Polemik Kuota Impor: Prabowo Didesak Utamakan Perlindungan Petani Lokal

- Penulis

Sabtu, 12 April 2025 - 22:43 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamutama.com, Jakarta – Ekonom dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, berpendapat bahwa interpretasi terhadap instruksi Presiden Prabowo Subianto mengenai penghapusan kuota impor, seolah-olah itu adalah langkah membuka pintu impor selebar-lebarnya, kurang tepat. Menurutnya, pernyataan Presiden tersebut sebaiknya dipahami sebagai sebuah perintah untuk melindungi produsen dalam negeri tanpa harus bergantung pada instrumen kuota.

“Argumen yang sering dilontarkan bahwa harga pangan domestik terlalu tinggi, yang kemudian dijadikan alasan untuk mempermudah impor, harus dicermati dengan sangat hati-hati. Sebab, di balik alasan tersebut, nasib jutaan petani, peternak, pekebun, dan nelayan sedang dipertaruhkan,” ungkap Khudori dalam keterangan tertulisnya pada hari Kamis, 10 April 2025.

Khudori berpendapat bahwa perintah Presiden tersebut seharusnya dimaknai oleh para menteri di kabinet sebagai kebutuhan untuk menemukan instrumen lain, selain kuota, untuk melindungi produsen domestik, termasuk menjamin ketersediaan pangan yang mencukupi. Ia menjelaskan bahwa sistem kuota cenderung tidak transparan dan seringkali menjadi ajang favoritisme bagi kelompok tertentu, sementara kelompok lain justru diabaikan.

Tempo sebelumnya telah memberitakan mengenai kuota impor bawang putih yang dialokasikan kepada kelompok tertentu yang diduga memiliki kedekatan dengan kekuasaan. Sementara itu, importir dan pelaku usaha yang telah berkecimpung dalam bisnis bawang putih selama puluhan tahun justru tidak mendapatkan jatah impor selama 2-3 tahun terakhir.

Baca Juga :  Anggota Komisi II DPR: Pemerintah Daerah Harus Aktif Mengelola Distribusi Elpiji 3 Kg

Dalam komoditas daging kerbau, Tempo juga melaporkan adanya indikasi monopoli distribusi yang menyebabkan harga menjadi mahal. Praktik-praktik curang juga terjadi dalam komoditas ikan. Tempo melaporkan bahwa para importir diduga dikenakan biaya untuk mempercepat penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI).

Khudori menambahkan bahwa rezim kuota cenderung memicu praktik korupsi. Ia mencontohkan kasus Nyoman Dhamantra, mantan anggota DPR dari PDIP, yang terjerat kasus pengaturan kuota impor bawang putih pada tahun 2019. Ketua DPD Irman Gusman juga tertangkap tangan menerima suap sebesar Rp 100 juta dalam proses penentuan kuota impor gula pada tahun 2016. Selain itu, Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq juga tersandung kasus suap impor daging sapi pada tahun 2013.

“Dari ketiga kasus korupsi yang terkait dengan kuota impor pangan tersebut, terlihat bahwa praktik ini melibatkan tiga pihak: pengusaha sebagai pihak yang menyuap, birokrat sebagai pihak yang memberikan izin impor atau kuota, dan politikus yang memanfaatkan pengaruhnya. Jadi, pada dasarnya, kasus korupsi dalam impor pangan ini salah satunya berakar dari kebijakan pengendalian impor yang berbasis pada rezim kuota,” jelas lulusan Fakultas Pertanian Universitas Jember ini.

Baca Juga :  Inilah Janji-janji Kepala Daerah di Kaltim usai Dilantik Presiden RI,Gratispol hingga Infrastruktur

Khudori menjelaskan bahwa rezim kuota dikendalikan melalui SPI, yang kewenangannya berada di Kementerian Perdagangan. Untuk produk hortikultura seperti bawang putih, importir harus terlebih dahulu mengantongi Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari kementerian teknis terkait, dalam hal ini Kementerian Pertanian.

Akibatnya, menurut Khudori, untuk mendapatkan kuota, seseorang harus “menebus” dengan harga tertentu. Dalam kasus impor bawang putih, Ombudsman menemukan bahwa pada tahun 2023 terdapat permintaan fee sebesar Rp 4.000 hingga Rp 5.000 per kilogram untuk SPI, meningkat dari fee pada tahun 2020 yang sebesar Rp 1.500 per kilogram. Tahun ini, fee yang diminta diduga telah naik menjadi Rp 7.000 hingga Rp 8.000 per kilogram.

“Singkatnya, penetapan penerima kuota impor yang tidak transparan membuka celah bagi terjadinya korupsi, transaksi gelap, dan praktik-praktik tidak sehat lainnya. Juga membuka kemungkinan kuota impor hanya terkonsentrasi pada segelintir kelompok perusahaan,” ujar penulis buku berjudul ‘Bulog dan Politik Perberasan’ ini.

Pilihan Editor: Gema Takbir Menolak Penggusuran di Pulau Rempang

Berita Terkait

KPK Ancam Jemput Paksa Dua Anggota DPR Terkait Kasus Dana CSR BI
Mutasi TNI Terbaru: Panglima Agus Subiyanto Rombak 237 Jabatan Strategis
Hasan Nasbi Mundur dari PCO: Komunikasi Prabowo Jadi Sorotan Utama?
Prabowo Subianto Sikapi Pengunduran Diri Hasan Nasbi?
Terungkap: Alasan Jokowi Bungkam Soal Tuduhan Ijazah Palsu
Mensesneg Beberkan Reaksi Prabowo Usai Hasan Nasbi Mengundurkan Diri
200 Ribu Buruh Jakarta Siap Demo May Day, Inilah 6 Tuntutan Utama Mereka!
May Day: Buruh Sampaikan 6 Tuntutan Penting ke Prabowo!

Berita Terkait

Rabu, 30 April 2025 - 23:39 WIB

KPK Ancam Jemput Paksa Dua Anggota DPR Terkait Kasus Dana CSR BI

Rabu, 30 April 2025 - 19:47 WIB

Mutasi TNI Terbaru: Panglima Agus Subiyanto Rombak 237 Jabatan Strategis

Rabu, 30 April 2025 - 17:43 WIB

Hasan Nasbi Mundur dari PCO: Komunikasi Prabowo Jadi Sorotan Utama?

Rabu, 30 April 2025 - 17:31 WIB

Prabowo Subianto Sikapi Pengunduran Diri Hasan Nasbi?

Rabu, 30 April 2025 - 16:51 WIB

Terungkap: Alasan Jokowi Bungkam Soal Tuduhan Ijazah Palsu

Berita Terbaru

technology

Tips Ampuh Membersihkan iCloud Penuh di iPhone Anda

Kamis, 1 Mei 2025 - 06:35 WIB