Tekanan Hantam IHSG dan Rupiah: Pasar Bergelora di Tengah Sentimen Global dan Domestik
Awal perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari Rabu (18/6/2025) diwarnai tekanan signifikan saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung bergerak di zona merah. Senada, nilai tukar mata uang rupiah juga tak mampu menahan gempuran, melemah di perdagangan pasar spot terhadap dolar AS.
Berdasarkan data RTI yang terpantau pada pukul 09.03 WIB, IHSG terpantau di posisi 7.147. Angka ini mencerminkan penurunan 8,82 poin atau 0,12 persen dari penutupan sebelumnya di level 7.155,85. Pergerakan pasar menunjukkan dominasi sentimen negatif, di mana 142 saham bergerak di zona merah, sementara 184 saham berhasil menguat dan 241 saham lainnya stagnan. Hingga sesi awal ini, nilai transaksi tercatat mencapai Rp 621,42 miliar dengan volume perdagangan mencapai 1,11 miliar saham.
Direktur Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, mengidentifikasi beberapa faktor penekan pasar saham hari ini. Dari kancah global, kekhawatiran masyarakat Amerika Serikat (AS) terhadap kebijakan tarif Donald Trump kembali mencuat. Selain itu, masalah keuangan pribadi yang dihadapi warga AS turut menahan daya beli dan konsumsi, terbukti dari angka US Retail Sales Advance bulanan (MoM) yang kembali turun dari -0,1 persen menjadi -0,9 persen – sebuah penurunan berturut-turut. Di tengah kondisi ekonomi AS yang rapuh, potensi eskalasi konflik antara Israel-Iran juga meningkat seiring sinyal campur tangan Presiden AS Donald Trump. Sementara itu, dari ranah domestik, pasar menanti keputusan Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan akan mempertahankan tingkat suku bunga acuannya di level 5,5 persen pada pertemuan hari ini.
Dalam analisis teknikalnya, Maximilianus Nico Demus memproyeksikan IHSG berpotensi mengalami pelemahan terbatas, dengan level *support* di 7.120 dan *resistance* di 7.330. Senada, analis Binaartha Sekuritas, Ivan Rosanova, menambahkan bahwa IHSG memiliki peluang untuk segera mengakhiri fase koreksi apabila mampu bertahan di atas level 7.101, yang merupakan target Fibonacci projection 200 persen dari struktur koreksi awal. Untuk mengonfirmasi kelanjutan tren kenaikan sebelumnya, indeks harga saham gabungan ini perlu menembus di atas level 7.225. Ivan merinci lebih lanjut, level *support* IHSG berada di 7.083, 6.994, 6.929, dan 6.811, sementara level *resistance* yang perlu diperhatikan ada di 7.225, 7.261, 7.345, dan 7.444. Ia juga mencatat bahwa indikator MACD menunjukkan momentum *bearish* yang masih dominan.
Sentimen negatif dari dalam negeri dan global turut tercermin di bursa kawasan Asia. Mayoritas indeks di Asia dibuka di zona merah. Strait Times terpantau turun 0,44 persen (17,15 poin) ke level 3.913,47, sementara Shanghai Composite melemah 0,016 persen (5,57 poin) ke 3.381,82, dan Hang Seng anjlok 1,00 persen (240,65 poin) ke level 23.739,65. Kontras, hanya Nikkei yang berhasil menguat 0,49 persen (188,40 poin) ke level 38.725,10.
### Pergerakan Nilai Tukar Rupiah
Tak jauh berbeda dengan kinerja pasar saham, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot juga menunjukkan pelemahan pada pagi ini. Mengacu data *Bloomberg* pada pukul 09.08 WIB, rupiah terpantau di level Rp 16.309,5 per dolar AS. Angka ini mencerminkan depresiasi 20 poin atau 0,12 persen dibandingkan posisi penutupan sebelumnya di Rp 16.289,5 per dolar AS.
Pengamat Pasar Uang sekaligus Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjandra, menjelaskan bahwa penguatan indeks dolar AS pagi ini menjadi pemicu utama pelemahan rupiah. Indeks dolar AS tercatat bergerak lebih tinggi di level 98,77 dibandingkan 98,20 kemarin. Penguatan ini, menurut Ariston, dipicu oleh berlanjutnya konflik antara Iran dan Israel, serta sinyal intervensi AS untuk membantu Israel, yang meningkatkan permintaan terhadap aset *safe-haven* seperti dolar AS. Meski demikian, Ariston menyoroti sentimen yang berpotensi menahan laju penguatan dolar AS tersebut. Pasar tengah menanti hasil rapat moneter The Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan akan bernada lebih *dovish*, mengindikasikan potensi pelonggaran moneter di masa depan. Hal ini didasari tekanan yang dialami ekonomi AS belakangan ini, membuat pelaku pasar berekspektasi The Fed akan mengambil langkah-langkah suportif. Kondisi ini bisa menekan dolar AS dan membatasi pelemahannya terhadap rupiah. Ariston memproyeksikan rupiah berpotensi melemah menuju 16.300, dengan level *support* di kisaran 16.250.