Perlindungan Raja Ampat Menguat: Pemerintah Cabut Empat IUP Nikel, Greenpeace Desak SK Resmi dan Perlindungan Total
JAKARTA – Greenpeace Indonesia secara tegas mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan surat keputusan (SK) resmi terkait pencabutan empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat. Desakan ini muncul menyusul pengumuman pemerintah tentang penarikan izin tersebut, bertujuan memperkuat legalitas keputusan dan menutup celah bagi perusahaan pemegang IUP untuk mengajukan tuntutan hukum di kemudian hari.
Kepala Kampanye Hutan Indonesia Greenpeace, Kiki Taufik, menyatakan bahwa pengumuman pencabutan empat IUP pada Selasa, 10 Juni 2025, merupakan langkah maju yang signifikan dalam upaya membebaskan Raja Ampat dari ancaman aktivitas tambang. “Keputusan pencabutan ini adalah kabar baik, setidaknya sebuah langkah awal yang positif. Ini merupakan salah satu langkah penting menuju perlindungan penuh dan permanen terhadap ekosistem Raja Ampat,” ujar Kiki pada Rabu, 11 Juni 2025. Namun, ia juga menggarisbawahi kekecewaan Greenpeace karena pemerintah masih membiarkan satu pertambangan nikel, yakni PT Gag Nikel, tetap beroperasi.
Greenpeace menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan agar Raja Ampat sepenuhnya bebas dari kegiatan pertambangan. Menurut Kiki, aktivitas PT Gag Nikel tetap berpotensi besar merusak ekosistem laut dan pesisir yang rapuh di wilayah tersebut. “Kami tetap menuntut perlindungan total bagi seluruh ekosistem Raja Ampat, termasuk pencabutan seluruh izin tambang—baik yang aktif maupun tidak aktif,” tegasnya, menyoroti pentingnya langkah holistik untuk konservasi.
Sebelumnya, pemerintah telah secara resmi mengumumkan pencabutan empat IUP nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keputusan krusial ini disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, dalam konferensi pers daring pada Selasa, 10 Juni 2025. Prasetyo menjelaskan bahwa proses pencabutan izin ini merupakan hasil evaluasi menyeluruh yang melibatkan koordinasi lintas kementerian, termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Sekretariat Negara, serta Sekretariat Kabinet.
“Presiden memimpin langsung rapat terbatas yang membahas persoalan izin tambang di Raja Ampat. Atas arahan beliau, pemerintah memutuskan mencabut izin usaha pertambangan empat perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut,” jelas Prasetyo, menunjukkan komitmen serius pemerintah terhadap perlindungan lingkungan dan penataan ulang sektor pertambangan.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, kemudian merinci empat IUP yang telah dicabut, yaitu milik PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham. Berbeda dengan keempatnya, izin PT Gag Nikel yang berada di Pulau Gag tidak dicabut dan diizinkan untuk melanjutkan operasinya. Bahlil menjelaskan bahwa keputusan ini didasari hasil pengecekan langsung di lapangan oleh timnya, di mana hanya PT Gag Nikel yang memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2025, sementara empat perusahaan lainnya tidak mengajukan.
Lebih lanjut, Bahlil memaparkan bahwa total luas konsesi yang diberikan kepada PT Gag Nikel mencapai 13.136 hektare, dengan area yang telah dibuka baru sekitar 260 hektare. Dari luasan tersebut, lebih dari 130 hektare telah berhasil direklamasi, dan 54 hektare di antaranya bahkan telah dikembalikan kepada negara. Ia juga menekankan bahwa Pulau Gag tidak termasuk dalam kawasan Geopark Raja Ampat. “Letaknya sekitar 42 km dari Piaynemo, pusat kawasan wisata utama, dan secara geografis lebih dekat ke Maluku Utara,” imbuhnya, memberikan perspektif lokasi yang mendukung keputusan pemerintah.
Di sisi lain, keempat perusahaan yang izinnya dicabut dinilai memiliki beragam persoalan, termasuk pelanggaran lingkungan dan isu legalitas yang tidak lagi sejalan dengan perkembangan kebijakan nasional terkini. “Sebagian dari izin-izin ini dikeluarkan pada 2004 hingga 2006 oleh pemerintah daerah sesuai Undang-Undang Minerba lama. Tapi kami tidak ingin menyalahkan siapa pun, ini adalah tanggung jawab bersama untuk kita bereskan,” ujar Bahlil, mengakui kompleksitas masalah yang diwariskan dari regulasi terdahulu.
Hingga berita ini diterbitkan, upaya *Tempo* untuk mendapatkan tanggapan dari Juru Bicara Menteri ESDM, Dwi Anggia, terkait keberadaan SK pencabutan empat izin usaha pertambangan di Raja Ampat, belum membuahkan hasil. Ini menandai bahwa isu perlindungan ekosistem Raja Ampat dan kepastian hukum terkait izin pertambangan masih menjadi perhatian utama berbagai pihak.
Pilihan Editor: [Mengapa Pengusaha Menolak Kenaikan Royalti Tambang](https://example.com/mengapa-pengusaha-menolak-kenaikan-royalti-tambang)