Ragamutama.com, JAKARTA. Pergerakan indeks dolar (DXY) menunjukkan pelemahan, dipicu oleh penurunan peringkat kredit (rating) pemerintah Amerika Serikat (AS) oleh lembaga pemeringkat Moody’s. Kondisi ini membuka peluang bagi penguatan nilai tukar Rupiah, dengan catatan tidak terjadi eskalasi tensi dalam dinamika perdagangan global serta adanya potensi penurunan suku bunga.
Data dari Trading Economics mencatat, indeks DXY terkoreksi sebesar 0,03% hingga mencapai level 100,4 pada hari Selasa, 20 Mei, pukul 20.00 WIB. Pelemahan ini merupakan kelanjutan dari tren penurunan DXY yang telah berlangsung selama sepekan terakhir, dengan total penurunan mencapai 0,57%.
Analis Research & Development Trijaya Pratama Futures, Alwi Assegaf, menjelaskan bahwa pelemahan indeks DXY ini sejalan dengan meredanya ketegangan perang dagang dan adanya revisi turun peringkat kredit oleh Moody’s. Tekanan terhadap mata uang dolar AS diperkirakan masih akan berlanjut, didorong oleh fokus pasar terhadap potensi kebijakan penurunan suku bunga di masa mendatang.
Dolar AS Melemah, Rupiah Diproyeksikan Kembali ke Level Rp 16.200 dalam Jangka Waktu Dekat
Alwi menambahkan, data Indeks Harga Konsumen (IHK) atau *Consumer Price Index* (CPI) AS menunjukkan adanya kenaikan, namun Indeks Harga Produsen (IHP) atau *Producer Price Index* (PPI) justru mengalami penurunan, mengindikasikan adanya kecenderungan perlambatan inflasi. “Oleh karena itu, peluang untuk memangkas tingkat suku bunga menjadi semakin terbuka lebar,” ungkapnya kepada Kontan.co.id, Selasa (20/5).
Namun demikian, dalam jangka pendek, tekanan terhadap dolar AS cenderung terbatas. Hal ini disebabkan oleh sikap *wait and see* para pelaku pasar yang menunggu kepastian mengenai kebijakan tarif.
Ekonom Global Markets Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, sependapat bahwa tekanan terhadap dolar AS saat ini bersifat sementara. Akan tetapi, dengan semakin banyaknya sentimen positif yang berkembang di pasar, peluang penguatan nilai tukar Rupiah semakin besar di masa depan.
“Selama eskalasi perang dagang tidak semakin memburuk, masih terdapat peluang bagi Rupiah untuk menguat, meskipun data-data dari sentimen domestik tidak menunjukkan performa yang terlalu menggembirakan,” jelasnya lebih lanjut.
Kendati demikian, neraca perdagangan Indonesia yang terus mencatatkan surplus dalam beberapa bulan terakhir, serta defisit fiskal yang juga mencatat surplus pada bulan April 2025, dan adanya arus modal masuk (inflow) di pasar keuangan Indonesia, Myrdal memperkirakan nilai wajar Rupiah berada di kisaran Rp 16.184 per dolar AS.
Rupiah Tertopang Pelemahan Dolar AS, Simak Proyeksi Pergerakannya pada Hari Rabu (21/5)
Potensi penguatan Rupiah juga semakin terbuka lebar seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI). Ia memprediksi bahwa pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu (21/5), akan ada pemangkasan suku bunga BI sebesar 25 basis poin (bps).
“Mengingat kondisi ekonomi yang masih cenderung melambat, tingkat inflasi yang masih rendah, dan tren Rupiah yang positif, seharusnya perkembangan ini menjadi sinyal positif untuk menurunkan suku bunga, apalagi ekonomi Indonesia saat ini membutuhkan dorongan,” paparnya.
Oleh karena itu, Myrdal memperkirakan Rupiah berpotensi berada di level Rp 16.392 per dolar AS. Sementara itu, di akhir tahun, Rupiah diperkirakan akan berada di level Rp 15.924 per dolar AS, dengan mempertimbangkan potensi penurunan suku bunga satu kali lagi sebesar 25 bps di semester II.
Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana, juga melihat adanya potensi penguatan bagi nilai tukar Rupiah. Berdasarkan perhitungannya, dengan indeks DXY berada di level 100, maka Rupiah seharusnya berada di kisaran Rp 15.800 – Rp 15.900 per dolar AS.
Nilai Rupiah yang undervalued diperkirakan disebabkan oleh kekhawatiran akan instabilitas ekonomi di dalam negeri. Salah satu kekhawatiran utama adalah defisit transaksi berjalan yang berkelanjutan. Akibatnya, pada semester I tahun ini, Rupiah diperkirakan masih akan berada di kisaran Rp 16.300 – Rp 16.500 per dolar AS.
“Karena meskipun ada aliran dana masuk di pasar saham, namun aliran dana masuk di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) belum terlalu kuat,” ungkapnya.
Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp 16.413 Per Dolar AS pada Hari Ini (20/5)
Rupiah sebenarnya memiliki potensi untuk menjadi lebih kuat, dengan catatan adanya peningkatan persepsi positif dari investor. Namun, dengan kondisi saat ini yang diwarnai ketidakpastian perang dagang, ia menilai bahwa investor masih akan bersikap *wait and see*.
Untuk semester II, potensi penurunan suku bunga diharapkan dapat mendorong penguatan Rupiah lebih lanjut. Akan tetapi, hal ini juga harus diiringi dengan penurunan risiko dari perang dagang, serta dorongan positif dari dalam negeri.
Dorongan yang dimaksud terkait dengan sektor riil, seperti deregulasi dan kepastian hukum. Sementara itu, kondisi di pasar keuangan akan mengikuti perkembangan di sektor riil.
Dengan demikian, Fikri mempertahankan target Rupiah di level Rp 16.400 – Rp 16.500 per dolar AS di akhir tahun 2025. Hal ini mempertimbangkan adanya perubahan struktural dalam kondisi sektor riil, serta pemerintahan Indonesia yang baru berjalan satu tahun, sehingga masih terdapat proses adaptasi kebijakan di sektor fiskal.
“Tentunya ini akan berdampak pada tingkat kepercayaan investor terhadap pemerintah, serta dorongan pemerintah di sektor riil,” pungkasnya.