Bank Indonesia Siap Sedia Hadapi Gejolak Rupiah di Tengah Konflik Geopolitik Global yang Memanas
Bank Indonesia (BI) menegaskan kesiapsiagaan penuhnya dalam menghadapi potensi gejolak pada nilai tukar rupiah. Kesiapan ini muncul sebagai respons langsung terhadap eskalasi konflik geopolitik global, terutama setelah terjadinya serangan militer Amerika Serikat terhadap Iran. Peristiwa ini dinilai berpotensi meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan dunia, yang pada gilirannya dapat memengaruhi arus modal dan stabilitas mata uang di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kekhawatiran akan arah pasar keuangan global ini diungkapkan oleh Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Triwahyono. Ia menjelaskan bahwa memanasnya situasi di Timur Tengah menimbulkan dampak signifikan, yang dikhawatirkan akan mengguncang pergerakan pasar keuangan global secara keseluruhan. Dalam kondisi penuh gejolak dan ketidakpastian seperti ini, pelaku pasar cenderung mengalihkan dana mereka ke aset-aset yang dianggap aman atau *safe haven*, seperti dolar AS, obligasi negara-negara maju, dan emas.
Lebih lanjut, Triwahyono menambahkan, peningkatan ketidakpastian global ini membawa risiko signifikan, yaitu beralihnya arus modal dari pasar negara berkembang ke aset-aset di negara maju. Perpindahan modal ini, yang merupakan respons klasik di tengah suasana keraguan, berpotensi menciptakan tekanan tambahan yang substansial pada mata uang negara-negara *emerging*, tak terkecuali nilai tukar rupiah Indonesia.
Menyikapi potensi tekanan dan dinamika pasar tersebut, Bank Indonesia menegaskan komitmennya untuk senantiasa menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Triwahyono memastikan bahwa BI akan terus berada di pasar, aktif melakukan intervensi melalui berbagai instrumen strategis.
Strategi stabilisasi BI mencakup intervensi di pasar valuta asing luar negeri (*offshore NDF*) yang menjangkau pasar Asia, Eropa, hingga Amerika. Selain itu, BI juga menerapkan *triple intervention* di pasar domestik, baik di pasar spot, *Domestic Non-Deliverable Forward* (DNDF), maupun melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Seluruh instrumen ini dimanfaatkan secara optimal untuk memastikan pergerakan rupiah tetap terkendali dan stabil di tengah kompleksitas dinamika pasar global.