Presiden Prabowo Pilih Hadiri SPIEF di Rusia Ketimbang KTT G7 di Kanada: Perkuat Posisi Nonblok Indonesia di Kancah Global
Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menjelaskan keputusannya untuk tidak menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Kanada yang dijadwalkan pada 15—17 Juni 2025. Prabowo menegaskan bahwa absennya bukan karena kurang menghormati G7, melainkan karena ia telah lebih dulu berkomitmen untuk hadir dalam Saint Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia, yang berlangsung pada Jumat, 20 Juni 2025. Komitmen inilah yang menjadi prioritas utama bagi kepala negara.
Dalam forum SPIEF 2025 di Rusia, seperti yang dipantau melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Prabowo Subianto menyampaikan inti dari kebijakan luar negeri Indonesia. Ia menegaskan bahwa Indonesia memilih jalur nonblok, bercita-cita untuk menjadi sahabat bagi semua negara. “Seribu teman, masih kurang. Satu musuh sudah terlalu banyak. Hanya melalui persahabatan dan kolaborasi, kita bisa mencapai kemakmuran,” ujar Presiden, menggarisbawahi filosofi diplomasi Indonesia.
Lebih lanjut, Presiden Prabowo menilai bahwa lanskap geopolitik global saat ini telah bergerak menuju multipolaritas, ditandai dengan munculnya koalisi negara-negara besar, menjauhi era unipolar yang didominasi oleh satu kekuatan. Ia mengamati bahwa banyak negara di kawasan Global South—yang umumnya dianggap sebagai negara berkembang—menaruh penghargaan tinggi terhadap Rusia dan Tiongkok. Persepsi ini muncul karena kedua negara tersebut dinilai tidak menganut standar ganda dan konsisten dalam membela keadilan bagi seluruh bangsa.
Menyikapi dinamika global tersebut, Prabowo Subianto menyatakan keseriusan pemerintah Indonesia untuk menjadi mitra yang baik dan kuat di panggung internasional. Dalam kesempatan itu, ia juga menyoroti capaian ekonomi Indonesia yang impresif, dengan pertumbuhan di semester pertama melampaui 5 persen. Dengan optimisme, Presiden memprediksi ekonomi Indonesia dapat mencapai 7 persen pada akhir tahun ini. Sebagai bagian dari visi pembangunan nasional, Prabowo turut menargetkan swasembada pangan dalam empat tahun ke depan, menjadikan Indonesia pengekspor beras dan jagung.
Sebagai pilar penting dalam mewujudkan ambisi ekonomi tersebut, pemerintah Indonesia membentuk Danantara, sebuah entitas dengan aset mencapai US$ 1.000 miliar. Danantara juga dibekali modal tunai sebesar US$ 18 miliar, setara dengan sekitar Rp 294,9 triliun (dengan asumsi kurs Rp 16.300 per dolar AS). Kendati memiliki sumber daya finansial yang besar, Prabowo menekankan bahwa Indonesia tidak mencari sumbangan, melainkan berorientasi pada kolaborasi dan kemitraan yang setara dengan berbagai negara.
Sebelum menyampaikan pidatonya di SPIEF 2025, Presiden Prabowo Subianto telah lebih dulu bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Istana Konstantinovsky, St. Petersburg, pada Kamis, 19 Juni 2025. Pertemuan bilateral tersebut menghasilkan beberapa Nota Kesepahaman penting, salah satunya terkait kerja sama antara Danantara dengan Joint Stock Company “Management Company of Russian Direct Investment Fund”.
SPIEF 2025 sendiri merupakan forum ekonomi bergengsi yang dihadiri oleh sejumlah pemimpin dan tokoh penting dunia, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin, Pangeran Nasser bin Hamad Al-Khalifa dari Bahrain, Wakil Perdana Menteri China Ding Xuexiang, dan Wakil Presiden Afrika Selatan Paul Mashatile. Forum ini juga menjadi wadah berkumpulnya para pelaku bisnis, masyarakat sipil, akademisi, lembaga think tank di bidang ekonomi dan bisnis, serta media dari berbagai negara. Kunjungan Prabowo Subianto ke St. Petersburg, yang berlangsung dari 18 hingga 20 Juni 2025, menandai lawatan resmi pertamanya ke luar negeri setelah ia resmi menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.