Ragamutama.com JAKARTA. Risiko terhadap kinerja emiten produsen batubara menunjukkan peningkatan signifikan, seiring dengan tren harga komoditas global yang terus melemah dan kian lesunya permintaan di pasar ekspor.
Analisis dari Indo Premier Sekuritas, yang disampaikan oleh Reggie Parengkuan dan Ryan Winipta, mengindikasikan proyeksi penurunan laba bersih emiten batubara pada kuartal II-2025. Penurunan ini diperkirakan berkisar antara 4% hingga 50% secara kuartalan (QoQ). Angka ini bahkan lebih pesimis dibandingkan estimasi konsensus pasar yang memprediksi laba bersih sektor tersebut berpotensi turun 20%—45% sepanjang tahun 2025.
Pelemahan harga batubara menjadi pendorong utama potensi penurunan kinerja emiten. Data dari Trading Economics pada Jumat (25/7) menunjukkan harga batubara global terkoreksi 9,18% sejak awal tahun (YtD), mencapai level US$ 113,75 per ton. Meski demikian, dalam sebulan terakhir komoditas ini sempat mengalami kenaikan sebesar 7,16%.
Indo Premier Sekuritas menilai, prospek pemulihan penjualan batubara pada kuartal II-2025 masih terbatas, dipengaruhi oleh curah hujan tinggi selama April dan Mei, serta adanya risiko tambahan dari implementasi Harga Batubara Acuan (HBA) untuk ekspor.
Tengok Prediksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Senin (28/7)
“Namun, kami memandang bahwa penurunan kinerja ini telah diantisipasi oleh pasar seiring dengan potensi terbatasnya penurunan harga batubara. Kami juga memperkirakan akan muncul katalis positif dari sisi makroekonomi dan industri,” demikian pernyataan Reggie dan Ryan dalam riset mereka tertanggal 18 Juli 2025.
Hingga saat ini, belum ada emiten batubara berkapitalisasi besar yang merilis laporan keuangan semester I-2025. Direktur PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), Yulius Kurniawan Gozali, mengakui bahwa fluktuasi harga batubara merupakan dinamika inheren dalam industri ini. Meskipun menghadapi tekanan di pasar global, ITMG tetap optimis dan melihat peluang untuk mempertahankan kinerja positif hingga akhir 2025.
Pihak ITMG berkomitmen untuk terus berfokus pada efisiensi biaya, meninjau belanja modal, dan mengoptimalkan operasional guna mengantisipasi tantangan dari pelemahan harga batubara. Hingga kini, ITMG belum melakukan penyesuaian target produksi maupun penjualan batubara untuk tahun 2025.
“Kami akan senantiasa melakukan evaluasi berkala terhadap perkembangan pasar ke depan,” tegas Yulius pada Jumat (25/7).
Dalam catatan KONTAN, ITMG menargetkan volume produksi sebesar 20,8 juta ton hingga 21,9 juta ton, serta membidik volume penjualan batubara sebanyak 26,3 juta ton hingga 27,4 juta ton pada tahun ini.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Niko Chandra, menunjukkan keyakinan bahwa PTBA mampu mencatatkan peningkatan kinerja. Optimisme ini didasarkan pada tren historis peningkatan konsumsi batubara selama musim dingin dan indikasi awal pemulihan harga batubara belakangan ini, meskipun harganya masih di bawah rata-rata semester I-2025.
“Kami terus mengkaji strategi optimal untuk menjaga daya saing dan profitabilitas perusahaan, baik melalui efisiensi biaya maupun penguatan pasar domestik,” tambah Niko pada Jumat (25/7).
IHSG Diprediksi Bergerak Sideways dan Rawan Koreksi, Senin (28/7)
Di sisi lain, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila, berpendapat bahwa risiko perlambatan kinerja emiten batubara masih dapat berlanjut hingga semester II-2025. Hal ini sangat bergantung pada kondisi permintaan di pasar global, terutama mengingat Cina dan India saat ini tengah mengurangi impor komoditas, termasuk dari Indonesia.
Dari perspektif investasi, para investor tentu akan mencermati perkembangan kinerja emiten-emiten batubara. Meskipun demikian, saham-saham di sektor ini tetap memiliki daya tarik tersendiri.
“Saham di sektor energi atau pertambangan kerap menawarkan dividen yang menarik, dan saat ini banyak di antaranya berada dalam valuasi yang murah,” ungkap Indy pada Sabtu (26/7).
Di antara berbagai emiten batubara, Indy merekomendasikan investor untuk mencermati saham ITMG, dengan target harga jangka panjang mencapai Rp 25.700 per saham.
Sementara itu, Reggie dan Ryan dari Indo Premier Sekuritas memberikan peringkat overweight untuk sektor batubara. Mereka secara spesifik mengunggulkan PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), mempertimbangkan valuasi saham yang menarik, margin keuntungan yang kuat, potensi imbal hasil yang atraktif, serta sentimen positif dari program pembelian kembali (buyback) saham. Saham AADI direkomendasikan beli dengan target harga Rp 10.000 per saham.