Ragamutama.com, JAKARTA – Pekan ini, nilai tukar rupiah menunjukkan tren positif dengan pergerakan yang menguat. Optimisme pasar atau sentimen *risk-on* yang didorong oleh perkembangan positif dalam isu perang dagang, serta harapan akan adanya penurunan suku bunga oleh bank sentral AS (The Fed), menjadi faktor pendorong utama penguatan nilai rupiah.
Selama satu minggu terakhir, nilai rupiah di pasar spot mengalami kenaikan sebesar 0,45%, mencapai level Rp 16.445 per dolar Amerika Serikat (AS) pada hari Jumat (16/5). Rupiah yang diperdagangkan dalam Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) juga mengalami penguatan sebesar 0,65% dalam sepekan, menjadi Rp 16.424 per dolar AS. Jika dilihat secara harian, rupiah di pasar spot tercatat menguat 0,51%, sementara rupiah Jisdor menguat 0,67%.
Menurut Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, penguatan rupiah pada penutupan pekan ini tidak terlepas dari ekspektasi pasar terhadap potensi penurunan suku bunga oleh The Fed. Ekspektasi ini muncul setelah data ekonomi AS menunjukkan kinerja yang kurang memuaskan, terutama dari sektor harga produsen.
“Terjadinya deflasi di tingkat produsen membuka peluang terjadinya perlambatan inflasi lebih lanjut di tingkat konsumen. Hal ini kemudian meningkatkan potensi penurunan suku bunga oleh The Fed dalam waktu dekat,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (16/5).
Rupiah Ditutup Menguat ke Rp 16.445 Per Dolar AS Hari Ini (16/5), Paling Kuat di Asia
Sementara itu, Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menambahkan bahwa penguatan rupiah juga dipicu oleh sentimen *risk-on* yang timbul dari potensi kesepakatan tarif sementara antara Amerika Serikat dan China. “Selain itu, ada spekulasi yang berkembang bahwa AS mungkin menginginkan penguatan mata uang sebagai bagian dari kesepakatan yang sedang dinegosiasikan,” ungkapnya.
Prospek penguatan rupiah diperkirakan masih akan berlanjut, terutama jika ada kemajuan dalam kesepakatan perdagangan dengan negara-negara lain seperti India, Jepang, atau Korea. Selain itu, sentimen *risk-on*, meskipun intensitasnya sedikit menurun, dinilai masih cukup kuat untuk memberikan dukungan bagi rupiah.
Josua memperkirakan bahwa rupiah berpotensi mengalami pelemahan terbatas menjelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada tanggal 21 Mei mendatang. Pelemahan ini juga dapat dipicu oleh data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan menunjukkan perbaikan, seperti data keyakinan konsumen (U. Mich Sentiment).
Untuk pergerakan di awal pekan depan, Josua memprediksi bahwa nilai rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.400 – Rp 16.525 per dolar AS. Sementara itu, Lukman memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 16.400 – Rp 16.500 per dolar AS.
Rupiah Kembali Menguat pada Kamis (15/5), Ini Sentimen yang Menopangnya