Prospek Saham Konsumen Non Primer: Tertekan Kini, Bangkit Menanti Peluang Pemulihan dan Rekomendasi Pilihan
JAKARTA – Sektor saham konsumen non primer, atau *consumer cyclicals*, telah menghadapi tekanan signifikan sepanjang tahun berjalan. Meskipun demikian, secercah harapan pemulihan mulai terlihat seiring ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dan perbaikan kondisi makroekonomi domestik. Potensi kebangkitan sektor ini membuka peluang menarik bagi investor yang jeli.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, sektor konsumen non primer menjadi yang paling tertekan, mengalami koreksi kinerja sebesar 12,14% sejak awal tahun (year to date/YTD). VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menjelaskan bahwa koreksi ini dipicu oleh beberapa faktor. Perlambatan pertumbuhan kinerja keuangan seiring sentimen kenaikan indeks dolar, ditambah dengan menurunnya daya beli masyarakat yang terlihat dari deflasi dalam 25 tahun terakhir di tengah pengetatan kebijakan moneter, menjadi penyebab utamanya.
Selain itu, rotasi sektoral yang defensif dari institusi dan investor asing juga memperburuk kondisi. Hal ini memicu arus keluar (*capital outflow*) dari sektor konsumen non primer secara keseluruhan sepanjang tahun. Terbukti, beberapa emiten besar di sektor ini mengalami arus keluar modal yang substansial, seperti PT Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI) sebesar Rp 515 miliar, PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) sebesar Rp 58 miliar, dan PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) sebesar Rp 22 miliar.
Meski demikian, Oktavianus Audi optimistis terhadap prospek perbaikan kinerja sektor konsumen non primer ke depan. Pandangan ini didasarkan pada potensi perubahan kebijakan The Fed yang lebih *dovish* hingga Desember 2025. Selain itu, stabilitas ekonomi makro dalam negeri diperkirakan berlanjut, dengan pertumbuhan PDB yang berpotensi kembali menyentuh 5%. Stabilitas rupiah di bawah Rp 16.400 per dolar AS, seiring kekhawatiran utang AS, juga akan mendorong rotasi sektoral ke dalam konstituen *cyclical*, termasuk sektor konsumen. Dukungan tambahan datang dari program insentif pemerintah, seperti diskon tarif listrik 50% selama Juni dan Juli 2025 untuk 79,3 juta rumah tangga, yang diperkirakan akan meningkatkan konsumsi pada kebutuhan non primer.
Dengan mempertimbangkan tekanan yang masih terjadi, Kiwoom Sekuritas mempertahankan pandangan netral terhadap sektor konsumen non primer. Namun, Oktavianus tetap menyoroti beberapa saham menarik, di antaranya PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) dan MAPI, dengan target harga masing-masing Rp 2.480 dan Rp 1.700.
Senada dengan Kiwoom, Equity Analyst OCBC Sekuritas, Jessica Leonardy, juga melihat prospek positif pada saham MAPI. Valuasi MAPI dinilai masih atraktif di tengah proyeksi pertumbuhan yang solid dan portofolio merek yang terdiversifikasi, sehingga OCBC Sekuritas memberikan rating *buy* dengan target harga Rp 1.800. Jessica menjelaskan bahwa segmen *active* diperkirakan tetap menjadi motor utama pertumbuhan MAPI, didukung oleh meningkatnya minat masyarakat terhadap gaya hidup sehat dan aktif, khususnya di kalangan Gen Z dan milenial. MAPI sendiri menargetkan pembukaan 450 toko MAPA baru sepanjang 2025, mayoritas di pasar domestik, dan terus memperluas portofolio merek premium dengan membawa label internasional seperti Chloé, Christian Louboutin, dan Pazzion. Kontribusi penjualan di pasar internasional juga menunjukkan peningkatan, mencapai 17,7% dari total pendapatan pada kuartal I 2025. Untuk tahun ini, pendapatan MAPI diproyeksikan naik 8,2% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 40,95 triliun, dengan laba bersih tumbuh 12,7% yoy mencapai Rp 1,99 triliun, sementara margin laba kotor dan EBIT diperkirakan stabil di kisaran 42,7% dan 9,1%.
Tidak hanya itu, Analis Bahana Sekuritas, Laras Nadira, juga melihat prospek menarik pada saham PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) dan PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI). AMRT dinilai memiliki posisi yang lebih defensif dibandingkan emiten *fast-moving consumer goods* (FMCG) lainnya karena kemampuannya menjangkau konsumen dengan daya beli rendah. Strategi ekspansi yang terukur dan efisiensi biaya yang terjaga turut mendorong prospek pengelola jaringan ritel Alfamart ini.
Sementara itu, untuk MIDI, keputusan perseroan keluar dari bisnis Lawson dianggap sebagai langkah strategis yang memperkuat fokus pada jaringan Alfamidi sebagai inti bisnis yang lebih menguntungkan dan *scalable*. Selain itu, margin laba kotor MIDI berhasil ditekan ke level 22,7% dari 23,3% pada kuartal I 2024. Penurunan ini terjadi meskipun perusahaan tengah melakukan relokasi dua gudang besar di wilayah luar Jawa, yang diproyeksikan akan menopang distribusi ke lebih dari 200 gerai. Bahana Sekuritas pun menaikkan target laba bersih MIDI untuk tahun 2025 menjadi Rp 758,8 miliar, atau naik 25% dari proyeksi sebelumnya, dengan estimasi laba per saham (EPS) tahun ini disesuaikan naik menjadi Rp 22,7. Dengan demikian, target harga saham MIDI ikut dinaikkan menjadi Rp 500 dari sebelumnya Rp 400, dengan rekomendasi tetap *buy*.
Secara keseluruhan, meskipun kinerja saham sektor *consumer cyclical* saat ini masih tertekan, ekspektasi perubahan kebijakan moneter global dan perbaikan kondisi makroekonomi domestik memberikan harapan pemulihan yang signifikan. Dengan rekomendasi saham-saham pilihan dari para analis, investor dapat mulai mempertimbangkan peluang di sektor ini saat suku bunga cenderung rendah, memposisikan diri untuk meraih potensi keuntungan di masa mendatang.