Presiden terpilih, Prabowo Subianto, berencana untuk meninjau ulang kebijakan terkait penerapan pajak penghasilan (PPh) bagi individu dengan pendapatan tinggi. Wacana ini akan dibahas dalam forum Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional yang akan dipimpin langsung oleh beliau.
“Saya akan telaah kembali isu perpajakan. Pajak yang signifikan akan dikenakan kepada mereka yang berpenghasilan tinggi. Bagi mereka yang gajinya tidak besar, tentu tidak perlu terbebani pajak yang memberatkan,” ujar Presiden Prabowo dalam penutup pidatonya pada peringatan Hari Buruh (May Day) 2025 di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Kamis (1/5).
Prabowo melanjutkan bahwa pekerja dengan pendapatan yang tergolong minim tetap akan dikenakan kewajiban pajak, namun dengan pertimbangan. “Tetapi, jika jumlahnya kecil, tentu diperbolehkan, bukan? Boleh ya, jika tidak terlalu besar. Ya, sedikit-sedikit, bolehlah.”
Beliau menekankan bahwa keluhan para buruh mengenai beban pajak akan menjadi salah satu agenda utama yang dibahas oleh Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional. “Ini akan menjadi fokus pembahasan dalam Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional,” tegas Prabowo.
Pada peringatan May Day yang berlangsung di Lapangan Silang Monas, Presiden Prabowo mengumumkan rencananya untuk membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional. Dewan ini, yang akan diisi oleh tokoh-tokoh dan pemimpin serikat buruh dari seluruh Indonesia, akan bertugas memberikan masukan dan rekomendasi langsung kepada Presiden terkait kepentingan dan kesejahteraan buruh.
“Tugas utama mereka adalah mengkaji kondisi dan kebutuhan buruh, serta memberikan nasihat kepada Presiden mengenai undang-undang yang kurang memadai atau regulasi yang tidak tepat, agar segera dapat diperbaiki dan disempurnakan,” jelas Prabowo.
Pemerintah Diminta Lebih Agresif Pajaki Orang Kaya RI
Sebuah laporan terbaru dari Center of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti potensi pendapatan negara yang signifikan jika pemerintah lebih optimal dalam mengenakan pajak kepada kelompok super kaya. Peningkatan pungutan pajak ini berpotensi besar dalam mendongkrak pendapatan negara secara keseluruhan.
Untuk merealisasikan potensi tersebut, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang lebih agresif dalam memungut pajak dari kalangan super kaya. Ekonom dari Center of reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy, mengemukakan beberapa strategi yang dapat diimplementasikan oleh pemerintah.
“Untuk memastikan efektivitas pemungutan pajak dari kelompok super kaya, ada sejumlah langkah strategis yang dapat diambil oleh pemerintah,” ungkap Yusuf kepada Katadata.co.id, Jumat (13/9).
Langkah pertama yang esensial adalah memperkuat basis data yang berkaitan dengan kekayaan para miliarder. Yusuf menjelaskan bahwa hal ini dapat dicapai melalui kolaborasi dengan lembaga keuangan, pencatatan aset properti secara akurat, serta pemantauan transaksi saham dan investasi secara cermat.
Langkah kedua yang krusial adalah meningkatkan penegakan hukum pajak secara tegas. “Ini mencakup audit pajak yang lebih terarah dan penerapan sanksi yang berat bagi pelaku penghindaran pajak,” tegas Yusuf.
Selanjutnya, langkah ketiga adalah memperkenalkan tarif pajak progresif yang lebih tinggi, seperti pajak penghasilan (PPh) orang pribadi yang mencapai 35% untuk penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun. Selain itu, perlu dipertimbangkan penambahan instrumen pajak kekayaan seperti pajak atas properti mewah, pajak warisan, atau pajak atas investasi berskala besar.
Yusuf berpendapat bahwa langkah-langkah ini sangat diperlukan mengingat potensi penerimaan dari kelompok super kaya di Indonesia sangat besar. “Saat ini, kontribusi PPh orang pribadi dari kelompok kaya hanya sekitar 0,7% dari total penerimaan pajak. Padahal, ada peluang signifikan untuk meningkatkan penerimaan melalui penerapan tarif yang lebih progresif,” pungkas Yusuf.