Saham SIDO Anjlok ke Harga Terendah dalam Setahun: Mengapa Investor Khawatir Meski Fundamental Tetap Solid?
Ragamutama.com, JAKARTA – Saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) baru-baru ini mencatat pelemahan signifikan, tergelincir ke titik terendah dalam satu tahun terakhir. Pada perdagangan Kamis (5/6), harga *saham SIDO* ditutup pada level Rp 515 per *saham*, menandai pelemahan drastis sebesar 31,79% dalam kurun waktu setahun.
Tren penurunan *harga saham SIDO* ini, menurut analis Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, bukan semata-mata disebabkan oleh efek teknikal pembagian dividen. Ekky menggarisbawahi bahwa tekanan harga lebih banyak dipengaruhi oleh kekhawatiran *investor* terhadap prospek fundamental jangka panjang perusahaan. “Tren penurunan *saham SIDO* sejatinya sudah terjadi cukup lama, bahkan sebelum pembagian dividen,” ujarnya kepada Kontan pada tanggal 5 Juni.
Ekky menjelaskan bahwa sebagian *investor* kemungkinan telah melakukan aksi jual karena persepsi melambatnya prospek pertumbuhan *SIDO*. Namun, ia juga menilai bahwa *penurunan harga saham SIDO* dalam beberapa bulan terakhir cenderung merupakan bentuk *overreaction*, terutama jika melihat fundamental perusahaan yang sebenarnya masih sangat solid.
Secara valuasi, *saham SIDO* saat ini diperdagangkan dengan Price to Earnings Ratio (PER) 13,07 dan Price to Book Value (PBV) 4,39. Angka ini masih tergolong wajar bila dibandingkan rata-rata industri *farmasi* yang tercatat pada PER 17,77 dan PBV 2,83. Lebih lanjut, Ekky menegaskan bahwa *PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk* tetap menunjukkan kinerja keuangan yang sehat dengan Return on Equity (ROE) sebesar 25,12% dan Net Profit Margin (NPM) mencapai 29,52%.
Jika dibandingkan dengan emiten *farmasi* lain seperti PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Indofarma Tbk (INAF), atau PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC), *kinerja SIDO* dinilai Ekky lebih stabil. Kendati demikian, karakter *saham SIDO* yang defensif dan reputasinya sebagai *saham dividen tinggi* justru membuat ekspektasi pasar terhadapnya cenderung sangat tinggi. Fenomena ini diperparah oleh tren pasar saat ini, di mana beberapa emiten *farmasi* lain mulai menunjukkan pemulihan *harga saham* berkat sentimen pascapandemi atau perbaikan operasional. Ekky menambahkan, “Hal ini menandakan bahwa *investor* sedang melakukan rotasi portofolio ke saham-saham *growth* yang memiliki valuasi lebih menarik atau potensi *rebound* lebih cepat.”
Dalam pandangan Ekky, *saham dividen tinggi* seperti *SIDO* memang lebih rentan ditinggalkan ketika pasar sedang bergairah dan lebih menyukai sektor dengan potensi *upside* yang besar, seperti perbankan dan energi. Namun, bagi *investor* dengan pendekatan *defensive yield play*, *SIDO* tetap menarik untuk strategi *investasi saham* jangka menengah hingga panjang. Mengenai *prospek SIDO* untuk 12 bulan ke depan, Ekky mengindikasikan outlook yang moderat. Potensi pertumbuhan *PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk* bisa datang dari peluncuran produk baru, ekspansi ekspor, dan pemulihan daya beli masyarakat. Meski begitu, belum ada katalis besar yang diperkirakan dapat mengubah arah tren *harga saham SIDO* secara signifikan dalam waktu dekat.
Ekky menyimpulkan analisisnya dengan memberikan rating *neutral* untuk *saham SIDO*, dengan estimasi *fair value* di kisaran Rp 550 hingga Rp 600 per *saham*. “Dari harga saat ini yang berada di sekitar Rp 500,” katanya, “masih ada ruang *rebound*, tapi disarankan menunggu sinyal stabilisasi sebelum melakukan akumulasi.”