Sebagai Resapan Air, Gubernur Dedi Mulyadi Tegaskan Evaluasi Alih Fungsi Lahan di Puncak Bogor

Avatar photo

- Penulis

Rabu, 5 Maret 2025 - 10:09 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gubernur Jawa Barat terpilih Dedi Mulyadi  (dok. dedimulyadi71)

Gubernur Jawa Barat terpilih Dedi Mulyadi (dok. dedimulyadi71)

RAGAMUTAMA.COM – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengumumkan bahwa pemerintah provinsi akan segera mengevaluasi keberadaan bangunan dan sarana rekreasi di Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor.

Keputusan ini diambil setelah banjir bandang melanda Kabupaten Bogor, yang diduga terjadi akibat berkurangnya area resapan air karena alih fungsi lahan yang tidak terkendali.

Dedi menyatakan bahwa Kawasan Puncak harus kembali kepada fungsi awalnya, yaitu sebagai daerah resapan air yang melindungi ekosistem dan mencegah bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.

Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers pada 3 Maret 2025, di mana ia juga menyinggung peran BUMD Jabar dalam pengelolaan objek wisata di kawasan tersebut.

“Alih fungsi lahan yang masif di Puncak telah mengurangi kapasitas tanah dalam menyerap air hujan. Jika ini tidak dikendalikan, bencana seperti banjir bandang akan terus berulang. Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut keselamatan warga,” ujar Dedi.

Banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Bogor sehari sebelumnya menyebabkan kerusakan infrastruktur, meluapnya sungai, serta gangguan aktivitas masyarakat.

Wilayah terdampak terbesar berada di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, di mana air dari hulu membawa material lumpur dan puing-puing yang memperparah situasi.

Dedi menyebut bahwa salah satu penyebab utama banjir ini adalah tersumbatnya aliran sungai akibat kubah bangunan yang jatuh, yang diduga berasal dari salah satu objek wisata yang dikelola oleh BUMD Jabar, Jaswita.

“Ada Jaswita yang membangun sarana rekreasi di Puncak. Dari keterangan Bupati Bogor, salah satu kubah bangunannya jatuh ke sungai dan menyumbat aliran air, menyebabkan luapan besar,” ungkapnya.

Baca Juga :  Dedi Mulyadi Perintahkan PSDA Kerahkan 4 Ponton Bersihkan Sungai Citarum

Selain itu, faktor-faktor lain yang memperparah banjir di Bogor meliputi:

  1. Curah hujan ekstrem yang berlangsung selama beberapa hari terakhir.
  2. Alih fungsi lahan secara masif, mengurangi vegetasi alami yang berperan dalam menahan air hujan.
  3. Kurangnya pengawasan terhadap izin pembangunan di kawasan konservasi Puncak.
  4. Meningkatnya pembangunan vila dan resor tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan.

Seorang ahli lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup menyebut bahwa kerusakan daerah resapan air di Puncak telah mencapai tingkat kritis, di mana degradasi hutan dan konversi lahan hijau menjadi area komersial membuat tanah tidak mampu menyerap air secara maksimal.

“Puncak harus tetap berfungsi sebagai zona konservasi dan daerah tangkapan air. Jika tidak segera direstorasi, bencana hidrometeorologi akan terus meningkat dalam skala yang lebih besar,” jelasnya.

Pemerintah Akan Lakukan Inspeksi Lapangan dan Evaluasi Izin Bangunan

Untuk menindaklanjuti krisis ini, Gubernur Dedi Mulyadi bersama Menteri Lingkungan Hidup akan melakukan inspeksi langsung ke Kawasan Puncak pada Kamis mendatang. Inspeksi ini bertujuan untuk:

  • Menilai dampak lingkungan dari pembangunan yang ada di Puncak.
  • Mengevaluasi izin bangunan yang berpotensi mengganggu ekosistem alami kawasan tersebut.
  • Menentukan langkah-langkah strategis untuk memulihkan kembali fungsi resapan air.

“Mana yang lebih penting, keselamatan warga atau sekadar kesenangan beberapa orang saja? Keselamatan warga jauh lebih berharga dari pembangunan yang merusak lingkungan,” tegas Dedi.

Banjir bandang ini kembali menegaskan kerentanan Kawasan Puncak terhadap bencana hidrometeorologi, terutama akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali.

Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengambil langkah tegas untuk mengembalikan Puncak ke fungsi alaminya sebagai kawasan konservasi dan resapan air.

Baca Juga :  Modifikasi Cuaca di Jawa Barat, Strategi Dedi Mulyadi dan BMKG untuk Cegah Banjir

Beberapa solusi jangka panjang yang dapat dilakukan antara lain:

1. Penegakan Regulasi dan Pengawasan Ketat terhadap Pembangunan

  • Pemberian izin bangunan di Puncak harus dievaluasi kembali dan disesuaikan dengan tata ruang yang mengutamakan keberlanjutan lingkungan.
  • Pemerintah daerah harus memperketat aturan agar tidak ada lagi pembangunan ilegal di area konservasi.

2. Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang Rusak

  • Pemerintah harus melakukan reforestasi atau penanaman kembali pohon di lahan-lahan yang telah dialihfungsikan.
  • Restorasi daerah aliran sungai (DAS) perlu dilakukan untuk mengurangi erosi dan meningkatkan daya serap air tanah.

3. Penguatan Infrastruktur Pengendalian Banjir

  • Pembangunan embung dan bendungan kecil di wilayah hulu dapat membantu menahan limpasan air hujan.
  • Normalisasi sungai dan peningkatan kapasitas drainase di wilayah terdampak harus menjadi prioritas.

4. Edukasi dan Kesadaran Masyarakat

  • Warga setempat dan pemilik usaha di Puncak harus diberikan edukasi tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem.
  • Kampanye kesadaran lingkungan harus diperkuat, termasuk program penghijauan berbasis komunitas.

Banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Bogor menjadi peringatan keras tentang dampak dari alih fungsi lahan yang tidak terkendali.

Puncak harus dikembalikan ke fungsinya sebagai daerah konservasi dan resapan air, bukan sekadar kawasan wisata yang terus dieksploitasi tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan.

Dengan langkah evaluasi yang akan dilakukan oleh Gubernur Dedi Mulyadi dan Menteri Lingkungan Hidup, diharapkan akan ada kebijakan konkret untuk menata ulang pembangunan di Puncak agar lebih berkelanjutan dan tidak menimbulkan bencana di kemudian hari.

Berita Terkait

Upaya Penghijauan di Subang dan Purwakarta: Ribuan Pohon Ditanam untuk Mitigasi Bencana Cuaca Ekstrem
Banjir Melanda Rancaekek, Ribuan Rumah Terendam Akibat Meluapnya Sungai Citarik, Cimande, dan Cikeruh
Rano Karno Tegaskan Tindakan Tegas Terhadap Aksi Premanisme Pengumpulan THR
Gempa Bima NTB, Guncangan Magnitudo 3,1 Terjadi di Barat Laut
Lomba Ogoh-ogoh di Puspem Badung Menyebabkan Kemacetan Parah, Dishub Sebut Perlu Evaluasi Pelaksanaan
Puncak Arus Mudik Bali Diperkirakan 23 Maret 2025, Pelabuhan Gilimanuk Ditutup 29 Maret
3 Karyawan PT Adira Diduga Tewas Tenggelam di Kolam Limbah Pabrik di Cimanggung Sumedang
BMKG Waspadai Risiko Tsunami di Sekitar Bandara NYIA Kulonprogo saat Arus Mudik Lebaran 2025
Tag :

Berita Terkait

Minggu, 16 Maret 2025 - 19:32 WIB

Upaya Penghijauan di Subang dan Purwakarta: Ribuan Pohon Ditanam untuk Mitigasi Bencana Cuaca Ekstrem

Minggu, 16 Maret 2025 - 19:29 WIB

Banjir Melanda Rancaekek, Ribuan Rumah Terendam Akibat Meluapnya Sungai Citarik, Cimande, dan Cikeruh

Minggu, 16 Maret 2025 - 19:23 WIB

Rano Karno Tegaskan Tindakan Tegas Terhadap Aksi Premanisme Pengumpulan THR

Minggu, 16 Maret 2025 - 19:21 WIB

Gempa Bima NTB, Guncangan Magnitudo 3,1 Terjadi di Barat Laut

Minggu, 16 Maret 2025 - 19:11 WIB

Lomba Ogoh-ogoh di Puspem Badung Menyebabkan Kemacetan Parah, Dishub Sebut Perlu Evaluasi Pelaksanaan

Berita Terbaru