Getaran kuat melanda wilayah Sarmi, Papua, pada Selasa, 12 Agustus, pukul 15.24.24 WIB, ketika gempa bumi bermagnitudo 6,3 mengguncang. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) segera memastikan bahwa gempa ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami.
Berdasarkan analisis terkini dari BMKG, episenter gempa bumi ini teridentifikasi pada koordinat 2.21° Lintang Selatan dan 138,91° Bujur Timur. Lokasinya yang strategis berada di darat, sekitar 43 kilometer arah tenggara kota Sarmi, Papua, dengan kedalaman pusat gempa mencapai 38 kilometer.
Gempabumi Dangkal
Dengan memperhatikan karakteristik lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya yang relatif dangkal, BMKG menjelaskan bahwa gempa ini termasuk dalam kategori gempabumi dangkal. Peristiwa seismik ini diakibatkan oleh aktivitas tektonik pada Jalur Anjak Mamberamo atau yang dikenal sebagai Mamberamo Thrust Belt. Lebih lanjut, Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG, Dr. Daryono, mengonfirmasi bahwa “hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault)”.
Dampak getaran gempa bumi dirasakan bervariasi di beberapa wilayah. Di Sarmi, intensitas guncangan mencapai skala IV-V MMI (Modifikasi Mercalli Intensity), yang berarti getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk dan cukup kuat untuk membuat banyak orang terbangun dari tidurnya. Sementara itu, di wilayah lain seperti Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Wamena, guncangan tercatat pada skala intensitas II-III MMI. Di daerah-daerah ini, getaran dirasakan nyata di dalam rumah, seringkali diibaratkan seperti sensasi truk besar yang melintas.
Laporan awal dari masyarakat mengindikasikan bahwa gempa bumi ini telah menimbulkan kerusakan di beberapa area di Sarmi. Meskipun demikian, Dr. Daryono kembali menegaskan, “Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempabumi ini tidak berpotensi tsunami,” memberikan kepastian kepada publik terkait ancaman gelombang laut.
Hingga pukul 15.50 WIB, pasca guncangan utama, BMKG terus memantau aktivitas seismik di wilayah tersebut. Tercatat adanya empat kali gempabumi susulan (aftershock), dengan kekuatan terbesar mencapai magnitudo 4,1, menandakan stabilisasi aktivitas tektonik di area terdampak.