Geopolitik Timur Tengah Memanas, Pasar Keuangan Global Bergejolak: Rupiah dan IHSG Tertekan?
Ketegangan di Timur Tengah kembali menjadi momok bagi pasar keuangan global. Indeks saham dunia serempak memerah pada Kamis (19/6), sementara nilai tukar dolar AS justru perkasa. Kekhawatiran pasar tertuju pada potensi keterlibatan langsung Amerika Serikat dalam konflik bersenjata antara Israel dan Iran.
IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) bahkan sempat jeblok di bawah level psikologis 7.000, memicu aksi jual oleh investor. Sentimen negatif ini dipicu oleh komentar ambigu Presiden AS Donald Trump mengenai kemungkinan keterlibatan AS dalam serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Pernyataan “Saya mungkin akan lakukan. Mungkin juga tidak,” kian memperkeruh suasana dan meningkatkan risiko global.
Dampak Ganda: Pelemahan Saham dan Kenaikan Harga Minyak
Di Eropa, indeks STOXX 600 merosot 0,6%, melanjutkan tren penurunan selama tiga hari berturut-turut. Bahkan, indeks ini hampir kehilangan 2,5% sepanjang minggu ini, yang menjadi penurunan mingguan terburuk sejak April akibat gejolak tarif perdagangan. Indeks Futures S&P 500 juga ikut tertekan, turun hampir 1%.
Analis pasar senior di Capital.com, Kyle Rodda, menekankan bahwa pasar masih dalam cengkeraman ketegangan dan ketidakpastian yang tinggi. “Spekulasi mengenai intervensi langsung AS terhadap Iran menjadi fokus utama karena dapat memicu balasan militer dan meluasnya konflik kawasan,” jelasnya.
Kekhawatiran pasokan dari Timur Tengah telah mendorong harga minyak mentah melonjak 11% dalam sepekan terakhir. Pada hari Kamis, harga minyak mentah Brent naik 2% ke level US$ 78 per barel, mendekati posisi tertinggi sejak Januari 2025. Lonjakan harga minyak ini tentu menjadi perhatian khusus, mengingat dampaknya terhadap inflasi global.
Dolar AS Berjaya, Nasib Aset Berisiko Dipertanyakan
Di tengah gejolak ini, indeks dolar AS justru menguat terhadap sebagian besar mata uang utama. Euro melemah 0,2% ke level US$ 1,1462, sementara mata uang komoditas seperti dolar Australia dan dolar Selandia Baru masing-masing tertekan hampir 1%. Bagaimana dengan rupiah? Tekanan terhadap aset berisiko ini tentu patut diwaspadai.
Harga emas berada di kisaran US$ 3.365 per ons troi, sedikit lebih rendah dibandingkan hari sebelumnya. Namun, platinum justru melonjak mendekati US$ 1.300 per ons, level tertinggi dalam hampir 11 tahun, karena investor mencari alternatif yang lebih murah dibandingkan emas. Apakah ini pertanda pergeseran preferensi investor?
Bank Sentral Dunia Ambil Sikap Berbeda
Menyikapi ketegangan global ini, berbagai bank sentral mengambil kebijakan yang berbeda-beda. The Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan, meskipun tetap memproyeksikan dua kali pemangkasan sebesar 25 bps tahun ini. Namun, Ketua The Fed Jerome Powell menekankan bahwa inflasi yang “signifikan” akibat tarif perdagangan Trump akan membuat pelonggaran lebih lanjut dilakukan dengan hati-hati.
Strategi MUFG memperingatkan bahwa The Fed kemungkinan “meremehkan pelemahan ekonomi AS yang sudah ada sebelum perang tarif.” Sementara itu, Bank of England (BoE) juga mempertahankan suku bunga, tetapi memperingatkan bahwa ketidakpastian kebijakan perdagangan terus menekan ekonomi Inggris.
Di sisi lain, Norges Bank secara mengejutkan memangkas suku bunga 25 bps, menekan nilai tukar krona Norwegia. Swiss National Bank (SNB) juga memangkas suku bunga menjadi 0%, namun tidak ke wilayah negatif, sehingga mendongkrak nilai franc Swiss, membuat dolar AS melemah 0,1% ke 0,8184 franc. Perbedaan kebijakan ini mencerminkan kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh bank sentral di tengah ketidakpastian global.