Bank Raksasa Tanah Air Hadapi Kinerja Laba Variatif di Awal 2025, Namun Saham Big Banks Justru Melambung Tinggi
Ragamutama.com JAKARTA. Empat bulan pertama tahun 2025 menunjukkan gambaran yang kontras bagi sektor perbankan raksasa di tanah air. Meskipun kinerja laba sejumlah bank jumbo belum sepenuhnya menunjukkan perubahan yang signifikan, dengan beberapa di antaranya baru memperlihatkan perbaikan secara perlahan, pasar saham justru merespons dengan lonjakan harga yang mencolok. Fenomena ini terjadi setelah pada awal tahun banyak investor asing menarik diri, menyebabkan saham *big banks* sempat terlihat lesu.
Salah satu *big banks* yang patut dicermati adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), yang kinerjanya mulai menampakkan tanda-tanda perbaikan. Sepanjang periode Januari hingga April 2025, laba bersih BRI tercatat turun 15,7% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 15 triliun. Angka ini setidaknya jauh lebih baik dibandingkan posisi Januari 2025 yang sempat merosot hingga 58% YoY.
Perbaikan fundamental ini sejalan dengan antusiasme investor, yang tercermin dari kenaikan harga saham BBRI. Dalam sebulan terakhir, harga BBRI telah menguat impresif 15,89% mencapai Rp 4.450 per saham, menjadikannya kenaikan tertinggi di antara *big banks* lainnya. Corporate Secretary BRI, Agustya Hendy Bernadi, sebelumnya mengungkapkan bahwa salah satu strategi utama BRI adalah fokus pada pengelolaan Dana Pihak Ketiga (DPK) murah atau CASA (Current Account Saving Account), guna menjaga efisiensi biaya dana dan mempertahankan stabilitas bisnis jangka panjang.
Komposisi CASA BRI menunjukkan peningkatan signifikan, terkerek naik secara tahunan dari 62,14% menjadi 64,84% dari total DPK, dengan total dana murah mencapai Rp 908 triliun. Sebaliknya, porsi deposito yang tergolong dana mahal justru mengalami penurunan 6,6% YoY. Hendy menjelaskan, pertumbuhan dana murah ini tidak lepas dari optimalisasi layanan digital BRI, terutama melalui *super apps* BRImo, perluasan jaringan AgenBRILink, serta pengembangan *transaction banking* dan ekosistem *merchant*. “Transaction banking menjadi salah satu pilar utama BRI dalam membangun CASA secara konsisten,” tegas Hendy.
Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga menunjukkan perbaikan kinerja dari sisi laba. Dalam empat bulan pertama 2025, laba BCA mencatat pertumbuhan sekitar 17,4% YoY, melampaui kondisi awal tahun yang hanya tumbuh 5,8% YoY. Harga saham BBCA turut mengalami peningkatan 7,12% selama sebulan terakhir menjadi Rp 9.400 per saham. Meski demikian, pertumbuhan saham ini tercatat paling lambat dibandingkan tiga bank jumbo lainnya.
Sedikit berbeda dengan BRI dan BCA, kinerja keuangan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) justru mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari labanya yang hanya tumbuh 0,7% YoY pada empat bulan pertama 2025, padahal di awal tahun sempat tumbuh 4,4% YoY. Perlambatan ini sejalan dengan pertumbuhan kredit Bank Mandiri; pada Januari 2025 kredit mampu tumbuh hingga 19% YoY, namun per April 2025 hanya tumbuh sekitar 15% YoY. Corporate Secretary Bank Mandiri, M Ashidiq Iswara, menyatakan optimismenya, “Bank Mandiri optimistis dapat mendeliver target pertumbuhan kredit secara konsolidasi sesuai dengan *guidance* dapat tumbuh di kisaran 10% – 12% YoY pada akhir tahun 2025.”
Menanggapi kondisi ini, VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, mengungkapkan bahwa secara garis besar, tren kinerja *big banks* masih cenderung tertekan. Hal ini seiring dengan peningkatan biaya kredit (*cost of credit*) dan perlambatan pertumbuhan kredit. Meski demikian, Audi melihat peluang perbaikan bagi *big banks* yang terdampak oleh sentimen positif dari pelonggaran kebijakan moneter, mengingat Bank Indonesia (BI) baru-baru ini menurunkan BI-rate menjadi 5,5%. “Kami meyakini dalam jangka menengah hingga panjang kinerja bank akan cenderung membaik,” ujar Audi.
Senada dengan pandangan positif terhadap prospek jangka panjang, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, mengungkapkan bahwa pada Mei 2025, saham *big banks* mulai menunjukkan arah yang lebih positif. Meskipun dari sisi kinerja fundamental Ekky sepakat bahwa memang belum membaik, namun secara teknikal saham-saham ini menarik.
Ekky menjelaskan bahwa saham BBCA bahkan dapat dikategorikan berada dalam tren *strong bullish*, sementara BBRI telah berhasil *breakout* dari level *resistance* dan berpotensi melanjutkan penguatan. Untuk BMRI dan BBNI, meskipun kenaikannya masih relatif lambat, Ekky melihat secara teknikal ada potensi pembalikan arah tren, tinggal menunggu konfirmasi lanjutan dari volume dan *price action*.
Oleh karena itu, Ekky memandang level harga saat ini masih cukup layak untuk akumulasi bertahap, terutama bagi investor jangka panjang yang mengutamakan keamanan investasi serta prospek stabil dari sektor perbankan. “Kombinasi antara valuasi rendah dan fundamental yang relatif kuat menjadikan saham-saham bank *big caps* sebagai opsi defensif yang menarik di tengah kondisi pasar yang masih fluktuatif,” jelasnya. Ekky menargetkan harga BBCA terdekat dapat mencapai Rp 9.700 per saham hingga target jangka pendek mencapai Rp 11.000. Sementara itu, BMRI dan BBNI masing-masing berpotensi tembus Rp 5.500 dan Rp 4.750.