Taman Safari Sukses Kembang Biakkan Kodok Merah Langka, Spesies Terancam Punah

- Penulis

Kamis, 17 April 2025 - 14:08 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kabar gembira datang dari Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Lembaga konservasi ini sukses mengembangbiakkan dan menetaskan empat ekor kodok merah, atau yang dikenal secara ilmiah sebagai Leptophryne cruentata, di luar habitat aslinya. Ini merupakan kali pertama keberhasilan semacam ini dicapai.

Menurut Direktur TSI, Jansen Manansang, kodok merah adalah spesies endemik Jawa yang saat ini statusnya sangat terancam punah.

“Ini adalah sebuah pencapaian yang sungguh luar biasa, menandai langkah penting dalam upaya penyelamatan salah satu kekayaan alam Indonesia yang sangat langka,” ungkapnya, seperti dikutip dari laporan Antara, Kamis (17/4).

Selama proses perkawinan, kodok merah jantan memperdengarkan suara unik yang belum pernah terdokumentasi sebelumnya. Hasil pengamatan para peneliti menunjukkan bahwa setiap kali bertelur, kodok merah betina menghasilkan antara 50 hingga 150 butir telur. Jumlah ini tergolong sedikit, mencerminkan strategi reproduksi yang sangat selektif dan terbatasnya habitat spesies ini.

  • Taman Safari Menanggapi Tuduhan Eksploitasi dan Kekerasan Terhadap Pemain Sirkus
  • DPR Mendorong Polisi untuk Menginvestigasi Dugaan Eksploitasi Pemain Sirkus di Taman Safari
  • Boy Thohir Akan Membangun Taman Safari di IKN pada Akhir 2025, Lahan Seluas 225 Hektare Telah Disiapkan
Baca Juga :  Pantai di Brasil menjadi 'kuburan' sampah dari Asia, termasuk Indonesia – Bagaimana mungkin?

“Kami telah berupaya semaksimal mungkin untuk menciptakan kondisi habitat yang sangat mirip dengan aslinya, meliputi suhu, kelembaban, dan berbagai faktor lingkungan yang ada di pegunungan Jawa Barat, tempat kodok merah hidup. Keberhasilan ini adalah bukti nyata komitmen Taman Safari Indonesia dalam mendukung program konservasi, baik di tingkat nasional maupun global,” tegasnya.

Satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 ini, kini menjadi simbol krusial dalam upaya menyelamatkan keanekaragaman hayati Indonesia yang menghadapi ancaman akibat kerusakan habitat dan perubahan iklim.

Jansen menambahkan bahwa keberhasilan ini menjadi tonggak bersejarah dalam upaya global melindungi keanekaragaman hayati, khususnya amfibi yang terancam punah. Diharapkan, keberhasilan program penangkaran ini dapat diterapkan pada spesies langka lainnya dan mendukung program pelepasliaran di masa depan.

Sementara itu, Vice President Life Science TSI, dr Bongot Huaso Mulia, menjelaskan bahwa tim konservasi TSI Bogor telah berhasil mendokumentasikan seluruh proses reproduksi dan metamorfosis spesies langka ini, mulai dari perkawinan, proses bertelur, hingga perkembangan menjadi kodok dewasa yang sempurna.

Tim konservasi mencatat seluruh tahapan metamorfosis secara rinci. Dimulai dari hari ke-0 hingga ke-4 masa perkembangan telur. Pada hari ke-6 hingga ke-18, terjadi pembentukan mulut dan organ internal, dan berudu mulai aktif mencari makan di antara bebatuan.

Baca Juga :  Gempa Cimahi Aman! Tangkuban Parahu Tetap Stabil, Kata Badan Geologi

Pada hari ke-60 hingga ke-76, terjadi perkembangan morfologis yang signifikan, ditandai dengan munculnya kaki belakang, diikuti dengan pertumbuhan kaki depan. Pada hari ke-90 hingga ke-95, berudu menyelesaikan metamorfosisnya dan mulai menjelajah daratan untuk pertama kalinya, sementara ekornya secara bertahap menyusut.

Selanjutnya, pada hari ke-95 hingga ke-100, kodok merah menyelesaikan seluruh tahapan metamorfosisnya dan sepenuhnya beradaptasi dengan kehidupan di darat.

“Dokumentasi lengkap siklus hidup kodok merah yang telah kami lakukan memiliki nilai ilmiah yang sangat tinggi. Kami menemukan bahwa kualitas air dan mikrohabitat yang sangat spesifik adalah faktor penentu keberhasilan reproduksi spesies ini,” jelas dr Bongot.

Perlu diketahui, kodok merah, yang dijuluki “Bleeding Toad” karena warnanya yang merah menyala, hanya dapat ditemukan di beberapa lokasi terbatas di Pulau Jawa. Spesies ini masuk dalam daftar merah IUCN (The International Union for Conservation of Nature) dengan status konservasi “kritis” (Critically Endangered), yang menandakan bahwa spesies ini sangat terancam punah.

Berita Terkait

Gempa M 8,7 Guncang Rusia, Picu Peringatan Tsunami 3 Meter di Jepang, Jadi yang Terkuat sejak 2011
UNESCO: Tiket Geopark Kaldera Toba Terlalu Murah?
Hubble Tangkap Galaksi Spiral Mempesona di Rasi Hydra
Kolam Termal Muncul di Taman Nasional Yellowstone
AI Ungkap Rahasia Bumi Purba: Terobosan Ilmuwan China!
Mengapa Kita Tidak Pernah Menemukan Kehidupan di Mars?
Rahasia Ombak Pantai Selatan: Faktor Alam yang Mengerikan
Gempa Cimahi Aman! Tangkuban Parahu Tetap Stabil, Kata Badan Geologi

Berita Terkait

Rabu, 30 Juli 2025 - 13:05 WIB

Gempa M 8,7 Guncang Rusia, Picu Peringatan Tsunami 3 Meter di Jepang, Jadi yang Terkuat sejak 2011

Kamis, 24 Juli 2025 - 05:05 WIB

UNESCO: Tiket Geopark Kaldera Toba Terlalu Murah?

Rabu, 23 Juli 2025 - 07:05 WIB

Hubble Tangkap Galaksi Spiral Mempesona di Rasi Hydra

Senin, 21 Juli 2025 - 07:11 WIB

Kolam Termal Muncul di Taman Nasional Yellowstone

Minggu, 13 Juli 2025 - 12:10 WIB

AI Ungkap Rahasia Bumi Purba: Terobosan Ilmuwan China!

Berita Terbaru

Public Safety And Emergencies

BREAKING: Pesawat Latih Jatuh di Ciampea Bogor, Ada Korban?

Minggu, 3 Agu 2025 - 13:31 WIB

Urban Infrastructure

Jakarta Merdeka! MRT, Transjakarta, LRT Rp80 Rayakan HUT RI ke-80

Minggu, 3 Agu 2025 - 12:21 WIB

finance

Emas Antam Hari Ini: Harga Stabil di Rp 1.948.000, Peluang?

Minggu, 3 Agu 2025 - 12:14 WIB

Uncategorized

Emas Antam Hari Ini: Harga Stabil Rp 1.948.000, Saatnya Beli?

Minggu, 3 Agu 2025 - 11:32 WIB