Ancaman baru melayang dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang mengumumkan rencana peningkatan tarif impor sebesar 10 persen terhadap negara-negara yang tergabung dalam blok ekonomi BRICS. Langkah ini diambil karena Trump menilai BRICS sebagai kelompok yang “Anti-Amerika,” sebuah tudingan yang memanaskan dinamika ekonomi global.
Ini bukanlah ancaman perdana dari Trump. Sebelumnya, pada akhir Januari, ia telah menegaskan bahwa BRICS tidak akan mampu menggantikan dominasi dolar AS dalam kancah perdagangan global. Kini, tuntutan Trump semakin tegas: negara-negara BRICS harus berkomitmen untuk tidak menciptakan mata uang baru atau mendukung alternatif lain sebagai pengganti dolar AS. Kegagalan mematuhi ultimatum ini, menurut Trump, akan berujung pada tarif impor yang jauh lebih besar, mencapai 100 persen.
Di tengah ketegangan pernyataan ini, pertanyaan pun muncul: bagaimana respons pemerintah Indonesia, sebagai salah satu negara anggota BRICS yang terdampak langsung oleh ancaman tersebut?
Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir
Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir, yang akrab disapa Tata, memberikan klarifikasi tegas terkait tujuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS. Ia menyatakan bahwa forum tersebut sama sekali tidak dimaksudkan untuk menentang Amerika Serikat atau negara mana pun, melainkan bertujuan utama mempererat kerja sama antarnegara berkembang dalam menghadapi berbagai isu global. “Tidak ada upaya untuk menghadapi atau melawan negara tertentu maupun kelompok negara,” tegas Tata dari Rio de Janeiro, Brasil, pada Senin, 7 Juli 2025. Ia menambahkan bahwa diskusi dalam KTT BRICS berpusat pada topik global seperti multilateralisme, kesehatan, dan lingkungan, tanpa agenda tersembunyi yang bertentangan dengan kepentingan negara manapun.
Menanggapi pernyataan Trump yang kebetulan muncul bersamaan dengan hari pertama KTT, Arrmanatha menegaskan bahwa forum BRICS tidak membahas ancaman tersebut. “Kita tidak bisa mengendalikan apa yang disampaikan oleh Presiden AS atau pemimpin negara lain. Penting untuk digarisbawahi bahwa banyak hal di luar yang berkembang tidak mencerminkan pembahasan di dalam forum BRICS,” pungkasnya, menekankan fokus utama forum adalah kolaborasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti volatilitas kondisi perekonomian global saat ini. Dalam rapat kerja bersama DPR di Senayan, Jakarta, pada hari yang sama, Senin, 7 Juli 2025, Sri Mulyani mengonfirmasi: “Kita menyaksikan hari ini Presiden berada dalam pertemuan BRICS bersama para pemimpin dunia. Lalu Presiden Trump mengeluarkan pernyataan bahwa kelompok BRICS dianggap tidak mendukung Amerika, sehingga muncul ancaman pemberlakuan tarif tambahan.” Ia memandang dinamika ini sebagai cerminan bahwa Indonesia akan senantiasa menghadapi beragam tantangan dalam situasi global yang bergerak cepat. Atas nama pemerintah, Sri Mulyani juga menyampaikan apresiasi atas perhatian dan kritik konstruktif terhadap asumsi dasar ekonomi makro dalam penyusunan APBN 2026.
Eka Yudha Saputra dan Ilona Estherina turut berkontribusi dalam laporan ini.