Prabowo Borong Jet Tempur Turki: APBN Minus, Uang dari Mana?

Avatar photo

- Penulis

Rabu, 6 Agustus 2025 - 08:57 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pemerintah Indonesia telah menarik perhatian publik dengan keputusan memborong 48 unit pesawat tempur canggih KAAN dari Turki, dalam kesepakatan bernilai fantastis lebih dari Rp160 triliun. Akuisisi besar ini terjadi di tengah kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibayangi defisit dan seruan efisiensi anggaran dari Presiden Prabowo Subianto, memicu pertanyaan serius dari para ekonom mengenai sumber pembiayaannya.

Ekonom terkemuka, Bhima Yudhistira, Direktur lembaga riset Center for Economic and Law Studies (Celios), menyoroti beban fiskal yang kian menumpuk. Menurutnya, sekitar 25% atau setara Rp552 triliun dari total penerimaan pajak negara setiap tahunnya ludes untuk membayar bunga utang negara yang mencapai angka Rp800 triliun. Situasi ini diperparah dengan perkiraan defisit APBN sepanjang tahun 2025 yang diproyeksikan Kementerian Keuangan menyentuh sekitar Rp662 triliun.

“Saya tidak mengerti, mau dibayar pakai apa? Uangnya [APBN] sudah hampir tidak ada, kecuali menambah utang. Tapi itu bisa membuat terperangkap utang dan menjadi negara yang gagal secara sistemik,” ujar Bhima Yudhistira, dalam komentarnya pada Senin (04/08). Ia menambahkan, jika pembelian alutsista dengan anggaran jumbo ini dipaksakan melalui APBN, maka “berpotensi menurunkan pos alokasi anggaran untuk belanja prioritas, seperti pendidikan, dan kesehatan.” Sebagai perbandingan, biaya pembelian pesawat tempur KAAN ini bahkan melebihi total dana abadi pendidikan LPDP yang sebesar Rp154 triliun, atau sepertiga dari anggaran perlindungan sosial Rp504,7 triliun yang menyasar puluhan juta warga.

Pembelian jet tempur ini bukanlah yang pertama di bawah kepemimpinan Prabowo. Saat masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo juga telah memesan 42 unit jet tempur Rafale dari Prancis dengan nilai kontrak lebih dari Rp130 triliun, serta mengakuisisi sederet persenjataan strategis lainnya.

Dari perspektif pertahanan, pakar militer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhamad Haripin, mengakui bahwa pengadaan pesawat jet tempur mutakhir memang krusial dalam rangka modernisasi kekuatan pertahanan udara Indonesia. Namun demikian, ia menekankan pentingnya pemerintah untuk secara cermat mempertimbangkan skema pembiayaan, kesiapan personel, serta pembaruan doktrin militer agar investasi besar ini dapat beroperasi secara optimal dan memberikan manfaat yang maksimal.

Merespons pandangan para pengamat, BBC News Indonesia telah berupaya menghubungi Kepala Biro Informasi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Brigjen Frega Wenas Inkiriwang, namun hingga artikel ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi.

Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, sebelumnya telah menyatakan bahwa tidak ada yang salah dengan kontrak pembelian jet tempur tersebut, meskipun pemerintah saat ini tengah menggalakkan kebijakan efisiensi anggaran untuk menopang perekonomian nasional. “Efisiensi bukan berarti tidak berbelanja. Memperkuat pertahanan dengan menggunakan alutsista-alutsista memang itu kita butuhkan, kita perlukan,” jelas Prasetyo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (04/08).

Mau dibayar pakai apa?

Langkah konkret pembelian 48 jet tempur KAAN dari Turki ini ditandai dengan penandatanganan kontrak yang dilakukan dalam rangkaian pameran pertahanan internasional (IDEF) 2025 di Istanbul, pada Sabtu (26/07). Menurut Kementerian Pertahanan, penandatanganan ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan awal yang telah terjalin pada 11 Juni 2025 di Jakarta, dalam acara Indo Defence, dan disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo.

Namun, pertanyaan mendasar yang diutarakan ekonom Bhima Yudhistira kembali mengemuka: bagaimana rencana pembelian dengan dana sebesar itu akan dibiayai? “Saya tidak mengerti mau dibayar pakai apa? Uangnya [APBN] sudah hampir tidak ada karena defisitnya 2,78% [dari PDB], atau Rp662 triliun,” tegas Bhima.

Ia memperingatkan, jika pemerintah memaksakan pembelian ini melalui APBN yang sedang mengalami defisit, konsekuensinya adalah penurunan alokasi anggaran untuk belanja prioritas yang sangat vital, seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. “Jadi APBN memang sudah hampir tidak ada ruang lagi untuk bermanuver, seperti membeli alat pertahanan keamanan dengan alokasi anggaran yang sangat besar,” katanya.

Pilihan lain, menurut Bhima, adalah dengan menambah utang negara. Sayangnya, kewajiban utang Indonesia hingga akhir tahun 2024 telah mencapai angka Rp10.269 triliun. Lebih spesifik, Bhima menjelaskan bahwa sekitar 25% (Rp552 triliun) dari penerimaan pajak habis hanya untuk membayar bunga utang yang jatuh tempo tahun ini, yang totalnya mencapai Rp800 triliun. Ia mencontohkan, porsi bunga utang terhadap belanja pendidikan di 2025 sebesar 76,3%, dan jika dibandingkan belanja kesehatan mencapai 256%.

“Jadi kalau ditambah lebih besar lagi maka Indonesia dianggap berpotensi sebagai negara yang gagal secara sistemik. Artinya belanja bunga utangnya lebih tinggi daripada belanja kesehatan atau belanja pendidikan,” jelas Bhima. Kondisi ini, tambahnya, sudah masuk dalam kategori “gagal sistemik” bahkan dengan skenario tanpa terjadi resesi ekonomi. Jika resesi terjadi, ruang fiskal akan semakin nihil.

Anggota Komisi I DPR, Oleh Soleh, sebelumnya juga menekankan bahwa pemerintah harus benar-benar memperhitungkan aspek pembiayaan secara cermat agar tidak membebani APBN.

Merespons kekhawatiran ini, Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menjelaskan bahwa efisiensi anggaran yang diusung Presiden Prabowo bermakna realokasi anggaran dari kegiatan yang dinilai kurang produktif ke sektor-sektor prioritas yang lebih bermanfaat. Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sekaligus Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad. “Berulang kali disampaikan bahwa efisiensi APBN itu bukan karena kita tidak ada dana. Tapi efisiensi APBN itu dilakukan untuk melakukan relokasi. [Hasil] dari efesiensi anggaran kemudian dialokasi untuk kegiatan-kegiatan lain yang lebih bermanfaat,” kata Dasco di gedung DPR, Senin (04/08).

Baca Juga :  Dasco Geram: Bendera One Piece Dipolitisasi, Ancam Persatuan Bangsa!

Baik Prasetyo maupun Dasco sepakat bahwa pengadaan jet tempur sangat dibutuhkan untuk memperkuat pertahanan Indonesia di tengah ketidakpastian global yang kian meningkat.

Pesawat tempur KAAN, yang dikembangkan oleh Turkish Aerospace Industries (TAI atau TUSAŞ) selama hampir satu dekade, merupakan jet tempur generasi kelima dengan kemampuan siluman (stealth) yang mengesankan. Pesawat ini telah berhasil melakukan uji terbang perdana pada tahun 2024 dan direncanakan akan diproduksi secara masal pada tahun 2028.

KAAN dirancang untuk berbagai misi krusial, meliputi superioritas udara, serangan presisi, penaklukan pertahanan udara musuh (Suppression of Enemy Air Defenses/SEAD), hingga peperangan elektronik. Untuk menjalankan tugas-tugas tersebut, jet ini diklaim memiliki fitur canggih seperti kemampuan siluman, supercruise (terbang supersonik tanpa afterburner), sensor fusion (penggabungan data sensor), dan operasi berbasis jaringan (network-enabled operation), yang memungkinkannya beroperasi di udara tanpa mudah terdeteksi oleh radar musuh. Pesawat ini memiliki kecepatan maksimum mencapai 2.200 km/jam, mampu terbang hingga ketinggian 55.000 kaki, dengan radius tempur sekitar 1.100 km.

Indonesia menjadi negara pembeli pertama jet tempur revolusioner ini, menarik minat negara-negara lain seperti Azerbaijan, Arab Saudi, Pakistan, dan Malaysia yang juga telah menyatakan ketertarikan mereka.

Selain mengakuisisi pesawat KAAN, Kepala Biro Informasi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Brigjen Frega Wenas Inkiriwang, sebelumnya mengungkapkan bahwa kontrak ini juga merupakan bagian integral dari strategi jangka panjang untuk memperkuat kapasitas industri pertahanan dalam negeri. “Basis industri lokal yang akan dibentuk di Indonesia diharapkan menjadi bukti nyata dari kemitraan yang saling menguntungkan dan berlandaskan pada persahabatan,” ujar Frega.

Dua entitas industri pertahanan nasional, yakni PT Republik Aero Dirgantara (PT RAD) dari pihak swasta dan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dari BUMN, ditunjuk sebagai mitra utama Turkish Aerospace Industries dalam pengadaan puluhan jet KAAN ini. Sebagai anak perusahaan dari Republikorp, PT RAD akan memegang tanggung jawab kunci dalam pembangunan fasilitas Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) utama untuk jet tempur KAAN di Indonesia. Selain itu, PT RAD juga akan mengelola operasionalisasi pusat pelatihan dan simulator guna mendukung kesiapan personel TNI AU, serta meningkatkan kapasitas dukungan domestik yang mandiri dan berkelanjutan. “Ini adalah momentum strategis untuk membawa kemampuan manufaktur dan peningkatan kapasitas dukungan domestik yang mandiri,” kata Norman Joesoef, pimpinan Republikorp.

Sementara itu, PTDI akan berperan dalam proses perakitan akhir sebagian unit KAAN di Indonesia, berkolaborasi dalam rekayasa dan berbagi teknologi (ToT) bersama TUSAŞ, serta memastikan kesiapan teknis dan pemeliharaan industri untuk memperkuat dukungan logistik nasional. Selain proyek jet KAAN, Republikorp juga menjalin kerja sama dengan Roketsan Turki untuk memproduksi sistem rudal ÇAKIR di Indonesia, serta dengan PAVO Group dari Turki untuk menyediakan sistem intelijen canggih bagi TNI di berbagai matra, mencakup data fusion, pengawasan, pengamanan komunikasi, dan infrastruktur pendukung pengambilan keputusan. Perusahaan ini juga berkolaborasi dengan SECAMIC dari Prancis dalam pengembangan layanan MRO untuk sejumlah pesawat sipil dan militer di Indonesia.

Pengamat militer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhamad Haripin, mengemukakan bahwa pembelian pesawat tempur KAAN memang menjadi kebutuhan mendesak mengingat jumlah dan kekuatan armada udara Indonesia saat ini masih jauh dari ideal. Hal ini, menurut Haripin, dapat terlihat jika dilakukan simulasi operasi tempur, misalnya saat terjadi gangguan serentak di wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). “Idealnya kan AU dan AL kita bisa merespon serentak juga simultan saat ada ancaman. Tapi dalam kenyataannya itu tak demikian. Yang bisa dikerahkan itu, hanya yang ada di Jawa atau Sumatra. Sedangkan untuk ALKI lainnya tidak begitu. Jadi ada ketimpangan kekuatan di antara struktur yang kita bangun sendiri,” papar Haripin.

Selain ketersediaan dan keefektifan yang masih belum optimal, kekuatan dan teknologi jet tempur Indonesia saat ini pun masih terbatas. Tulang punggung kekuatan udara Indonesia sebagian besar bertumpu pada jet-jet tempur generasi empat dan sebelumnya. Indonesia mengoperasikan 11 unit Sukhoi Su-30 MK2 Flanker yang bergabung ke TNI sejak 2013 dan lima unit Sukhoi Su-27 yang tiba pada 2009, keduanya tergolong generasi empat pesawat tempur jet dan ditempatkan di Lanud Makassar. Selain itu, TNI AU juga mengoperasikan 33 unit jet tempur F-16 Falcon buatan AS dari seri A, B, C, dan D sejak tahun 1988, yang setelah 32 tahun masa pengadaan secara tambal sulam, kini akan memasuki masa pensiun. Ada pula satu skadron jet tempur ringan Hawk-200 buatan British Aerospace, Inggris, yang tidak hanya berfungsi sebagai jet tempur taktis tetapi juga sebagai ajang latihan bagi para pilot TNI AU sebelum “dipromosikan” ke skadron F-16 Falcon.

Sekjen Kementerian Pertahanan, Marsekal Madya TNI Donny Ermawan Taufanto, pada tahun 2022 menyatakan bahwa mayoritas pesawat tempur yang dimiliki Indonesia sudah berusia lebih dari 20 tahun, sehingga pengadaan unit baru mutlak diperlukan untuk memperkuat armada udara. Donny menjelaskan, Indonesia saat ini mengandalkan 33 pesawat F-16 AM, BM, C, dan D yang telah berusia lebih dari 30 tahun, serta 16 pesawat Sukhoi 27 dan 30 dengan usia hampir 20 tahun sebagai pesawat tempur utama. “Keterbatasan beberapa suku cadang pesawat serta keterbatasan jenis dan jumlah peluru kendali juga menyebabkan kesiapan tempur pesawat F16 dan Sukhoi 27 dan 30 tidak maksimal,” ungkap Donny. Padahal, untuk memenuhi target Minimum Essential Force (MEF) tahap III periode 2020-2024, TNI AU menargetkan bisa memiliki 344 unit pesawat, 32 unit radar, 72 rudal, dan 64 unit penangkis serangan udara.

Baca Juga :  Debat Panas pada Pertemuan Zelensky dan Trump di Gedung Putih

Peneliti militer BRIN, Haripin, menggarisbawahi beberapa hal penting yang perlu diperhatikan secara serius dalam konteks pembelian pesawat KAAN dan persenjataan lainnya. Pertama, terkait sumber pembiayaan, ia sepakat dengan Bhima bahwa perlu dicari alternatif cara pembayaran yang tidak lagi membebani keuangan negara. Salah satu solusi yang diusulkan adalah pembenahan tata kelola anggaran militer yang sebagian besar tersedot untuk belanja pegawai. Haripin menyebut, alokasi anggaran untuk pengadaan, riset, dan pengembangan teknologi militer hanya sekitar 10-15%, sementara sebagian besar lainnya habis untuk belanja pegawai, seperti gaji. “Untuk itu perlu perampingan personel dan perampingan struktur agar anggaran militer bisa dialihkan ke alutsista dan teknologi,” katanya.

Upaya ini, lanjut Haripin, memerlukan pembaharuan doktrin militer saat ini, yaitu sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata), yang masih sangat mengedepankan jumlah dan kekuatan personel. Padahal, tren perang saat ini dan ke depan lebih bersifat terbatas. “Misalkan di Iran-Israel, Ukraina-Rusia. Aset-aset strategis lawan yang digempur, kemudian mundur. Jadi perang itu enggak lagi bertahun-tahun seperti dulu. Pola pikir demikian yang akhirnya kita ketinggalan dalam banyak hal, terutama dalam konteks alutsista ini,” jelasnya. “Jadi sulit untuk memenuhi kebutuhan alutsista yang berteknologi tinggi, kalau anggaran militer habis buat belanja pegawai,” tambah Haripin.

Faktor selanjutnya yang krusial untuk dipertimbangkan, kata Haripin, adalah kesiapan personel dan sistem pertahanan di Indonesia dalam menerima beragam alutsista yang dipesan dari berbagai negara. Ada beberapa komponen penting dalam militer yang dikenal dengan akronim TEPIDOIL, yaitu pelatihan (Training), peralatan (Equipment), manusia (People), informasi (Information), doktrin (Doctrine), organisasi (Organization), infrastruktur (Infrastructure), dan logistik (Logistics). “Setiap alutsista dari negara lain itu punya sistem pengoperasian yang berbeda-beda. Nah ketika kita memiliki banyak supplier, itu menjadi satu tantangan tambahan bagi personel atau operator yang menjalankan alutsistanya.”

Kendati demikian, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi berpandangan bahwa pembelian KAAN telah tepat dan rasional, terutama karena dilakukan dengan skema kontrak jangka panjang. “Artinya kita bisa tetap menjaga kesinambungan modernisasi tanpa harus mengorbankan stabilitas keuangan. Jadi menurut saya ini bukan belanja impulsif, tapi bagian dari strategi, ada pertimbangan geopolitiknya, efisiensi industrinya, dan juga kesinambungan kekuatan,” kata Fahmi. Ia melihat jet KAAN akan menjadi tulang punggung TNI AU pada 2030 mendatang, sementara pembelian jet Rafale dari Prancis akan berperan sebagai penjaga langit pada tahun depan. “Jadi yang penting saya kira pengawasan dan pengelolaannya yang harus diawasi dengan baik. Jangan sampai kita bisa mengadakan tapi tidak bisa memelihara dan merawat,” tambah Khairul.

Sebelumnya, saat menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada tahun 2022, Prabowo Subianto juga menyepakati kontrak pembelian 42 unit jet tempur Rafale dari perusahaan Dassault Aviation senilai Rp132 triliun. Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Mohamad Tonny Harjono menyatakan, enam unit pertama Rafale diperkirakan akan tiba pada awal 2026. Dalam proses pembuatan Rafale, juga terjadi kerja sama alih teknologi (ToT) dan offset antara Dassault Aviation, PT Dirgantara Indonesia, dan PT Len Industri. Rafale sendiri dikenal sebagai pesawat tempur canggih generasi 4.5 yang menjadi salah satu andalan negara-negara anggota NATO. Pesawat ini termasuk dalam kategori ‘omnirole’, yang berarti mampu melaksanakan berbagai jenis misi, mulai dari superioritas udara, pertahanan udara, dukungan udara jarak dekat, serangan in-depth, pengintaian udara, hingga serangan anti-kapal.

Selain Rafale, Prabowo juga mengakuisisi 12 unit Mirage 2000-5, pesawat tempur bekas Angkatan Udara Qatar, senilai Rp11,8 triliun, dan dua pesawat angkut Airbus A400M. Di luar pesawat, daftar pembelian alutsista di bawah kepemimpinan Prabowo juga mencakup dua kapal selam Scorpene asal Prancis, kapal perang fregat, serta beragam sistem pertahanan lainnya.

  • Pakistan klaim tembak jatuh pesawat Rafale milik India – Apakah Indonesia perlu was-was?
  • Jet tempur Rafale buatan Prancis dan rencana Indonesia untuk perkuat alutsista, apa istimewanya?
  • Rusia disebut tertarik menempatkan pesawat-pesawat militer di Biak, Papua – Seberapa strategis lokasi Biak?
  • TNI masuk ranah perguruan tinggi di Bali hingga Papua, apa tujuannya?
  • Tentara jaga kejaksaan, upaya Prabowo lemahkan pengaruh Jokowi?
  • Mahasiswa UIN Walisongo Semarang ‘diteror’ anggota TNI buntut pemberitaan kehadiran militer di kampus – ‘Saya diancam dengan UU ITE’
  • Disebut Prabowo ‘terlalu lemah’, seberapa kuat sistem pertahanan Indonesia?
  • Seaglider tiga kali ditemukan di perairan Indonesia dalam dua tahun terakhir ‘bukti ketiadaan alat deteksi’
  • Tragedi kapal selam KRI Nanggala: Kecelakaan ketiga libatkan kapal tua TNI, apa dampaknya bagi keamanan laut?

Berita Terkait

PBB Naik 250%, Bupati Pati: Silakan Demo!
Jokowi Beri Amnesti, Abolisi, Grasi: Siapa Saja Penerimanya?
Tiket HUT RI ke-80 di Istana: Kuota Naik Jadi 2.000!
Dudung Bicara Bendera One Piece: Persatuan Bangsa Jadi Sorotan!
PDIP: Bendera One Piece Bukan Makar! Kritik Pengibaran Berlebihan?
Kata Herman Khaeron Soal Penegakan Hukum ke Pengibar Bendera One Piece
Tom Lembong vs Hakim: Laporan ke MA, Apa Pemicunya?
Besok! PSU Pilkada Papua Digelar: Penentu Masa Depan?

Berita Terkait

Rabu, 6 Agustus 2025 - 08:57 WIB

Prabowo Borong Jet Tempur Turki: APBN Minus, Uang dari Mana?

Rabu, 6 Agustus 2025 - 08:42 WIB

PBB Naik 250%, Bupati Pati: Silakan Demo!

Rabu, 6 Agustus 2025 - 08:00 WIB

Jokowi Beri Amnesti, Abolisi, Grasi: Siapa Saja Penerimanya?

Selasa, 5 Agustus 2025 - 20:27 WIB

Tiket HUT RI ke-80 di Istana: Kuota Naik Jadi 2.000!

Selasa, 5 Agustus 2025 - 18:21 WIB

Dudung Bicara Bendera One Piece: Persatuan Bangsa Jadi Sorotan!

Berita Terbaru

politics

PBB Naik 250%, Bupati Pati: Silakan Demo!

Rabu, 6 Agu 2025 - 08:42 WIB