DAMASKUS – Pemerintah Suriah pada Rabu (16/7/2025) mengumumkan penarikan pasukannya dari Sweida, sebuah kota strategis di selatan yang mayoritas penduduknya berasal dari komunitas Druze. Langkah signifikan ini diambil setelah serangkaian serangan udara Israel yang menargetkan Damaskus dan desakan dari Amerika Serikat untuk meredakan ketegangan di wilayah tersebut.
Kementerian Pertahanan Suriah dalam pernyataannya mengonfirmasi bahwa proses penarikan pasukan telah dimulai sebagai bagian dari kesepakatan yang telah dicapai sebelumnya. “Tentara Suriah telah mulai menarik diri dari kota Sweida sebagai implementasi dari ketentuan perjanjian yang diadopsi, setelah berakhirnya operasi penggerebekan kota terhadap kelompok-kelompok terlarang,” demikian bunyi pernyataan Kemenhan Suriah, seperti dikutip oleh kantor berita AFP.
Kendati demikian, belum ada kejelasan apakah penarikan ini juga mencakup pasukan keamanan pemerintah lain yang sebelumnya dikerahkan untuk memantau gencatan senjata bersama para pemimpin komunitas Druze. Di lapangan, gencatan senjata yang diumumkan belum sepenuhnya berhasil menghentikan kekerasan. Saksi mata melaporkan bentrokan masih berlanjut, dengan dugaan pasukan pemerintah bergabung bersama kelompok suku Badui untuk menyerang warga dan pejuang Druze.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia mencatat, lebih dari 350 orang telah kehilangan nyawa sejak kekerasan meletus pada Minggu (13/7/2025). Korban termasuk pasukan pemerintah, pejuang lokal, serta 27 warga sipil Druze yang tewas dalam eksekusi tanpa persidangan. Menanggapi insiden memilukan ini, Kepresidenan Suriah berjanji akan mengusut tuntas tindakan keji di Sweida, menegaskan komitmen untuk “menghukum semua yang terbukti terlibat.”
Di tengah situasi yang memanas ini, Israel melancarkan gelombang serangan udara ke Damaskus pada Rabu (16/7/2025), menyusul serangan sebelumnya di Sweida. Gambar yang dirilis oleh AFP memperlihatkan kerusakan parah pada kompleks Kementerian Pertahanan Suriah, dengan kepulan asap membumbung tinggi dari lokasi yang diserang. Israel menyatakan bahwa sasaran mereka adalah fasilitas militer, termasuk area di sekitar istana presiden dan bandara militer Mazzeh.
“Kami bertindak dengan penuh tanggung jawab, pengendalian diri, dan pertimbangan matang,” tegas Panglima Militer Israel. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, secara terbuka meminta Damaskus untuk membiarkan komunitas Druze di Sweida dan mengancam akan memberikan “pukulan menyakitkan” jika pasukan pemerintah tidak segera mundur. Akibat serangan udara di ibu kota Suriah ini, Kementerian Kesehatan Suriah melaporkan setidaknya tiga orang tewas dan 34 lainnya terluka. Kementerian Luar Negeri Suriah mengecam serangan tersebut sebagai “eskalasi berbahaya.”
Dalam upaya meredakan konflik, Kementerian Dalam Negeri Suriah mengumumkan gencatan senjata terbaru, yang menyatakan penghentian total semua operasi militer. Untuk mengawasi implementasinya, dibentuk sebuah komite yang terdiri dari perwakilan pemerintah dan para pemimpin spiritual Druze. Namun, koresponden AFP melaporkan bahwa suara tembakan masih terdengar di Sweida meskipun kesepakatan telah diumumkan.
Sheikh Youssef Jarboua, salah satu pemimpin utama Druze di Suriah, membacakan sepuluh poin perjanjian dalam siaran televisi pemerintah. Salah satu poin penting menegaskan integrasi penuh Provinsi Sweida ke dalam negara Suriah. Selama ini, wilayah Druze sebagian besar dikendalikan oleh milisi komunitas setempat. Bentrokan terbaru ini menjadi konflik terburuk di Suriah sejak pertempuran mematikan antara pasukan pemerintah dan pejuang Druze di Sweida serta sekitar Damaskus pada April-Mei lalu, yang menewaskan lebih dari 100 orang.
Pemicu konflik kali ini diduga berawal dari penculikan seorang pedagang sayur Druze oleh kelompok suku Badui, menurut laporan Observatorium. Kedua kelompok ini telah berseteru selama puluhan tahun, memperkeruh stabilitas di tengah krisis yang melanda Suriah.









