Ragamutama.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus menunjukkan kemajuan signifikan dalam penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melanda tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Patra Niaga untuk periode 2018-2023. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, baru-baru ini mengumumkan bahwa total kerugian negara akibat kasus ini telah mencapai angka yang fantastis, melebihi Rp 285 triliun.
Qohar menjelaskan bahwa jumlah kerugian tersebut, yang secara rinci mencapai Rp 285.017.731.964.389, merupakan akumulasi dari dua komponen utama: kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Angka pasti dan nyata ini diungkapkan dalam sebuah konferensi pers yang diselenggarakan di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Kamis, 10 Juli 2025.
Dalam kesempatan yang sama, Kejagung juga mengumumkan penetapan sembilan orang tersangka baru, menandakan perluasan jangkauan penyidikan kasus korupsi Pertamina ini. Para tersangka ini berasal dari berbagai posisi strategis, baik di internal perusahaan BUMN tersebut maupun entitas lain yang terlibat.
Mereka yang kini berstatus tersangka meliputi Alfian Nasution, selaku Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina; Hanung Budya Yuktyanta, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina; Toto Nugroho, VP Integrated Supply Chain; Dwi Sudarsono, VP Crude and Trading PT Pertamina periode 2019-2020; Arief Sukmara, Direktur Gas Petrochemical Pertamina International Shipping; dan Hasto Wibowo, VP Integrated Supply Chain periode 2019-2020. Selain itu, ada Martin Haendra, Business Development Manager PT Trafigura periode 2019-2021; Indra Putra, Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi; serta Mohammad Riza Chalid, Beneficial Owner PT Orbit Terminal Merak.
Abdul Qohar menegaskan bahwa perbuatan para tersangka telah secara tegas melanggar total 15 peraturan perundang-undangan. Beberapa di antaranya mencakup Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 (sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009) tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, serta Peraturan Menteri BUMN Nomor 01/MBU/2011 (sebagaimana diubah melalui Permen BUMN Nomor 09/MBU/2012) tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada BUMN.
Terkait status Mohammad Riza Chalid, pihak Kejagung menyatakan bahwa ia masih berstatus buron dan telah resmi masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Qohar mengungkapkan bahwa sejak kasus ini mulai bergulir, penyidik telah melayangkan surat panggilan sebanyak tiga kali secara berturut-turut, namun tidak pernah dipenuhi oleh Riza Chalid. Berdasarkan informasi yang dihimpun, yang bersangkutan diduga tidak berada di dalam negeri.
Kejaksaan Agung mendapatkan kabar bahwa Riza Chalid saat ini terdeteksi berada di Singapura. Oleh karena itu, penyidik telah mengambil langkah proaktif dengan berkoordinasi langsung dengan perwakilan Kejaksaan RI yang bertugas di negara tersebut untuk menindaklanjuti keberadaan tersangka.