Tren Private Placement Menguat: Strategi Cepat Emiten Kuatkan Modal di Tengah Volatilitas Pasar Saham
JAKARTA – Fenomena pencarian dana melalui skema penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau yang lebih dikenal dengan *private placement* tengah menjadi sorotan di kalangan emiten. Strategi ini kian digemari sebagai respons atas kondisi pasar saham yang masih diselimuti risiko volatilitas tinggi, menawarkan jalur perolehan dana yang lebih efisien dan cepat.
Baru-baru ini, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pengelola restoran KFC, telah merampungkan pelaksanaan *private placement* pada Selasa, 3 Juni. Dalam aksi korporasi ini, FAST menerbitkan sebanyak 533,33 juta saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 150 per saham. Induk usaha FAST, PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET), turut berpartisipasi dengan menyerap 266,66 juta saham. Langkah ini berhasil menyuntikkan dana segar senilai Rp 40 miliar bagi FAST dari DNET, sekaligus meningkatkan porsi kepemilikan saham DNET pada FAST dari 35,84% menjadi 37,81%. Kendati demikian, *private placement* ini mengakibatkan dilusi kepemilikan bagi pemegang saham FAST yang tidak berpartisipasi, mencapai 11,79%. Seluruh dana yang terkumpul dialokasikan FAST untuk mendukung kebutuhan modal kerja perusahaan di masa mendatang.
Tren *private placement* tidak berhenti di sana. PT Mitra Investindo (MITI), emiten yang bergerak di sektor pelayaran, logistik, dan pertambangan, juga berencana menggelar *private placement* sebanyak-banyaknya 354,07 juta saham Kelas B dengan nominal Rp 50, setara 10% dari seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam MITI. Pelaksanaan ini masih menunggu persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diagendakan pada Kamis, 5 Juni. Jika disetujui, *private placement* MITI akan berlangsung selama dua tahun ke depan. MITI mengungkapkan bahwa aksi korporasi ini krusial untuk memperkuat struktur permodalan perusahaan demi pengembangan usaha dan menggali potensi ekspansi di bidang pertambangan mineral strategis silika melalui anak usahanya, PT Nusantara Bina Silika (NBS). Dampaknya, persentase kepemilikan saham pemegang saham MITI saat ini akan terdilusi maksimal 9,09%.
Di pertengahan Mei lalu, PT MNC Land Tbk (KPIG) juga telah mengumumkan rencana *private placement* hingga 9,76 miliar saham atau paling banyak 10% dari total saham yang ditempatkan dan disetor penuh. Saham baru yang diterbitkan melalui aksi korporasi ini memiliki nominal Rp 100 per saham. KPIG berencana menggunakan dana hasil *private placement* untuk membiayai proyek unggulan mereka, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lido City. Aksi korporasi ini dijadwalkan berlangsung dalam waktu dua tahun sejak persetujuan RUPSLB KPIG yang direncanakan pada 27 Juni 2025, dan akan menyebabkan dilusi kepemilikan saham bagi pemegang saham KPIG sebanyak 9,09%.
Senada dengan emiten-emiten lain, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) juga berencana mencari pendanaan serupa melalui skema *private placement* sebanyak 2,48 miliar saham, atau paling banyak 10% dari total saham yang telah ditempatkan dan disetor penuh. ENRG akan meminta restu untuk *private placement* ini pada RUPSLB yang akan diselenggarakan pada 26 Juni 2025. Jika disetujui, *private placement* ini akan berlaku selama dua tahun dari tanggal RUPSLB. Dana yang diperoleh dari penerbitan saham ini akan dimanfaatkan untuk kebutuhan modal kerja dan belanja modal ENRG serta anak usahanya, dalam rangka pengembangan bisnis. Aksi ini diperkirakan akan menyebabkan dilusi kepemilikan saham bagi pemegang saham ENRG paling banyak 9,091%.
Menanggapi fenomena ini, Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Utama, mengungkapkan bahwa alasan utama emiten memilih *private placement* adalah efisiensi dan kecepatan proses. “Emiten tentu akan cenderung memilih opsi yang lebih minim risiko untuk menjaga stabilitas harga saham dan sentimen investor,” ujarnya pada Rabu, 4 Juni. Ia menambahkan, dibanding *rights issue*, *private placement* memungkinkan emiten memperoleh dana lebih cepat di tengah kondisi pasar saham yang bergejolak.
Muhammad Wafi dari Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI) mengamini, menyoroti keunggulan *private placement* yang memungkinkan emiten mengakses pendanaan secara cepat, fleksibel, dan dengan risiko gagal yang minim. Namun, ia juga mengakui sisi negatifnya, yakni potensi dilusi bagi saham investor lama, kurangnya transparansi, serta risiko tekanan harga saham dalam jangka pendek.
Mengenai dampaknya terhadap harga saham emiten, Wafi menyatakan bahwa *private placement* secara teoretis dapat berdampak positif, namun sangat bergantung pada efektivitas penggunaan dana hasil aksi korporasi tersebut. Ekky menambahkan bahwa dampak harga saham cenderung bervariasi, tergantung pada transparansi tujuan dan efektivitas penggunaan dana yang dihimpun. Secara historis, banyak emiten yang justru mengalami kenaikan harga saham dalam jangka pendek setelah mengumumkan agenda *private placement*, karena investor kerap melihatnya sebagai sinyal ekspansi atau perbaikan struktur keuangan emiten.
Kedua analis sepakat bahwa tren *private placement* ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2025. Emiten-emiten yang memerlukan suntikan dana segar untuk modal kerja, pelunasan utang, atau berencana berekspansi, kemungkinan besar akan melirik skema penambahan modal ini. “Biasanya *private placement* akan dilakukan oleh emiten yang struktur modalnya tipis, rasio utang tinggi, dan sedang tahap ekspansi,” imbuh Wafi. Meskipun Wafi belum memiliki rekomendasi saham khusus atas emiten yang menggelar *private placement* baru-baru ini, Ekky menilai saham ENRG cukup menarik untuk dicermati investor. Dari sisi teknikal, saham ENRG berpotensi bergerak ke area Rp 250—260 per saham dengan target harga di kisaran Rp 300 per saham.