Ragamutama.com – Penutupan perdagangan hari ini menunjukkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan. Walaupun sentimen yang beredar, baik secara global maupun di dalam negeri, cenderung netral, para pelaku pasar terlihat mengambil kesempatan dari singkatnya hari perdagangan saham minggu ini untuk melakukan aksi profit taking. Pada sesi perdagangan hari Senin (26/5), IHSG terkoreksi sebesar 25,81 poin atau setara dengan 0,36 persen, berakhir pada level 7.188,353.
Secara keseluruhan, terdapat 239 saham yang berhasil mencatatkan kenaikan, sementara 430 saham mengalami penurunan, dan 291 saham berada dalam posisi stagnan. Volume transaksi perdagangan tercatat mencapai Rp 13,97 triliun, dengan total 34,79 miliar saham yang berpindah tangan.
Menurut pengamatan analis pasar modal, Hans Kwee, dinamika pasar global saat ini masih sangat dipengaruhi oleh tekanan yang berasal dari Amerika Serikat (AS). Namun, situasi ini justru menciptakan peluang bagi pasar keuangan di Asia untuk menarik masuk aliran dana segar.
Penurunan peringkat kredit AS oleh lembaga Moody’s, yang disebabkan oleh beban utang yang semakin berat dan bunga yang terus meningkat, juga memicu fenomena ‘Sell America’. Hal ini mengakibatkan pelemahan pada indeks dolar AS (USD), mendorong kenaikan yield obligasi pemerintah AS, serta memberikan tekanan pada harga saham di bursa Wall Street.
“Persetujuan RUU pemotongan pajak di DPR AS juga turut menambah sentimen negatif bagi pasar keuangan AS. Selain itu, ancaman Presiden AS Donald Trump terhadap Uni Eropa untuk menaikkan tarif hingga 50 persen pada tanggal 1 Juni semakin memperburuk risiko terjadinya perang dagang,” jelas Hans kepada Jawa Pos, pada hari Senin (26/5).
Peringatan yang dikeluarkan oleh AS tersebut telah menimbulkan gejolak di pasar keuangan Eropa. Namun, secara paradoks, keluarnya dana dari AS justru menjadi faktor pendukung bagi pasar Asia. Di sisi lain, Tiongkok semakin aktif dalam menjalin kemitraan ekonomi dengan negara-negara ASEAN, termasuk perjanjian perdagangan bebas yang mencakup sektor ekonomi digital, energi hijau, dan berbagai industri baru lainnya. “Hal ini memperkuat fondasi regional dalam menghadapi ketidakpastian global,” kata dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Trisakti tersebut.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga acuan sebanyak dua kali hingga akhir tahun 2025. Proyeksi ini menjadi katalis positif bagi pasar saham domestik. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa pekan ini merupakan pekan perdagangan yang lebih pendek bagi pasar Indonesia, yang hanya berlangsung hingga hari Rabu (28/5).
“Oleh karena itu, diperkirakan bahwa para pelaku pasar akan memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan aksi ambil untung (profit taking),” ungkap Hans.
Lebih lanjut, ia memperkirakan bahwa IHSG berpotensi mengalami pelemahan pada pekan ini, dengan level support berada di kisaran 7.088 hingga 6.811, serta level resistance di kisaran 7.250 hingga 7.300.