Ragamutama.com – , Jakarta – Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan seluruh jajarannya untuk secara intensif mendorong pengembangan hilirisasi di sektor pertanian. Fokus utama hilirisasi ini adalah pada komoditas yang memiliki ketersediaan bahan baku melimpah di dalam negeri, salah satunya adalah kelapa.
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, menjelaskan bahwa saat ini Indonesia mengekspor kelapa dengan volume mencapai 2 juta ton. Nilai ekspor tersebut setara dengan Rp 20 triliun. Beliau meyakini bahwa melalui proses hilirisasi, nilai tambah kelapa dapat meningkat signifikan, bahkan mencapai 2 hingga 3 kali lipat. “Potensi nilai ekonominya di masa depan bisa mencapai Rp 40 triliun, bahkan mungkin Rp 60 triliun,” ujarnya kepada awak media di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan), pada hari Rabu, 28 Mei 2025.
Selain kelapa, Amran juga menekankan bahwa komoditas lain seperti kakao juga akan menjadi target hilirisasi untuk memaksimalkan nilai ekonominya. Upaya ini akan dilaksanakan secara kolaboratif dengan seluruh BUMN yang bergerak di bidang pangan. Beliau optimis bahwa hilirisasi akan meningkatkan kesejahteraan petani secara keseluruhan.
Di sisi lain, Menteri Perdagangan, Budi Santoso, mengungkapkan bahwa tingginya harga kelapa bulat di pasar ekspor menjadi faktor utama yang mendorong petani untuk mengekspor komoditas tersebut dalam bentuk mentah. Menurutnya, harga ekspor kelapa saat ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan harga di pasar domestik. “Harga kelapa bulat sangat menarik ketika diekspor. Sementara itu, harga di dalam negeri cenderung lebih rendah. Tentu saja, petani akan memilih untuk melakukan ekspor,” jelas Budi saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, pada hari Selasa, 20 Mei 2025.
Dalam beberapa waktu belakangan ini, ekspor kelapa mentah ke Cina mengalami peningkatan yang signifikan. Di negara tersebut, kelapa diproses lebih lanjut menjadi santan atau bahan campuran untuk minuman kopi. Produk-produk olahan ini memicu peningkatan permintaan kelapa di pasar Cina.
Kendati demikian, Budi menyampaikan kekhawatiran mengenai ketersediaan pasokan kelapa untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Guna mengatasi potensi masalah tersebut, ia menjelaskan bahwa pemerintah sedang mempersiapkan kebijakan pungutan ekspor (PE). “Kami berencana untuk mengambil keputusan mengenai pungutan ekspor pada pekan ini,” ungkapnya.
Ia berharap bahwa kebijakan ini dapat menciptakan keseimbangan yang lebih baik antara kegiatan ekspor dan pemenuhan kebutuhan domestik, serta mendorong perkembangan hilirisasi. Budi belum bersedia mengungkapkan besaran nilai pungutan ekspor tersebut karena masih dalam tahap pembahasan. “Inti permasalahan sebenarnya terletak pada harga,” tegasnya.
Pilihan Editor: Prabowo Siapkan Stimulus untuk Ungkit Daya Beli. Efektifkah?