Dolar AS dalam Tren Penurunan: Peluang Emas Penguatan Rupiah Menjelang Akhir Tahun
JAKARTA – Mata uang Dolar Amerika Serikat (AS) kini menunjukkan tren penurunan yang signifikan, dengan potensi pelemahan lebih lanjut hingga akhir tahun. Kondisi ini secara otomatis membuka gerbang peluang penguatan bagi mata uang *emerging market*, termasuk Rupiah Indonesia. Berdasarkan data *Bloomberg* pada Kamis (12/6) pukul 19.36 WIB, Indeks *Dolar AS* (DXY) tercatat di level 97,84, menandai penurunan sebesar 0,8% dari level sebelumnya di 98,63.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, menjelaskan bahwa sejumlah faktor fundamental menjadi pendorong utama di balik pelemahan *dolar AS* ini. Salah satu yang paling menonjol adalah ekspektasi pasar yang semakin kuat terhadap keputusan pemangkasan *suku bunga* oleh bank sentral AS, The Fed. Sutopo menambahkan, data *inflasi AS* yang terus menunjukkan tren penurunan dan sedikit melambatnya pertumbuhan *ekonomi AS* memperkuat kemungkinan The Fed akan melonggarkan kebijakan moneternya lebih cepat dari perkiraan semula.
Selain itu, Sutopo mengamati adanya peningkatan minat investor terhadap aset-aset di luar *dolar AS*, terutama di *pasar negara berkembang*. Ia menjelaskan bahwa ketika prospek ekonomi global terlihat lebih stabil dan imbal hasil di negara lain menjadi lebih menarik, aliran dana cenderung bergeser keluar dari aset *safe haven* seperti *dolar AS*.
Meskipun demikian, Sutopo memprediksi bahwa pergerakan *dolar AS* masih akan diwarnai volatilitas dalam waktu dekat. Volatilitas ini sangat bergantung pada pernyataan resmi The Fed terkait waktu dan laju pemangkasan *suku bunga*. Setiap sinyal *dovish* dari bank sentral AS, yang mengindikasikan kebijakan moneter lebih longgar, akan memperkuat tekanan jual terhadap *dolar AS*. Selain itu, data *ekonomi AS* juga akan menjadi indikator krusial. Data yang menunjukkan pelemahan *ekonomi* atau *inflasi* yang terus menurun akan mendukung argumen untuk pemangkasan *suku bunga*, sehingga menekan *indeks dolar (DXY)*.
Efek Terhadap Rupiah
Menyikapi pelemahan *dolar AS*, Sutopo menggarisbawahi bahwa hal tersebut bukanlah jaminan mutlak bagi penguatan *Rupiah*. “*Rupiah* cenderung dapat memanfaatkan efek ini, namun sejauh mana optimalisasinya akan sangat bergantung pada sentimen internal negara,” tegas Sutopo.
Terkait hal tersebut, Sutopo menyebutkan beberapa faktor internal yang berperan krusial. Di antaranya adalah kondisi *inflasi domestik* dan kebijakan moneter yang diterapkan oleh Bank Indonesia (BI). Jika *inflasi* di dalam negeri terkendali, Sutopo menilai BI akan memiliki ruang gerak yang lebih besar untuk menjaga *suku bunga* tetap stabil atau bahkan menurunkannya. Kebijakan ini, pada gilirannya, dapat menarik investasi asing dan memberikan dukungan signifikan bagi *Rupiah*.
Lebih lanjut, neraca perdagangan yang positif dan cadangan devisa yang kuat akan berfungsi sebagai bantalan penting. Kondisi ini akan meningkatkan kepercayaan investor terhadap stabilitas *ekonomi dalam negeri*, sehingga memungkinkan *Rupiah* untuk lebih maksimal memanfaatkan momentum pelemahan *dolar AS*.
Dalam jangka pendek, Sutopo memproyeksikan *indeks dolar (DXY)* akan bergerak dalam rentang 97,5–99,5 bps, sementara *Rupiah* diproyeksikan berada di kisaran Rp 16.000 – Rp 16.350 per *dolar AS*. Hingga akhir kuartal III-2025, prediksinya adalah *DXY* akan bergerak di rentang 96,8 – 98,8 bps, dan *Rupiah* akan berada di kisaran Rp 15.750 – Rp 16.100 per *dolar AS*. Yang paling optimistis, hingga akhir tahun, Sutopo memproyeksikan *DXY* akan stabil di rentang 96–98 bps, dengan *Rupiah* berpotensi menguat hingga ke level Rp 15.500 – Rp 15.900 per *dolar AS*.