Pergerakan Rupiah Terbatas Akibat Tekanan Global dan Domestik: Menanti Sentimen Baru di Pekan Depan
JAKARTA – Nilai tukar rupiah menunjukkan pergerakan yang terbatas sepanjang pekan ini, terbebani oleh kombinasi tekanan dari faktor eksternal dan internal. Dengan adanya libur panjang yang akan datang, proyeksi menunjukkan bahwa rupiah tidak akan memiliki banyak peluang untuk menguat secara signifikan pada awal perdagangan Selasa (10/6) mendatang.
Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (5/6), nilai tukar rupiah spot ditutup menguat tipis 0,06% ke level Rp 16.284 per Dolar AS dari perdagangan hari sebelumnya. Namun, dalam rentang satu pekan, rupiah spot tercatat melemah sebesar 0,19%, mengindikasikan adanya tekanan jangka pendek yang persisten. Sebaliknya, data dari Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI) mencatat penguatan rupiah sebesar 0,17% ke level Rp 16.277, dengan penguatan mingguan sebesar 0,12%. Perbedaan data ini menunjukkan dinamika pasar yang kompleks.
Menurut Research & Development PT Trijaya Pratama Futures, Alwy Assegaf, pergerakan rupiah yang terbatas dalam sepekan terakhir memang disebabkan oleh minimnya sentimen positif dari sisi domestik. Ia menyoroti beberapa faktor yang berkontribusi pada kondisi ini, termasuk indeks manufaktur PMI Indonesia S&P Global yang pada Mei meningkat menjadi 47,4 dari 46,7 di bulan sebelumnya. Meskipun ada kenaikan, angka di bawah 50 ini masih menunjukkan kontraksi atau perlambatan produksi.
Alwy juga menambahkan, meskipun neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus, kondisi ini secara keseluruhan masih mengindikasikan adanya perlambatan pada ekonomi domestik. Ketiadaan pendorong kuat dari dalam negeri membuat rupiah rentan terhadap tekanan eksternal.
Di sisi lain, dolar Amerika Serikat (AS) yang melemah memberikan sedikit sokongan bagi pergerakan rupiah. Pelemahan dolar AS belakangan ini terjadi akibat kekhawatiran pasar terhadap potensi stagflasi. Sentimen ini diperkuat oleh pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi.
Ibrahim Assuaibi menjelaskan bahwa dolar AS tertekan signifikan setelah data penggajian ADP pada Mei menunjukkan penurunan tajam di pasar tenaga kerja, mengindikasikan kondisi ekonomi yang kurang solid. Lebih lanjut, ketidakpastian seputar kebijakan tarif perdagangan global masih menyelimuti pasar. Ibrahim menyoroti langkah Presiden AS yang menggandakan tarif baja dan aluminium menjadi 50% pada pekan ini, yang menambah ketidakpastian ekonomi global.
Ke depan, fokus pasar akan sangat tertuju pada rilis data ekonomi AS serta perkembangan diskusi antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping. Ibrahim memproyeksikan bahwa pekan depan rupiah masih akan bergerak fluktuatif dalam rentang Rp 16.230 – Rp 16.290.
Senada dengan Ibrahim, Alwy Assegaf juga berpendapat bahwa sentimen eksternal akan memainkan peran krusial, mengingat tidak ada data domestik berarti yang akan dicermati pada pekan depan. Prediksinya, rupiah berpotensi bergerak dalam rentang yang lebih lebar, yaitu Rp 16.100 – Rp 16.400, dengan kecenderungan untuk menguat. Dengan demikian, pergerakan nilai tukar rupiah di masa mendatang akan sangat bergantung pada dinamika global dan perkembangan kebijakan ekonomi di negara-negara besar.