. Sekretaris Kementerian Perdagangan, Mahbubur Rahman, menyatakan bahwa “persyaratannya telah diselesaikan” dan negosiator dijadwalkan bertemu pada Selasa untuk merampungkan kesepakatan.
Selain negara-negara Asia yang disebutkan, sejumlah negara lain juga menerima surat ancaman tarif dari Presiden Trump pada Senin. Mereka adalah Kazakhstan (25 persen), Afrika Selatan (30 persen), Tunisia (25 persen), Serbia (35 persen), dan Bosnia (30 persen). Situasi ini menambah ketegangan perdagangan global, sebagaimana juga tercermin dari peringatan Tiongkok kepada Trump mengenai tarif impor baru dan ancaman pembalasan.