Saham Lapis Kedua: Peluang Cuan di Balik Kinerja IHSG?

Avatar photo

- Penulis

Jumat, 30 Mei 2025 - 16:50 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Saham Lapis Kedua Unjuk Gigi: Mampukah Mengalahkan Saham Raksasa di Tengah Penguatan IHSG?

Jakarta, Ragamutama.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus menunjukkan taji dalam beberapa waktu terakhir, membuka peluang menarik bagi saham lapis kedua. Per akhir perdagangan Rabu (28/5), IHSG bertengger nyaman di level 7.175, mencatatkan kenaikan impresif sebesar 7,44% dalam sebulan terakhir dan 1,35% sejak awal tahun (year-to-date/YTD).

Namun, bagaimana dengan kinerja indeks yang menjadi rumah bagi saham-saham *second liner*? Ternyata, situasinya tidak sepenuhnya selaras. IDX SMC Composite berhasil naik 1,64% YTD per 28 Mei 2025, sementara IDX SMC Liquid justru terkoreksi tipis 0,17% YTD. Mengapa bisa demikian?

Menurut Indy Naila, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, perbedaan kinerja ini mencerminkan pandangan pasar yang berbeda terhadap emiten-emiten yang menjadi konstituen kedua indeks tersebut. Pasar terlihat lebih antusias terhadap prospek kinerja emiten yang tergabung dalam IDX SMC Composite, terutama yang memiliki eksposur ke sektor komoditas dan ritel.

“Ada optimisme terhadap pertumbuhan fundamental kinerja IDX SMC Composite ke depan, terutama ke eksposur beberapa sektor seperti komoditas atau rite,” jelas Indy.

Sebaliknya, pergerakan saham-saham di IDX SMC Liquid cenderung lebih didorong oleh aksi *profit taking* oleh para investor. “Beberapa investor institusi juga memilih rotasi ke saham-saham *big caps* atau *growth*,” tambahnya.

Oktavianus Audi, VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, menyoroti dua faktor utama yang menyebabkan perbedaan kinerja antara IDX SMC Liquid dan IDX SMC Composite. Pertama, bobot masing-masing konstituen terhadap indeks secara keseluruhan. “Hal ini menyebabkan pergerakan IDX SMC Liquid lebih sensitif,” ungkapnya. Kedua, penopang indeks yang beragam dan tematik. Sebagai contoh, kinerja emiten konstituen IDX SMC Composite didukung oleh sektor teknologi, barang baku, dan perbankan.

Audi mencontohkan beberapa saham yang mencatatkan kenaikan signifikan, seperti PT PAM Mineral Tbk (NICL) yang melonjak 440,38% YTD, PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) naik 390,24% YTD, PT Bank Permata Tbk (BNLI) melesat 157,14% YTD, dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) tumbuh 103,93% YTD.

Baca Juga :  Bank BJB Bagikan Dividen Jumbo Rp 85 Per Saham: Cek Jadwalnya!

Di sisi lain, emiten konstituen IDX SMC Composite lebih banyak didominasi oleh sektor barang baku, energi, dan infrastruktur. Sebut saja ANTM, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang naik 44,39% YTD, PT PP Tbk (PTPP) 35,12% YTD, dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) naik 25,47% YTD.

Indy menambahkan bahwa saham lapis kedua cenderung memiliki volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan saham *big caps* karena kapitalisasi pasarnya yang lebih kecil dan volume perdagangan yang lebih rendah.

Ke depan, sentimen yang akan menggerakkan emiten lapis dua berasal dari ekspektasi pemulihan ekonomi, insentif pemerintah untuk sektor-sektor tertentu, dan kinerja keuangan masing-masing emiten. “Jika IHSG bisa makin kuat ke depan, saham-saham fundamental kuat juga akan berpotensi naik juga, baik dari sisi profitabilitas maupun likuiditas,” ujar Indy. Namun, ia mengingatkan bahwa likuiditas saham emiten lapis dua bisa ikut tertekan jika IHSG mengalami penurunan.

Indy memprediksi bahwa emiten lapis kedua dari sektor komoditas minyak, perbankan, dan ritel berpotensi menjadi bintang di tahun 2025, didorong oleh proyeksi normalisasi harga komoditas, penurunan suku bunga acuan, dan insentif pemerintah. “Fundamental dan valuasi penting diperhatikan investor sebelum memilih saham lapis kedua. Lalu, lihat juga kondisi makroekonomi ke depan terhadap kinerja keuangan para emiten,” tegasnya.

Indy merekomendasikan saham ACES, TAPG, BNGA, dan BBYB sebagai pilihan menarik bagi investor dengan target harga masing-masing Rp 700 per saham, Rp 1.020 per saham, Rp 1.900 per saham, dan Rp 300 per saham.

Audi berpendapat bahwa kinerja beberapa saham emiten *second liner* cenderung *outperformed* dibandingkan emiten *big caps*, didorong oleh ekspansi perusahaan, kenaikan harga komoditas, dan kinerja positif di kuartal I 2025 di tengah ketidakpastian global. “Sedangkan gerak saham emiten *big caps* lebih sensitif pada kebijakan dan ketidakpastian ekonomi global, terlebih untuk sektor keuangan yang menguasai kapitalisasi pasar terbesar,” jelasnya.

Baca Juga :  Zurich Asuransi & UOB Indonesia: Lindungi Perjalanan Anda dengan Program Asuransi Terbaru!

Meski demikian, ada beberapa sentimen yang dapat memicu rotasi kembali dari emiten *second liner* ke emiten *big caps*. Pertama, potensi penghapusan tarif Amerika Serikat (AS). Kedua, The Fed yang cenderung lebih *dovish* dengan target pemangkasan suku bunga acuan. Ketiga, stabilitas ekonomi makro dalam negeri. Keempat, realisasi pasar terhadap valuasi *big caps*. Terakhir, *capital inflow* ke pasar saham.

Menurut Audi, kelima sentimen tersebut dapat mendorong *spotlight* kembali ke saham-saham *big caps*, sehingga investor dapat mulai melakukan *rebalancing*. “Meski demikian, investor masih dapat memanfaatkan dalam jangka pendek atau *trading* untuk *second liner* seiring dengan volatilitas yang lebih tinggi,” pungkasnya.

Audi merekomendasikan beli untuk BIRD, AUTO, BNGA, CTRA, dan MEDC dengan target harga masing-masing Rp 2.200 per saham, Rp 2.480 per saham, Rp 1.940 per saham, Rp 1.340 per saham, dan Rp 1.380 per saham. Rekomendasi *trading buy* juga diberikan untuk ARTO dengan target harga Rp 2.400 per saham.

Ringkasan

IHSG menunjukkan tren positif, namun kinerja saham lapis kedua bervariasi. IDX SMC Composite naik, sementara IDX SMC Liquid terkoreksi. Perbedaan ini dipengaruhi oleh pandangan pasar, aksi profit taking, dan bobot konstituen indeks. Sektor komoditas dan ritel menjadi pendorong kinerja IDX SMC Composite.

Volatilitas saham lapis kedua lebih tinggi karena kapitalisasi pasar dan volume perdagangan yang lebih kecil. Sentimen seperti pemulihan ekonomi, insentif pemerintah, dan kinerja keuangan emiten akan memengaruhi pergerakan saham ini. Sektor komoditas minyak, perbankan, dan ritel diprediksi potensial di tahun 2025. Investor disarankan memperhatikan fundamental, valuasi, dan kondisi makroekonomi.

Berita Terkait

B2B vs B2C: Panduan Lengkap, Perbedaan, dan Contohnya!
ZONE Nonaktifkan Anak Usaha, Terungkap Alasan Mega Perintis!
Dropshipper Sukses: 4 Jurus Ampuh Dagang Tanpa Modal!
Juni Ceria, Dividen INDY, GEMS, JSMR Segera Mendarat di Rekening!
Dana LPS Rp255 Triliun Aman, Simpanan Nasabah Bank Dijamin!
Investasi Ibu Rumah Tangga: 5 Cara Aman Raih Cuan Maksimal!
ISAT Bagi Dividen Jumbo Rp2,7 Triliun, Investor Auto Cuan!
TSPC: Analisis Saham Tempo Scan, Prospek Cerah atau Wait and See?

Berita Terkait

Sabtu, 31 Mei 2025 - 22:47 WIB

B2B vs B2C: Panduan Lengkap, Perbedaan, dan Contohnya!

Sabtu, 31 Mei 2025 - 22:17 WIB

Dropshipper Sukses: 4 Jurus Ampuh Dagang Tanpa Modal!

Sabtu, 31 Mei 2025 - 22:07 WIB

Juni Ceria, Dividen INDY, GEMS, JSMR Segera Mendarat di Rekening!

Sabtu, 31 Mei 2025 - 21:02 WIB

Dana LPS Rp255 Triliun Aman, Simpanan Nasabah Bank Dijamin!

Sabtu, 31 Mei 2025 - 20:47 WIB

Investasi Ibu Rumah Tangga: 5 Cara Aman Raih Cuan Maksimal!

Berita Terbaru

sports

Liverpool Bidik Frimpong, Siap Gantikan Alexander-Arnold?

Sabtu, 31 Mei 2025 - 23:22 WIB

Society Culture And History

Twibbon Hari Lahir Pancasila 2025, Link Download & Cara Buat!

Sabtu, 31 Mei 2025 - 22:57 WIB

finance

B2B vs B2C: Panduan Lengkap, Perbedaan, dan Contohnya!

Sabtu, 31 Mei 2025 - 22:47 WIB

Education And Learning

Barak Militer Jadi Pilihan, Ini Alasan Orang Tua Depok Memilihnya

Sabtu, 31 Mei 2025 - 22:42 WIB

entertainment

Danilla Hipnotis Java Jazz 2025, Penonton Terbuai!

Sabtu, 31 Mei 2025 - 22:32 WIB