Saham Perbankan Big Cap Kembali Menggeliat di Zona Hijau: Mengurai Aksi Investor Asing dan Rekomendasi Analis
JAKARTA – Setelah sempat tertekan dan bergerak di zona merah, kinerja saham bank-bank dengan kapitalisasi pasar besar (big cap) kembali menunjukkan geliat positif pada perdagangan Kamis (5/6) lalu. Momentum ini menandakan adanya pergeseran sentimen di tengah dinamika pasar modal Indonesia.
Pergerakan positif tersebut dipimpin oleh PT Bank Negara Indonesia (BBNI) yang melonjak signifikan sebesar 2,79%, menutup perdagangan di level Rp 4.420 per saham. Meskipun dalam sepekan terakhir sahamnya masih terkoreksi 2,43%, BBNI sukses menjadi daya tarik utama bagi investor asing dengan catatan *net foreign buy* mencapai Rp 140,99 miliar.
Senada dengan BBNI, saham PT Bank Mandiri (BMRI) juga mencatat penguatan 1% ke level Rp 5.075 per saham, berkat suntikan dana asing yang membukukan *net foreign buy* sebesar Rp 100,13 miliar. Namun, dalam rentang sepekan, performa BMRI masih tergerus 6,02%. Tak ketinggalan, PT Bank Syariah Indonesia (BRIS) turut menikmati sentimen positif dari investor asing dengan *net buy* Rp 55,20 miliar, mendorong sahamnya menguat 0,78% ke level Rp 2.750. Meski demikian, dalam sepekan, saham BRIS menyusut paling dalam, yakni 12,88%.
Di sisi lain, pergerakan saham PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) terpantau menguat tipis 0,49% menjadi Rp 4.100 per saham pada Kamis (5/6). Namun, dalam sepekan, saham BBRI anjlok 6,18% dan justru menjadi target penjualan oleh investor asing dengan *net foreign sell* sebesar Rp 19,47 miliar. Kondisi serupa dialami PT Bank Central Asia (BBCA) yang terkoreksi 0,56% ke level Rp 8.925 per saham, dan dalam sepekan juga turun 5,56%. BBCA menjadi bank dengan aksi jual asing terbesar, mencatat *net sell* mencapai Rp 252,66 miliar.
Menanggapi fenomena ini, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menjelaskan bahwa pergerakan ini dipengaruhi oleh rotasi sektor penempatan saham oleh investor asing. Menurut Nafan, saat ini investor cenderung mencermati sektor IDX Energy yang dinilai rajin membagikan dividen. Oleh karena itu, koreksi harga saham perbankan dinilai wajar dalam jangka pendek.
Meskipun terjadi koreksi, Nafan menegaskan bahwa secara *long term* atau jangka panjang, prospek saham perbankan tetap sangat baik. “Perbankan masih konsisten mencatat pertumbuhan kredit yang solid seperti BBCA,” ungkap Nafan pada Minggu (8/6). Lebih lanjut, ia menambahkan, komitmen Bank Indonesia untuk terus menerapkan kebijakan pelonggaran moneter di masa depan akan memberikan keuntungan signifikan bagi peningkatan pertumbuhan kredit, yang juga diimbangi dengan mitigasi efektif terhadap potensi kenaikan NPL (kredit bermasalah).
Sementara itu, Research Analyst Infovesta Kapital Advisori, Arjun Ajwani, memberikan perspektif lain terkait penurunan saham bank berkapitalisasi besar beberapa waktu sebelumnya. Menurutnya, pelemahan tersebut disebabkan oleh derasnya arus investasi asing yang keluar dari pasar saham domestik. “Kebanyakan dari investor asing memegang saham-saham perbankan besar dan emiten *blue chip* lain. Jadi kalau mengalihkan dana jelas jualnya dari kepemilikan mereka dari saham-saham perbankan tersebut,” jelas Arjun.
Arjun menambahkan, aksi jual oleh investor asing ini merupakan kombinasi dari beberapa faktor. Di antaranya adalah peningkatan tensi tarif antara China-Amerika Serikat (AS) dan risiko kenaikan tarif secara umum, serta merosotnya posisi neraca perdagangan domestik. Kombinasi faktor-faktor ini secara keseluruhan turut memicu aliran keluar (outflow) modal asing dari pasar rupiah.
Dalam menghadapi dinamika pasar tersebut, Nafan Aji Gusta tetap memberikan rekomendasi positif bagi saham-saham perbankan. Ia merekomendasikan *accumulative buy* untuk BBNI dengan target terdekat Rp 4.550, dan *buy* untuk BBRI dengan target terdekat Rp 4.530. Sementara itu, untuk BMRI, target terdekatnya berada di Rp 5.500, BBCA di Rp 8.375, dan BRIS dengan rekomendasi *accumulative buy* terdekat Rp 2.640. Rekomendasi ini menunjukkan keyakinan analis terhadap fundamental sektor perbankan meskipun diwarnai fluktuasi jangka pendek.