Jakarta, RAGAMUTAMA.COM – Sebuah studi global terkini dari Universitas Harvard dan Universitas Baylor mengungkapkan fakta mengejutkan: kehidupan yang bermakna dan sejahtera tak melulu bergantung pada kekayaan suatu negara.
Dilansir Fortune, kesimpulan ini diperoleh dari analisis data Gallup dan survei yang melibatkan lebih dari 200.000 responden di 22 negara selama periode lima tahun.
Flourishing index, atau indeks perkembangan yang digunakan dalam penelitian ini, mengukur berbagai aspek kesejahteraan, meliputi kebahagiaan, kepuasan hidup, kesehatan fisik dan mental, rasa memiliki tujuan hidup, karakter dan nilai-nilai moral, serta kualitas relasi sosial.
1. Indonesia bukti negara maju bukan syarat untuk berkembang
Laporan tersebut menempatkan Indonesia di peringkat teratas dari 22 negara yang diteliti, mengalahkan negara-negara seperti Israel, Filipina, dan Meksiko.
“Meskipun banyak negara maju menunjukkan angka keamanan finansial dan kepuasan hidup yang lebih tinggi, negara-negara tersebut justru kurang unggul dalam aspek lain, seringkali melaporkan tingkat makna hidup, sikap prososial, dan kualitas hubungan sosial yang lebih rendah,” demikian temuan para peneliti.
Data menunjukan, 75 persen responden di Indonesia secara rutin berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan mingguan, sebuah faktor yang dianggap berkontribusi pada kekuatanketerhubungan sosial masyarakat.
Para peneliti juga menyoroti persepsi umum yang kerap menempatkan Indonesia di bawah Jepang dalam konteks pembangunan internasional, terutama karena Indonesia dianggap terjebak dalam kategori negara berpenghasilan menengah.
“Persepsi ini memang benar sampai batas tertentu, namun studi kami menunjukkan bahwa fokus semata pada pertumbuhan ekonomi hanyalah sebagian kecil dari gambaran utuh,” tulis para peneliti.
Negara Berkembang Dibayangi Ancaman Krisis Utang
Negara Berkembang Dibayangi Ancaman Krisis Utang
2. Makna hidup tak bergantung pada tingkat kekayaan negara
Berbeda dengan Laporan Kebahagiaan Dunia yang lebih berfokus pada sejauh mana individu menjalani kehidupan ideal versi mereka, studi ini menawarkan perspektif yang lebih komprehensif dengan mempertimbangkan lingkungan sosial yang mendukung kehidupan tersebut.
Para peneliti menjelaskan bahwa meskipun flourishing seringkali disamakan dengan well-being, flourishing mencakup dimensi lingkungan yang mendukung pertumbuhan individu. Hasil penelitian menunjukkan, tingkat kekayaan suatu negara ternyata bukan faktor penentu utama persepsi warga mengenai kualitas hidup yang menyeluruh.
Penulis studi menegaskan, tidak ada kesimpulan yang ditarik mengenai hubungan sebab-akibat antara Produk Domestik Bruto (PDB) dan penurunan makna hidup. Mereka menekankan bahwa tujuan ideal suatu masyarakat adalah mencapai kemajuan ekonomi dan kedalaman makna hidup secara seimbang, dan tantangannya terletak pada bagaimana mewujudkan keseimbangan tersebut.
“Cita-cita sebuah masyarakat yang ideal adalah memiliki pembangunan ekonomi yang tinggi dan makna hidup yang dalam; pertanyaannya adalah bagaimana mencapai keduanya,” tulis para peneliti.
Temuan studi ini juga mengungkapkan perubahan pola dalam kurva kebahagiaan yang selama ini dikenal berbentuk U, di mana kepuasan hidup cenderung tinggi di usia muda, menurun di usia paruh baya, dan meningkat kembali di usia tua. Namun, pola ini kini tampak memudar.
Responden berusia 18 hingga 29 tahun justru menunjukkan tingkat perkembangan yang lebih rendah dari perkiraan. Penelitian sebelumnya mengaitkan penurunan ini dengan beberapa faktor seperti isolasi sosial, tekanan finansial, ketidakstabilan situasi sosial-politik, serta krisis makna dan arah hidup.
3. Daftar 22 negara paling berkembang
Berikut 22 negara paling berkembang berdasarkan skor tertinggi menurut Global Flourishing Study 2025:
- Indonesia
- Israel
- Filipina
- Meksiko
- Polandia
- Nigeria
- Mesir
- Kenya
- Tanzania
- Argentina
- Hong Kong
- Amerika Serikat
- Swedia
- Afrika Selatan
- Brasil
- Jerman
- Australia
- Spanyol
- India
- Inggris
- Turki
- Jepang.