Ragamutama.com – JAKARTA. Nilai tukar rupiah sempat menunjukkan performa positif dengan mengalami penguatan berturut-turut selama pekan perdagangan sebelumnya. Hal ini terjadi seiring dengan melemahnya mata uang dolar Amerika Serikat (AS), yang dipicu oleh ekspektasi pasar terhadap penundaan kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS, The Fed. Namun, para analis memperkirakan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah ke depan masih akan diwarnai oleh volatilitas yang signifikan.
Pada periode perdagangan dari tanggal 28 April hingga 2 Mei, data yang dirilis oleh Bloomberg menunjukkan bahwa rupiah berhasil mencatatkan penguatan sebesar 2,33%. Tren positif ini bahkan berlanjut hingga hari Senin (5/5) kemarin.
Sayangnya, penguatan tersebut tidak berlangsung lama. Dalam dua hari berikutnya, nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan. Pada perdagangan hari ini, Rabu (7/5), nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup pada level Rp 16.536 per dolar AS, yang mencerminkan pelemahan sebesar 0,53% dibandingkan dengan posisi penutupan hari sebelumnya.
Dunia Menanti Pernyataan Jerome Powell, ke Mana Arah Kebijakan The Fed?
Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa nilai tukar rupiah masih menunjukkan tingkat volatilitas yang tinggi. Meskipun indeks dolar AS cenderung menunjukkan pelemahan, Ekonom Bank Danamon Indonesia, Hosianna Evalita Situmorang, berpendapat bahwa rupiah belum mampu memanfaatkan momentum ini secara berkelanjutan.
Indeks dolar AS masih bertahan di kisaran level 99,40 pada hari Rabu (7/5), sedikit meningkat dibandingkan dengan posisi sehari sebelumnya yang berada di level 99,23.
Menurut Hosianna, para investor saat ini masih menunggu pengumuman hasil pertemuan The Fed yang dijadwalkan pada Kamis (8/5) dini hari.
“Hal ini disebabkan oleh minimnya aliran dana masuk dan sikap wait-and-see yang diterapkan oleh para pelaku pasar menjelang pengumuman FOMC,” jelas Hosianna ketika dihubungi oleh Kontan pada hari Rabu (7/5).
Lebih lanjut, Hosianna menjelaskan bahwa para investor akan sangat memperhatikan nada pernyataan yang akan disampaikan oleh Gubernur The Fed, Jerome Powell. Jika Powell memberikan sinyal dovish mengenai potensi pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat, rupiah berpotensi mendapatkan ruang untuk menguat.
Sebaliknya, narasi hawkish yang mungkin muncul akibat inflasi AS yang masih persisten dapat semakin menekan aset-aset berisiko, termasuk rupiah. Apalagi, jika kondisi ini juga diiringi dengan penguatan yield US Treasury dan berlanjutnya capital outflow.
Di sisi lain, Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, menyoroti bahwa pasar telah memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga di level 4,25% – 4,50%. Jika hasil pertemuan The Fed sesuai dengan prediksi pasar, rupiah diperkirakan tidak akan memiliki banyak ruang untuk menguat.
“Kemungkinan besar, hal ini sudah diantisipasi oleh pasar, sehingga reaksi terhadap dolar AS kemungkinan akan cenderung tenang dan terbatas,” ungkap Sutopo kepada Kontan pada hari Rabu (7/5).
Sutopo juga berpendapat bahwa The Fed cenderung akan mempertahankan suku bunga saat ini. Penilaian ini didasarkan pada ketidakpastian kondisi ekonomi. Dampak dari kebijakan perdagangan pemerintahan Trump membuat The Fed cenderung menunggu data lebih lanjut terkait inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Loyo, Rupiah Spot Ditutup Melemah 0,53% ke Rp 16.536 Per Dolar AS pada Rabu (7/5)
Mandat ganda yang diemban oleh The Fed, yaitu menjaga stabilitas harga dan mencapai lapangan kerja maksimum, memungkinkan mereka untuk menunggu perkembangan data ekonomi. Hal ini terutama karena pasar tenaga kerja masih cenderung kuat meskipun laju inflasi mulai melambat.
Meskipun demikian, Sutopo juga mengantisipasi kemungkinan lain. “Penurunan suku bunga yang tidak terduga oleh The Fed akan melemahkan dolar AS secara signifikan dan berpotensi memperkuat rupiah secara tajam dalam jangka menengah,” tambahnya.
Untuk jangka menengah, Sutopo memperkirakan bahwa rupiah masih berpotensi bergerak melemah dalam rentang Rp 16.700 – Rp 17.000 per dolar AS.
Sementara itu, Hosianna memperkirakan bahwa untuk periode yang sama, rupiah berpotensi bergerak dalam rentang Rp 16.400 – Rp 16.600 per dolar AS. Di tengah kondisi global yang masih diliputi ketidakpastian, Hosianna meyakini bahwa Bank Indonesia akan tetap aktif menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui intervensi yang diperlukan.