JAKARTA, RAGAMUTAMA.COM – Sebuah pengungkapan signifikan dilakukan oleh Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya, dengan penangkapan dua individu, SP dan YCF alias M, yang terlibat dalam sindikat perdagangan saham dan investasi crypto fiktif lintas negara, yang menghubungkan Indonesia dan Malaysia.
Operasi ilegal ini dijalankan dengan menggunakan platform yang dikenal sebagai Morgan Asset Group LTD.
Penangkapan tersebut merupakan tindak lanjut dari Laporan Polisi Nomor LP/B/1061/II/2025/SPKT/Polda Metro Jaya yang diajukan pada tanggal 14 Februari 2025 oleh seorang korban dengan inisial ANS.
Akibat penipuan ini, ANS mengalami kerugian finansial yang substansial, mencapai Rp 1,4 miliar. Lebih lanjut, total kerugian yang diderita oleh seluruh korban dalam kasus ini diperkirakan mencapai angka yang mencengangkan, yaitu belasan miliar rupiah.
Dari SP, seorang Warga Negara Indonesia (WNI), pihak kepolisian berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk paspor Indonesia, KTP Sumatera Utara, KTP Jakarta, SIM A, dan SIM C. Selain itu, ditemukan pula dua NPWP atas nama SP dan PT Mayou Creative Indonesia, masing-masing satu kartu debit dari BCA, BRI, dan Mandiri, serta sejumlah uang tunai sebesar 91 Ringgit Malaysia.
Tim penyidik juga mengamankan bukti digital berupa 17 unit ponsel Redmi A3 lengkap dengan kotaknya, yang dipersiapkan untuk keperluan pembuatan internet dan mobile banking bagi PT fiktif yang rencananya akan dikirim ke Malaysia. Turut disita tujuh kotak kosong ponsel Redmi A3 yang sudah terkirim ke Malaysia, dua ponsel Oppo A71 dan F5, sebuah iPad Mini, sebuah Samsung Tab A9+ 5G, dan 17 kartu SIM Telkomsel yang digunakan untuk mendirikan PT fiktif.
“Barang bukti surat atau dokumen meliputi dokumen akta pendirian sejumlah PT fiktif, surat keterangan domisili, dan dokumen penerimaan token rekening bank atas nama sejumlah PT fiktif,” jelas Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, Kombes Pol Roberto Pasaribu, pada hari Jumat (2/5/2025).
Sementara itu, dari YCF, yang merupakan warga negara asing (WNA) asal Malaysia, petugas menyita sejumlah barang bukti seperti paspor Malaysia atas nama YCF, SIM Malaysia, KTP Malaysia, dokumen keimigrasian lintas negara Malaysia, sebuah kartu ATM Bank Mandiri atas nama M, serta masing-masing satu kartu ATM Maybank, Muamalat, OCBC atas nama M, dan sebuah token Bank Danamon.
Selain itu, pihak berwajib juga menyita satu BB Gadget, sebuah kartu SIM, satu ponsel ZTE, sebuah iPhone 7, 20 kartu SIM dengan berbagai nomor, serta sebuah modem router ZTE.
Tak hanya itu, polisi juga berhasil mengamankan beberapa dokumen dan uang tunai, di antaranya: akta pendirian PT Bali Balangan Group Indonesia dan PT Remedi Niaga Internasional; satu surat pembukaan giro Bank BNI untuk PT Asia Karya Bahari; dan satu buku catatan yang berisi informasi detail mengenai PT yang dibuat oleh tersangka.
Kemudian, ditemukan pula satu bundel kartu nama perusahaan RMD Internasional SDN BHD atas nama M; dua lembar kwitansi pembelian ponsel; dua lembar kwitansi sewa apartemen; satu kwitansi pembelian SIM card; satu kwitansi pembelian materai; serta uang tunai sebesar 713 Ringgit Malaysia dan Rp 337.000.
Kronologi kasus
Kasus ini bermula dari ketertarikan ANS pada penawaran perdagangan saham bursa luar negeri yang dipromosikan oleh seseorang melalui platform Facebook. Pelaku menjanjikan keuntungan yang tampak realistis.
Semua transaksi dilakukan melalui aplikasi Morgan Asset Group LTD.
Namun, pemberian keuntungan awal tersebut ternyata merupakan taktik untuk meyakinkan korban agar menginvestasikan modal yang lebih besar. Korban kemudian dibujuk untuk berinvestasi di bursa saham India dengan janji keuntungan sebesar 150 persen.
“Di sinilah kelompok pelaku ini menyalahgunakan teknologi informasi. Istilahnya grooming, untuk mempengaruhi korban agar mengikuti arahan pelaku,” jelas Roberto.
Melalui aplikasi Morgan Asset Group LTD, pelaku menawarkan perdagangan saham luar negeri yang meniru aktivitas di bursa internasional yang sebenarnya.
“Jadi, nilai (saham) yang ditampilkan sangat mirip dengan yang ada di bursa internasional. Mereka sebenarnya melakukan perdagangan saham yang palsu, termasuk juga crypto,” tambahnya.
Namun, ketika ANS berupaya menarik keuntungannya, ia mendapati bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan. Pada saat itulah ANS menyadari bahwa ia telah menjadi korban online scamming, dan bahwa Morgan Asset Group LTD hanyalah aplikasi palsu yang dibuat oleh para pelaku.
Perusahaan cangkang
Dalam menjalankan aksi penipuannya, para pelaku melakukan berbagai cara untuk meyakinkan korban agar bersedia membeli saham melalui Morgan Asset Group LTD.
Salah satu cara yang digunakan oleh SP adalah dengan mendirikan sejumlah perusahaan cangkang yang kemudian didaftarkan ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU).
“Mereka membuat perusahaan cangkang. Ini sebenarnya perusahaan resmi yang terdaftar secara hukum di Ditjen AHU, tetapi seluruh pemilik dan direksinya adalah fiktif,” ungkap Roberto.
“Jadi, mereka hanya meminjam nama-nama orang untuk melakukan aktivitas penerimaan dan penyaluran uang yang masuk ke rekening perusahaan,” lanjutnya.
Beberapa nama perusahaan cangkang yang digunakan adalah PT Multi Serba Jadi, PT Multi Jaya Internasional, PT Putra Royal Delima, PT Samudera Djaya Internasional, PT Dipo Samudera Internasional, PT Mayou Creative Indonesia, PT Asia Karya Albahari, dan PT Putra Noesa Djaya.
Sementara itu, perusahaan yang proses administrasinya belum selesai adalah PT Star Jaya Internasional, PT Atlantik Jaya Internasional, PT Nusa Pala International, dan PT Halim Shentosa Internasional.
Selain itu, sindikat ini juga memanfaatkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk berinteraksi dengan korban dan memberikan kesan meyakinkan.
“Korban diyakinkan dengan pengajaran yang diberikan. Ada seseorang yang direkam secara video, atau yang kami duga adalah teknologi artificial intelligence (AI),” kata Roberto.
“Sebenarnya itu bukan wajah yang nyata, tetapi dibuat seolah-olah bisa berbicara langsung,” tambahnya.
Banyak korban
Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa ANS bukanlah satu-satunya korban. Dalam beberapa waktu terakhir, Polda Metro Jaya telah menerima tiga laporan dengan modus kejahatan yang serupa.
“Selain itu, ada tiga laporan dari jajaran polres, sehingga totalnya menjadi enam laporan. Kemudian, ada juga satu laporan polisi di Polda Jawa Timur dan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta,” ujar Roberto.
Dari seluruh laporan yang ada, total kerugian yang dialami oleh para korban sejauh ini mencapai Rp 18,3 miliar.
“Ini adalah jumlah yang sudah teridentifikasi berdasarkan daftar perusahaan yang rekeningnya digunakan. Tercatat total kerugian sebesar Rp 18,3 miliar,” pungkasnya.