RAGAMUTAMA.COM – JAKARTA. Dua saham emiten Tanah Air, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) dan PT Daaz Bara Lestari Tbk (DAAZ), resmi akan bergabung dalam konstituen FTSE Global Equity Index Series mulai Juni 2025. Namun, alih-alih menguat setelah kabar baik ini, harga kedua saham tersebut justru menunjukkan tren pelemahan. Fenomena ini memunculkan pertanyaan krusial di kalangan investor: apakah ini saat yang tepat untuk mengakumulasi atau justru melepas saham-saham tersebut?
Pengumuman dari FTSE Russell mengenai hasil tinjauan kuartalan untuk FTSE Global Equity Index Series edisi Juni 2025 menjadi sorotan utama. Dalam pembaruan tersebut, AADI dan DAAZ dipastikan masuk sebagai anggota indeks bergengsi ini, yang berlaku efektif pada 23 Juni 2025 mendatang. AADI akan tercatat dalam kategori *small cap* (kapitalisasi pasar kecil), sementara DAAZ masuk dalam kelompok *micro cap* (kapitalisasi pasar sangat kecil). Perlu dicatat, tinjauan indeks FTSE kali ini tidak menunjukkan perubahan pada kategori *large cap* maupun *mid cap* untuk saham-saham asal Indonesia.
Paradoks pasar terlihat jelas pada kinerja harga saham AADI dan DAAZ belakangan ini. Pada perdagangan awal bulan, Senin (2/6), harga saham DAAZ ditutup pada level Rp 4.220, turun 90 poin atau 2,09% dari hari sebelumnya. Sejak awal tahun 2025, saham DAAZ telah terakumulasi melemah 610 poin atau 12,63%. Nasib serupa dialami saham AADI, yang pada Senin (2/6) ditutup di level Rp 7.100, terkoreksi 125 poin atau 1,73%. Secara akumulatif sejak awal tahun 2025, harga saham AADI bahkan anjlok 1.125 poin atau 13,68%.
Penelusuran lebih lanjut pada kinerja keuangan terbaru kedua emiten ini memberikan gambaran yang beragam. AADI mencatatkan penurunan pendapatan usaha sebesar 11,45% secara *year on year* (yoy) pada kuartal I-2025, menjadi US$ 1,16 miliar dibandingkan US$ 1,31 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Mayoritas pendapatan AADI berasal dari segmen pertambangan dan perdagangan batubara senilai US$ 1,11 miliar, diikuti oleh segmen logistik sebesar US$ 131,15 juta. Imbasnya, laba bersih AADI yang dapat diatribusikan kepada entitas induk anjlok 29,19% yoy menjadi US$ 196 juta.
Berbeda dengan AADI, DAAZ justru menunjukkan performa keuangan yang impresif. Pada kuartal I 2025, pendapatan DAAZ melonjak 58,63% menjadi Rp 3,08 triliun. Kenaikan signifikan ini didorong oleh peningkatan volume dan nilai penjualan di seluruh lini bisnis perseroan, meliputi perdagangan bijih nikel, batubara, dan bahan bakar, serta jasa angkutan laut dan pertambangan. Peningkatan pendapatan tersebut secara langsung mendongkrak tingkat profitabilitas DAAZ, dengan laba bersih yang melesat 46,62% mencapai Rp 133,83 miliar, dibandingkan Rp 91,28 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Rekomendasi Saham dan Analisis Valuasi
Menyikapi fluktuasi harga saham di tengah berita positif ini, *Head of Equity Research* Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas, memberikan pandangannya. Meskipun kinerja keuangan AADI pada kuartal I 2025 mengalami penurunan, harga saham AADI justru sempat menunjukkan tren peningkatan yang signifikan setelah mencapai titik terendah di level Rp 5.750 pada 8 April 2025.
Berdasarkan perhitungan Sukarno, valuasi saham AADI masih tergolong *undervalue* karena *price earning ratio* (PER) yang berada di bawah 15x. Dengan analisis ini, Kiwoom Sekuritas merekomendasikan *trading buy* untuk saham AADI, dengan target harga Rp 7.500 – Rp 8.000 per saham dan patokan *support* di level Rp 6.650. Rekomendasi ini tentu memberikan petunjuk bagi investor yang tengah menimbang-nimbang langkah terbaik di tengah dinamika pasar saham AADI dan DAAZ menjelang efektifnya masuk indeks global.