ST014 Laris Manis: Investasi SBN Lebih Unggul dari Obligasi Korporasi?

- Penulis

Kamis, 17 April 2025 - 00:07 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamutama.com – JAKARTA. ST014, seri Surat Berharga Negara (SBN) ritel yang baru saja mengakhiri masa penawarannya pada hari Rabu (16/4), telah sukses melampaui target penjualan yang ditetapkan di awal. Pencapaian menggembirakan ini mengindikasikan bahwa obligasi pemerintah masih menjadi opsi investasi yang lebih menarik di mata para investor.

Saat pertama kali diluncurkan, ST014 menawarkan kuota sebesar Rp 15 triliun. Seiring dengan meningkatnya antusiasme dan permintaan dari investor, kuota tersebut kemudian ditingkatkan menjadi Rp 22,5 triliun. Dari total kuota yang diperbarui ini, diketahui bahwa hanya tersisa Rp 104 miliar yang belum terjual hingga penutupan masa penawaran.

ST014 Hanya Menyisakan Rp 104 Miliar Setelah Masa Penawaran Berakhir, Apa Faktor Pendorongnya?

Menanggapi pencapaian tersebut, Fixed Income Analyst Pefindo, Ahmad Nasrudin, berpendapat bahwa investor cenderung lebih memilih berinvestasi pada obligasi pemerintah dibandingkan instrumen investasi yang lebih berisiko, seperti obligasi korporasi dan saham. Terutama dalam situasi ketidakpastian ekonomi yang sedang berlangsung.

“Perang dagang memberikan dampak signifikan terhadap prospek bisnis perusahaan penerbit obligasi dan memengaruhi profil risiko pasar obligasi korporasi. Kenaikan yield yang terjadi baru-baru ini juga berdampak pada peningkatan biaya dana untuk memperoleh pendanaan di pasar obligasi,” jelas Ahmad kepada Kontan.co.id, Rabu (16/4).

Baca Juga :  Bank Muamalat Tak Kunjung Listing di BEI, Begini Penjelasan OJK

Selain itu, Ahmad juga menyoroti beberapa sentimen lain yang turut memengaruhi, seperti pelemahan nilai tukar rupiah, eskalasi tensi perang dagang yang berkelanjutan, dan potensi risiko pertumbuhan ekonomi yang melambat di tengah era suku bunga tinggi.

“Faktor-faktor ini menjadi sentimen negatif bagi pasar obligasi korporasi pada tahun ini, terutama bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki eksposur ekspor yang besar,” imbuh Ahmad.

Gejolak di Pasar Saham Mereda, Tekanan Besar Beralih Menghantam Pasar Obligasi Indonesia

Penerbitan obligasi negara terus mengalami peningkatan

Ahmad mencatat bahwa penerbitan obligasi korporasi telah mencapai Rp 46,75 triliun pada kuartal I 2025. Angka ini menunjukkan lonjakan sebesar 77,4% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu Rp 26,35 triliun. Hingga Maret 2025, Pefindo juga telah menerima mandat untuk rencana penerbitan obligasi senilai Rp 74,46 triliun.

Di sisi lain, pemerintah telah menerbitkan obligasi negara senilai Rp 282,6 triliun sepanjang kuartal I 2025, yang melebihi target sebesar Rp 190 triliun untuk periode tersebut.

Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana, berpendapat bahwa pemerintah tampaknya sedang menerapkan strategi front loading, yaitu memanfaatkan momentum di awal tahun untuk mempercepat pengisian kas negara.

“Hal ini menjadi krusial karena belanja pemerintah tahun ini cukup besar, terutama untuk program-program prioritas seperti program makan bergizi gratis dan program lainnya,” ujar Fikri kepada Kontan.co.id, Rabu (16/4).

Baca Juga :  Rupiah Terkoreksi: Analisis Pelemahan Rupiah Terhadap Dolar AS Hari Ini

Fikri juga menyoroti risiko shortfall dari penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. Menurutnya, hal ini mendorong pemerintah untuk mencari kompensasi dari sumber penerimaan lain, salah satunya melalui penerbitan obligasi.

Kuartal I Tumbuh 77,4%, Pefindo Tetap Optimis dengan Prospek Solid Obligasi Korporasi

Namun demikian, Fikri juga menekankan bahwa kekhawatiran investor terhadap kondisi pasar keuangan domestik juga perlu menjadi perhatian.

“Terutama karena dalam dua bulan terakhir, yaitu Februari dan Maret, telah terjadi defisit fiskal,” ungkap Fikri.

Pemerintah mencatat defisit anggaran sebesar Rp 104,2 triliun atau setara dengan 0,43% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per Maret 2025. Kondisi ini berbanding terbalik dengan periode anggaran 2022, 2023, dan 2024 sebelumnya, di mana pada tiga bulan pertama anggaran masih menunjukkan surplus.

“Karena adanya defisit, pemerintah memerlukan pembiayaan untuk menutupi kekurangan tersebut. Obligasi menjadi instrumen utama untuk pembiayaan tersebut. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pemerintah aktif menerbitkan obligasi di awal tahun ini,” kata Ahmad.

Berita Terkait

Laba Bersih BSI Melesat Rp1,87 Triliun di Kuartal I 2025
Sah! Bank DKI Disetujui IPO di Bursa Efek Indonesia
Kejagung Dalami Dugaan Korupsi Kredit Bank ke Sritex: Apa Dampaknya?
Ahmad Luthfi Luncurkan Kebijakan: Tarif Bus Buruh Cuma Seribu Rupiah!
BIKE Tebar Dividen: Simak Jadwal dan Besaran Dividen Sepeda Bersama Indonesia
Astra Graphia Tebar Dividen Rp 67 Miliar: Cek Jadwal Lengkapnya!
8 Tuntutan Pengusaha: Solusi Produktivitas & Kesejahteraan Buruh?
Prospek Emiten Grup Pertamina 2025: Analisis Mendalam dan Rekomendasi Investasi

Berita Terkait

Kamis, 1 Mei 2025 - 18:23 WIB

Laba Bersih BSI Melesat Rp1,87 Triliun di Kuartal I 2025

Kamis, 1 Mei 2025 - 17:55 WIB

Sah! Bank DKI Disetujui IPO di Bursa Efek Indonesia

Kamis, 1 Mei 2025 - 17:19 WIB

Kejagung Dalami Dugaan Korupsi Kredit Bank ke Sritex: Apa Dampaknya?

Kamis, 1 Mei 2025 - 16:31 WIB

Ahmad Luthfi Luncurkan Kebijakan: Tarif Bus Buruh Cuma Seribu Rupiah!

Kamis, 1 Mei 2025 - 16:19 WIB

BIKE Tebar Dividen: Simak Jadwal dan Besaran Dividen Sepeda Bersama Indonesia

Berita Terbaru

finance

Laba Bersih BSI Melesat Rp1,87 Triliun di Kuartal I 2025

Kamis, 1 Mei 2025 - 18:23 WIB

finance

Sah! Bank DKI Disetujui IPO di Bursa Efek Indonesia

Kamis, 1 Mei 2025 - 17:55 WIB