AS Diam-diam Pasok Ratusan Rudal Hellfire ke Israel Jelang Serangan Besar ke Iran
Jakarta – Sebuah langkah mengejutkan terungkap: Amerika Serikat secara senyap telah mengirimkan ratusan rudal Hellfire ke Israel sesaat sebelum serangan Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Iran pada Jumat, 13 Juni 2025. Mengutip laporan dari *Middle East Eye*, sekitar 300 rudal Hellfire tersebut tiba di Israel pada hari Selasa dalam jumlah besar, mendahului serangan mematikan tersebut, dan bertepatan dengan berlangsungnya pembicaraan nuklir antara AS dan Iran pada pekan lalu.
Pengiriman rudal dalam skala besar ini mengindikasikan bahwa pemerintahan Donald Trump sepenuhnya mengetahui rencana Israel untuk menyerang Republik Islam Iran. Hal ini diungkapkan oleh dua pejabat AS yang berbicara dengan syarat anonim. Transfer besar Hellfire atau senjata strategis lainnya oleh AS menjelang serangan hari Jumat tersebut belum pernah dilaporkan sebelumnya, menyoroti tingkat koordinasi yang tersembunyi.
Rudal Hellfire sendiri dikenal sebagai rudal udara-ke-darat yang dipandu laser. Jenis rudal ini memang tidak dirancang untuk mengebom fasilitas nuklir Iran, melainkan sangat efektif untuk serangan presisi. Kapasitas inilah yang menjadikannya aset berharga dalam operasi militer Israel.
Dalam serangan ke Iran pada Jumat, 13 Juni 2025, militer Israel dilaporkan mengerahkan lebih dari 100 pesawat. Mereka menggunakan pelacakan presisi untuk menargetkan pejabat militer senior, ilmuwan nuklir, dan pusat komando Iran. “Ada waktu dan tempat untuk Hellfire. Mereka sangat berguna bagi Israel,” kata seorang pejabat senior pertahanan AS, mengonfirmasi peran vital rudal tersebut.
Serangan Israel tersebut berhasil menewaskan sejumlah pejabat tinggi dan ilmuwan nuklir Iran. Korban tewas termasuk Mayor Jenderal Hossein Salami, Kepala Korps Garda Revolusi Islam (IRGC); Mayor Jenderal Mohammad Bagheri, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran; dan Ali Shamkhani, seorang ajudan dekat Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Ternyata, pemerintahan Donald Trump telah mengetahui rencana serangan Israel ini selama berbulan-bulan. *Middle East Eye* sebelumnya mengungkapkan bahwa CIA telah diberi informasi pada April dan Mei mengenai niat Israel untuk menyerang situs nuklir Iran secara sepihak. Analisis sistem target Israel dan rencana pertempuran, termasuk serangan siber yang dikombinasikan dengan serangan presisi tanpa keterlibatan langsung AS, dinilai “mengesankan” oleh pemerintah Amerika.
Namun, perilaku Trump dalam beberapa bulan terakhir sempat memberikan kesan bagi pengamat, dan mungkin juga Iran, bahwa ia akan terus menolak lobi terbuka Perdana Menteri Israel Netanyahu untuk menyetujui serangan tersebut. Sebuah laporan dari *Axios* pada hari Jumat, mengutip dua pejabat Israel, mengklaim bahwa pemerintahan Trump hanya berpura-pura menentang rencana serangan Israel, namun secara pribadi tidak keberatan.
Trump sendiri kemudian menjelaskan strateginya dengan mengatakan bahwa ia memberi Iran waktu 60 hari untuk menyetujui perjanjian nuklir baru dengan pemerintahannya sebelum melancarkan serangan. Batas waktu 60 hari ini sebelumnya telah dilaporkan oleh media Israel pada Maret 2025.
Faktanya, pembicaraan antara pemerintahan Trump dan Iran dimulai pada 12 April 2025, dan serangan Israel terjadi tepat 61 hari kemudian. Negosiasi dalam beberapa minggu terakhir menemui jalan buntu karena desakan AS agar Iran setuju untuk tidak memperkaya uranium apa pun, sementara Teheran dengan tegas mempertahankan haknya untuk melakukan pengayaan.
Sebagai bagian dari pola yang lebih luas, pemerintahan Trump terus memberikan pasokan senjata dan persenjataan ke Israel dalam beberapa bulan terakhir. Masyarakat umum tidak perlu diberi tahu tentang transfer rudal tersebut karena sudah disetujui sebagai bagian dari kesepakatan senjata senilai US$ 7,4 miliar. Kesepakatan ini mencakup bom, rudal, dan peralatan terkait, yang telah diberitahukan kepada Kongres pada Februari 2025.
Pilihan editor: Pesawat Netanyahu Tinggalkan Israel Saat Rudal Iran Bombardir Tel Aviv