Prospek Saham Bank Lapis Dua: Kinerja Menawan di Tengah Variasi dan Rekomendasi Pilihan Analis
Kinerja saham emiten perbankan lapis dua atau *second liner* menunjukkan pergerakan yang variatif sejak awal tahun. Di tengah dinamika pasar, sejumlah analis tetap optimistis, menyoroti beberapa saham yang layak dikoleksi berkat fundamental dan performa keuangan yang solid.
Ambil contoh PT Bank Syariah Indonesia (BRIS). Berdasarkan laporan kinerja keuangannya per April 2025, BRIS mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 6,4% secara tahunan (YoY), mencapai Rp 2,38 triliun, meningkat dari Rp 2,23 triliun pada April 2024. Tak hanya itu, fungsi intermediasi bank juga moncer, dengan pembiayaan yang tumbuh 14,3% YoY menjadi Rp 286 triliun, melesat dari Rp 250 triliun di bulan April tahun sebelumnya. Namun demikian, performa cemerlang ini belum sepenuhnya tercermin pada pergerakan sahamnya. Dalam sebulan terakhir, saham BRIS terkoreksi 9,34% dan melemah 4,03% sejak awal tahun. Pada penutupan perdagangan Kamis (12/6), saham BRIS terpantau stagnan di level Rp 2.620.
Kinerja keuangan positif juga dibukukan oleh PT OCBC NISP Tbk (NISP) per April 2025. Laba bersih NISP melonjak 11,5% YoY menjadi Rp 1,70 triliun, dari sebelumnya Rp 1,52 triliun. Penyaluran kreditnya pun tak kalah impresif, naik 10,7% YoY mencapai Rp 162 triliun, dibandingkan Rp 146 triliun di periode yang sama tahun lalu. Berbeda dengan BRIS, saham NISP menunjukkan tren positif, menguat 2,25% dalam sebulan dan 3,80% sejak awal tahun. Sahamnya ditutup stagnan pada harga Rp 1.365 per saham di perdagangan Kamis (12/6).
PT Bank Permata Tbk (BNLI) turut memamerkan performa gemilang. Laba bersihnya meningkat 9% YoY, mencapai Rp 1,35 triliun dari Rp 1,24 triliun. Tak hanya itu, penyaluran kredit juga tumbuh solid sebesar 9,6% YoY, menyentuh Rp 130 triliun dari Rp 118 triliun. Saham BNLI menjadi primadona dengan kenaikan fantastis 7,05% dalam sebulan dan melesat 157% sejak awal tahun. Pada penutupan perdagangan Kamis (12/6), saham BNLI terpantau stagnan di level Rp 2.430 per saham.
Sementara itu, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) juga mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 3,5% YoY, mencapai Rp 2,26 triliun dari Rp 2,18 triliun sebelumnya. Penyaluran kreditnya pun tak kalah agresif, mendaki 10,2% YoY menjadi Rp 160 triliun dari Rp 145 triliun. Kendati laba dan kredit tumbuh, saham BNGA justru menunjukkan koreksi 3,61% dalam sebulan. Namun, saham ini masih mampu menguat tipis 0,29% dalam setahun terakhir. Saham BNGA ditutup naik 0,29% menjadi Rp 1.735 per saham pada penutupan perdagangan Kamis (12/6).
PT Maybank Indonesia (BNII) menunjukkan pembalikan nasib yang signifikan. Dari kerugian bersih Rp 120 miliar pada April 2024, BNII berhasil membukukan laba sebesar Rp 483 miliar di bulan April 2025. Penyaluran kreditnya pun tidak ketinggalan, meningkat 3,8% menjadi Rp 79 triliun dari Rp 76 triliun pada April 2024. Namun, pergerakan saham BNII masih cenderung fluktuatif, terkoreksi 0,99% dalam sebulan dan turun 3,85% sejak awal tahun. Sahamnya ditutup hanya naik tipis 0,50% pada perdagangan Kamis (12/6).
Menurut Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, PT Bank Syariah Indonesia (BRIS) menonjol sebagai pilihan terbaik di antara deretan saham emiten perbankan lapis dua. Ekky menggarisbawahi kinerja moncer BRIS, khususnya rasio profitabilitas *Return on Asset* (RoA) yang tinggi di kuartal I 2025, mencapai 17,6%. Ia menambahkan, “BRIS memimpin dalam hal pertumbuhan kredit, efisiensi digital, dan *Return on Equity* (ROE) yang tinggi,” ungkap Ekky kepada Kontan, Kamis (12/6).
Selain BRIS, Ekky Topan juga menyarankan investor untuk melirik saham BNLI dan BNII. Keduanya dinilai menarik untuk strategi *value investing* berkat valuasi yang tergolong rendah. “Secara keseluruhan,” tutur Ekky, “investor dapat memfavoritkan kinerja digital dan pertumbuhan seperti BRIS, sembari mencermati peluang jangka panjang dari BNLI dan BNII.”
Di sisi lain, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, memberikan pandangan yang sedikit berbeda. Mengacu pada kinerja kuartal I 2025 emiten bank lapis kedua, Indy mengidentifikasi adanya perlambatan dalam pertumbuhan laba dan kredit. Menurutnya, kondisi ini merupakan imbas dari ketidakpastian arah suku bunga acuan di masa mendatang. “Risiko kredit masih menjadi tantangan, dengan *outlook loan growth* yang belum sepenuhnya pulih dan stabilitas *Net Interest Margin* (NIM) yang juga perlu dipantau secara cermat,” jelas Indy.
Meskipun demikian, Indy Naila tetap melihat prospek cerah pada NISP. Ia menilai NISP sebagai emiten yang tangguh berkat kemampuannya membukukan *Net Interest Margin* (NIM) yang tinggi dan rasio *Non-Performing Loan* (NPL) atau kredit macet yang rendah. Indy juga menyoroti pertumbuhan penjualan dan laba operasional NISP yang memuaskan. Berdasarkan analisisnya, saham NISP menarik untuk dikoleksi dengan rasio *Price to Earning Ratio* (PER) 6 kali, sementara saham BNGA juga tak kalah menarik dengan PER 5 kali. Kedua saham ini, menurut Indy, menawarkan valuasi yang tergolong murah.
Berdasarkan analisis tersebut, Indy Naila merekomendasikan *buy* saham NISP dengan target harga Rp 1.440, serta *buy* saham BNGA dengan target harga Rp 1.855 per saham. Senada, Ekky Topan merekomendasikan *buy* untuk saham BRIS pada harga saat ini, dengan target jangka pendek Rp 3.000 dan target jangka panjang Rp 3.500. Tak ketinggalan, Ekky juga merekomendasikan *buy* saham BNLI dengan prediksi harga Rp 2.600-Rp 2.800, serta BNII di kisaran Rp 260-Rp 300 dalam jangka panjang.