SSMS dan CBUT Ungguli Pasar: Analisis Kinerja Q1 2025 & Prospek Saham

Avatar photo

- Penulis

Kamis, 8 Mei 2025 - 18:51 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamutama.com, JAKARTA. Kabar baik datang dari sektor kelapa sawit. PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) bersama anak perusahaannya, PT Citra Borneo Utama Tbk (CBUT), berhasil membukukan performa yang menggembirakan selama kuartal pertama tahun 2025.

SSMS mencatatkan pertumbuhan laba bersih yang signifikan, naik sebesar 23,33% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy), mencapai Rp 341,52 miliar pada kuartal I 2025. Sebagai perbandingan, laba bersih SSMS pada kuartal I 2024 adalah sebesar Rp 276,90 miliar.

Kenaikan laba ini didorong oleh peningkatan pendapatan sebesar 45,16% yoy, mencapai Rp 3,65 triliun hingga Maret 2025. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, pendapatan SSMS tercatat sebesar Rp 2,51 triliun.

Direktur Utama SSMS, Jap Hartono, menjelaskan bahwa kinerja positif ini didukung oleh beberapa faktor kunci, termasuk efisiensi dalam proses produksi, penerapan strategi just-in-time inventory management yang efektif, serta peningkatan volume penjualan ekspor.

“Meskipun kami menghadapi peningkatan biaya pajak ekspor, hal ini berhasil diimbangi oleh lonjakan volume ekspor SSMS yang cukup besar,” ungkapnya saat menyampaikan Paparan Publik SSMS, Kamis (8/5).

Untuk tahun 2025, SSMS menargetkan pertumbuhan penjualan sebesar 10%. Target ini ditetapkan seiring dengan proyeksi pemulihan produksi minyak sawit nasional dan inisiatif efisiensi biaya yang terus dijalankan oleh perusahaan.

Aksi Jual Asing Besar-besaran, Inilah Saham-Saham yang Paling Banyak Dilepas Asing Kemarin

Lebih lanjut, Jap memaparkan bahwa produksi minyak sawit Indonesia diperkirakan akan mencapai 48 juta ton pada tahun 2025. Angka ini menunjukkan pemulihan sebesar 10% dibandingkan tahun sebelumnya, di mana produksi sempat mengalami penurunan menjadi 45 juta ton.

“Proyeksi ini realistis dan sejalan dengan tren yang ada di industri kelapa sawit nasional. Jika industri sawit nasional tumbuh 10%, kami juga menargetkan pertumbuhan yang serupa, sekitar 10%,” jelasnya.

Senada dengan SSMS, CBUT juga mencatatkan kinerja yang positif. Penjualan CBUT mencapai Rp 3,39 triliun pada kuartal I 2025, meningkat 39,58% yoy dibandingkan Rp 2,43 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Laba periode berjalan CBUT tercatat sebesar Rp 41,21 miliar pada akhir kuartal I 2025, naik 28,84% yoy dari Rp 31,98 miliar pada akhir kuartal I 2024.

Direktur Utama Citra Borneo Utama, Rorry Christian Tobing, menyatakan bahwa kinerja pada kuartal I 2025 mencerminkan proyeksi kinerja perseroan yang lebih baik secara keseluruhan. Perseroan menargetkan pendapatan meningkat hingga 40% dari tahun sebelumnya, atau berada di kisaran Rp 13 triliun.

Direktur CBUT, Ronny Hertantyo Raharjo, menambahkan bahwa perseroan optimis dengan pencapaian laba bersih pada tahun ini, yang didorong oleh pertumbuhan penjualan dan efisiensi biaya.

Optimisme ini didasarkan pada proyeksi harga *crude palm oil* (CPO) yang diperkirakan akan tetap tinggi akibat isu geopolitik global yang masih memanas.

Baca Juga :  GAC International Ingin Indonesia Jadi Basis Ekspor Aion

Sebagai contoh, ketika distribusi minyak nabati lainnya, seperti minyak kedelai dan minyak jagung, mengalami gangguan di pasar global, konsumen cenderung beralih ke minyak kelapa sawit. Peningkatan permintaan ini akan mendorong harga jual.

“Perang dagang maupun konflik di Timur Tengah secara tidak langsung akan memengaruhi harga jual produk kita. Harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) CBUT berada di atas US$ 1.000 per ton,” ujarnya dalam Paparan Publik CBUT, Kamis (8/5).

Research Analyst Phintraco Sekuritas, Aditya Prayoga, berpendapat bahwa di tengah dinamika industri kelapa sawit yang fluktuatif, SSMS menonjol sebagai salah satu emiten dengan posisi kompetitif yang kuat.

Keunggulan utama SSMS terletak pada struktur bisnis yang terintegrasi secara vertikal, yang mencakup seluruh rantai nilai dari hulu hingga hilir. Ini mencakup pengelolaan kebun inti (nucleus), pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi *crude palm oil* (CPO), serta aktivitas hilirisasi melalui produksi dan penjualan produk turunan seperti olein.

“Integrasi ini memberikan fleksibilitas dalam merespons perubahan pasar dan memungkinkan optimalisasi margin melalui kontrol biaya yang lebih ketat di seluruh lini,” ungkapnya kepada Kontan.

Sebagai produsen dengan skala operasional yang mapan, SSMS saat ini mengoperasikan delapan pabrik kelapa sawit (PKS) dengan total kapasitas rata-rata sebesar 3.200 ton per hari.

“Tingkat utilisasi pabrik SSMS tercatat sekitar 65% pada tahun 2023, dengan 76% pasokan berasal dari kebun internal,” jelasnya.

Kedepannya, kontribusi pasokan internal diperkirakan akan meningkat seiring dengan masuknya lahan Region 3 milik SSMS ke fase produktif puncak, di mana usia pohon inti saat ini telah mencapai sekitar 10 tahun.

Dengan CAGR produksi tandan buah segar (TBS) internal sebesar 2,23% sepanjang 2020 hingga proyeksi tahun 2026, volume pasokan diperkirakan akan naik menjadi 1,84 juta ton pada akhir 2026. Hal ini akan meningkatkan kontribusi terhadap total TBS yang diproses menjadi 80–81%.

Aditya merekomendasikan beli untuk saham SSMS dengan target harga Rp 2.375 per saham.

Intip Saham-Saham yang Banyak Diburu Asing Kemarin, BBCA dan ANTM Mendominasi

Optimisme terhadap sektor CPO juga didukung oleh kebijakan pemerintah untuk melakukan transisi dari B35 ke B40 pada tahun 2025, yang diperkirakan akan meningkatkan permintaan domestik terhadap CPO.

“Risiko utama yang perlu diperhatikan mencakup fluktuasi harga CPO global, perubahan regulasi, serta potensi peningkatan biaya operasional yang dapat menekan margin laba,” tuturnya.

Analis Investindo Nusantara Sekuritas, Pandhu Dewanto, melihat bahwa selain dorongan dari harga CPO yang lebih tinggi, SSMS mencatat kenaikan pendapatan dan laba karena efisiensi operasional dan peningkatan produksi TBS.

Baca Juga :  Harga Emas Antam Anjlok Rp 38 Ribu Setelah Lebaran, Ini Penyebabnya!

“Data *yield* TBS Plasma meningkat dari 1,6 menjadi 3,1 ton per hektar, sementara *yield* inti sawit juga naik dari 5,4 ton per hektare menjadi 5,8 ton per hektare pada 3 bulan pertama tahun ini,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (8/5).

Utilisasi pabrik kedua emiten tersebut juga meningkat dan menghasilkan profit margin yang lebih baik. Semakin tinggi utilisasi, maka semakin besar produksi dengan biaya yang relatif sama.

“CBUT, yang berada dalam satu grup, seharusnya memiliki kondisi yang mirip dengan SSMS, di mana pendapatan yang lebih tinggi dan profit margin yang meningkat mendorong laba yang lebih besar,” katanya.

Meskipun hasil pada kuartal I 2025 terbilang bagus, namun sisa tahun 2025 diperkirakan akan menghadapi tantangan dari perlambatan ekonomi global. Pasar juga masih menunggu dampak dari perang tarif yang sejauh ini terpantau membuat harga komoditas bergerak melemah, termasuk CPO.

Bahkan, harga CPO mulai mendekati harga terendah tahun lalu. Namun, pada kuartal I, kondisi masih menguntungkan karena harga CPO sempat tinggi di atas MYR 5.000 per ton pada November 2024, sehingga penurunannya masih berada di level atas.

“Jika melihat harga CPO saat ini yang berada di kisaran MYR 3.700 – MYR 3.800 per ton, tentu perlu diantisipasi potensi profit margin yang lebih rendah,” ungkapnya.

Di sisi lain, lonjakan harga pupuk menjadi tantangan tambahan, karena berpotensi meningkatkan biaya produksi.

Program B40 mungkin dapat menjadi solusi karena akan mendorong permintaan dari dalam negeri. “Bahkan pemerintah sudah mulai berencana untuk meningkatkan program menjadi B50,” tuturnya.

Jika dilihat secara valuasi, baik dari price to book value (PBV) maupun price to earning ratio (PER), saat ini kedua saham berada di level yang relatif tinggi dibandingkan rata-rata industri.

Hal ini bisa menjadi indikasi optimisme pasar terhadap kinerja mereka yang bagus, namun tetap mengandung risiko jika ternyata mereka tidak dapat memenuhi ekspektasi yang tinggi.

Sebagai hasilnya, Pandhu merekomendasikan trading jangka pendek untuk saham SSMS dan CBUT dengan target harga masing-masing Rp 1.750 per saham dan Rp 1.250 per saham.

Praktisi Pasar Modal & Founder WH-Project, William Hartanto, melihat bahwa pergerakan saham SSMS berada di level support Rp 1.400 per saham dan Rp 1.730 – Rp 1.800 per saham, dengan tren sideways membentuk triangle pattern. William merekomendasikan buy on weakness untuk saham SSMS dengan target harga di Rp 1.730 – Rp 1.800 per saham.

Simak Rekomendasi Saham Pilihan dan Proyeksi IHSG untuk Hari Ini (8/5)

Berita Terkait

Dolar AS Stabil? Investor Cermati Arah Kebijakan The Fed Pasca FOMC
Wall Street Bergairah Menanti Kesepakatan AS-Inggris: Peluang Investasi?
Emiten Kawasan Industri Tertekan: Peluang Investasi Saham Masih Ada?
Strategi Jitu Anabatic Technologies Hadapi Tantangan Bisnis Saat Ini
IHSG Terjun Bebas: Analis Ungkap Penyebab, Proyeksi, dan Rekomendasi Saham Terbaru
Analis Ungkap Strategi Investasi Saham INTP di Tengah Lesunya Permintaan Semen
Rupiah Bergejolak: Cadev Merosot, Perang Dagang Picu Ketidakpastian Pasar
Saham Bank Besar Kompak Turun, Mandiri Terparah: Analisis Terbaru

Berita Terkait

Kamis, 8 Mei 2025 - 22:07 WIB

Dolar AS Stabil? Investor Cermati Arah Kebijakan The Fed Pasca FOMC

Kamis, 8 Mei 2025 - 21:39 WIB

Wall Street Bergairah Menanti Kesepakatan AS-Inggris: Peluang Investasi?

Kamis, 8 Mei 2025 - 20:55 WIB

Emiten Kawasan Industri Tertekan: Peluang Investasi Saham Masih Ada?

Kamis, 8 Mei 2025 - 19:27 WIB

Strategi Jitu Anabatic Technologies Hadapi Tantangan Bisnis Saat Ini

Kamis, 8 Mei 2025 - 19:23 WIB

IHSG Terjun Bebas: Analis Ungkap Penyebab, Proyeksi, dan Rekomendasi Saham Terbaru

Berita Terbaru

entertainment

Tom Cruise dan Ana de Armas: Cinta Lokasi Bersemi Lebih Dalam?

Kamis, 8 Mei 2025 - 21:59 WIB