Ragamutama.com – , Jakarta – Inovasi terkini dalam teknologi baterai menghadirkan harapan baru bagi keselamatan penggunaan perangkat bertenaga baterai, termasuk mobil listrik dan alat kesehatan. Sebuah material polimer khusus kini dikembangkan untuk disematkan pada baterai, yang mampu secara otomatis melepaskan bahan kimia anti-api saat mencapai temperatur tinggi, secara signifikan mengurangi risiko ledakan dan kebakaran.
“Pendekatan kami ini secara substansial meningkatkan keselamatan pada baterai-baterai litium yang saat ini banyak digunakan dan mengandalkan elektrolit cair,” ujar Ying Zhang, seorang peneliti di bidang penyimpanan energi dan elektrolit padat dari Institut Kimia, Akademi Ilmu Pengetahuan Cina. Ia menambahkan bahwa terobosan ini layaknya membuka sebuah katup keselamatan, di mana bahan-bahan kimia tersebut akan menyelimuti gas-gas yang mudah terbakar sebelum sempat meledak, sehingga berhasil mencegah insiden kebakaran.
Seperti dilaporkan oleh New Scientist pada 14 Juli 2025, dan dipublikasikan dalam jurnal PNAS, Zhang serta timnya telah berhasil menciptakan dan menguji material polimer anti-api ini dalam sebuah prototipe baterai logam litium. Meskipun baterai jenis ini belum banyak digunakan saat ini, versi generasi mendatangnya diproyeksikan menjadi kandidat utama pengganti baterai yang populer sebagai sumber tenaga kendaraan listrik dan perangkat elektronik portabel. Keunggulan baterai logam litium terletak pada kemampuannya menyimpan energi hingga 10 kali lebih banyak dibandingkan baterai ion-litium yang kini banyak dipakai, karena menggunakan litium murni sebagai elektroda negatifnya (anoda), bukan grafit.
Untuk membuktikan efektivitasnya, Zhang dan timnya menguji prototipe baterai mereka serta baterai logam litium standar dengan memaparkannya pada peningkatan suhu bertahap, dimulai dari 50 derajat Celsius. Ketika suhu mencapai lebih dari 100 derajat Celsius, kedua baterai mulai mengalami pemanasan berlebih (overheat). Namun, pada baterai prototipe, material polimer khusus tersebut secara otomatis pecah, melepaskan bahan kimia yang digambarkan Zhang berfungsi seperti ‘pemadam kebakaran mikroskopis’.
Perbedaan mencolok terlihat ketika suhu melampaui 120 derajat Celsius. Baterai logam litium standar memanas hingga mencapai 1000 derajat Celsius hanya dalam 13 menit dan langsung terbakar. Di sisi lain, dalam kondisi yang sama, suhu tertinggi yang tercatat pada baterai prototipe hanya 220 derajat Celsius, tanpa adanya api atau ledakan yang terjadi. Hasil ini menunjukkan potensi luar biasa dalam meningkatkan keselamatan baterai secara drastis.
Jagjit Nanda, Direktur Eksekutif SLAC – Stanford Battery Research Center, memuji penemuan ini sebagai pendekatan ilmiah material yang sangat inovatif. Ia percaya bahwa metode ini berpotensi besar untuk mengurangi risiko pemanasan berlebih atau kebakaran, tidak hanya pada baterai logam litium, tetapi juga pada baterai ion-litium dan litium-sulfur tertentu. “Ini dapat mengarah pada pengembangan baterai yang jauh lebih aman, khususnya untuk kendaraan listrik atau bahkan pesawat listrik di masa depan,” kata Nanda.
Zhang menyatakan keyakinannya bahwa teknologi supresan api ini dapat terintegrasi dengan baik ke dalam proses produksi baterai yang sudah ada. Ia melihat teknologi ini sebagai sebuah peningkatan keselamatan yang dapat diimplementasikan dengan cepat, di tengah industri yang terus berlomba mencari solusi jangka panjang melalui desain dan kimia baterai alternatif. Meskipun demikian, ia juga mengakui bahwa penginjeksian material polimer ke dalam baterai akan memerlukan beberapa perubahan pada proses manufaktur yang sudah berjalan.