Ragamutama.com, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan alasan mengapa Presiden Prabowo Subianto memilih untuk tidak melakukan tindakan pembalasan, atau retaliasi, terhadap penetapan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Menurutnya, Presiden Prabowo menginstruksikan untuk mengedepankan perundingan.
“Arahan Bapak Presiden, yang disampaikan beberapa kali dalam pembicaraan, termasuk dalam rapat, adalah bahwa Indonesia memilih jalur negosiasi dalam merespons isu ini. Hal ini dikarenakan Amerika Serikat adalah mitra strategis bagi Indonesia,” ujar Airlangga dalam Sarasehan Ekonomi di Jakarta, pada hari Selasa, 8 April 2025, sebagaimana yang disiarkan melalui akun YouTube Sekretariat Presiden (Setpres).
Airlangga menambahkan, pemerintah Indonesia juga mengambil langkah pendekatan diplomatik, termasuk dengan membuka akses pasar. Salah satu wujudnya adalah melalui keikutsertaan dalam perjanjian perdagangan bebas yang melibatkan 12 negara di kawasan Asia-Pasifik, yang dikenal sebagai Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP).
“Selain itu, RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership, yakni perjanjian perdagangan bebas antara 15 negara di Asia-Pasifik) juga menjadi fokus di ASEAN. Indonesia pun aktif mendorong peningkatan trade intra-ASEAN,” kata Airlangga.
Lebih lanjut, ia menyoroti mengenai Trade and Investment Framework Agreement (TIFA), perjanjian perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Amerika Serikat, yang terakhir kali diperbarui pada tahun 1996. Menurutnya, perjanjian tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
“Perjanjian TIFA ini terakhir dilakukan pada tahun 1996, sehingga sudah obsolet. Malaysia juga berencana mendekati Indonesia untuk menjalin perjanjian TIFA,” jelas Airlangga.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Indonesia memiliki berbagai opsi untuk melakukan diversifikasi destinasi ekspor. Ia menyampaikan bahwa Presiden Prabowo telah menginstruksikan para menteri ekonomi untuk menghadapi tantangan ekonomi global dengan berinisiatif melakukan reformasi dan deregulasi.
“Seperti yang telah disampaikan oleh Pak Menko Airlangga, destinasi ekspor kita masih memiliki potensi untuk di-diversify dan diperkuat attachment-nya. Tingkat dependensi kita terhadap Amerika Serikat tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang disebutkan sebelumnya,” ungkap Sri Mulyani.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa pemberlakuan tarif bea masuk oleh Amerika Serikat tidak menjadi masalah besar bagi Indonesia. Ia menegaskan bahwa Indonesia akan melakukan perundingan dengan semua negara untuk menghadapi potensi perang dagang tersebut.
“Kita tenang saja, kita memiliki kekuatan. Nantinya kita akan berunding dengan semua negara, dan kita juga akan membuka perundingan dengan Amerika Serikat,” kata Prabowo saat menghadiri acara panen raya padi di Majalengka, Jawa Barat, pada hari Senin, 7 April 2025.
Menurutnya, penerapan tarif resiprokal atau tarif timbal balik dapat dipertimbangkan asalkan berada pada level yang masuk akal. Ia juga menilai bahwa kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden Trump tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Amerika Serikat.
“Kita menginginkan hubungan yang baik, adil, dan setara. Jadi, kita tidak memiliki masalah. Resiprokal, jika masuk akal, wajib kita hormati. Pemerintah Amerika Serikat memikirkan kepentingan rakyat mereka, dan kita juga demikian. Tidak perlu ada rasa kecewa atau khawatir,” tegas Prabowo.
Pilihan Editor: Perbandingan Pernyataan PM Singapura, PM Malaysia, dan Prabowo tentang Tarif Trump