Perusakan Makam di Bantul-Yogyakarta: Fakta Mengejutkan & Sikap Publik yang Tepat

- Penulis

Kamis, 22 Mei 2025 - 08:29 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Serangkaian aksi vandalisme yang merusak belasan nisan salib di beberapa pemakaman di Bantul dan Yogyakarta baru-baru ini telah menimbulkan keprihatinan publik. Meskipun peristiwa perusakan makam non-Muslim bukanlah hal yang baru, para ahli psikologi mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam merespons insiden ini.

Pada Jumat (16/05) sore, lima makam di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Baluwarti, Kampung Kembang Basen, Kelurahan Purbayan, Kotagede, Kota Yogyakarta, ditemukan dalam kondisi rusak.

Peristiwa serupa juga terjadi di TPU Ngentak, Kalurahan Baturetno, Banguntapan, Bantul, sekitar 10 menit perjalanan dari TPU Baluwarti. Di lokasi ini, sepuluh makam non-Muslim menjadi sasaran perusakan.

Kepolisian telah menangkap seorang remaja berusia 16 tahun sebagai tersangka, menyatakan bahwa insiden ini “tidak terkait agama, melainkan lebih kepada masalah keluarga”.

Insiden perusakan makam non-Muslim bukanlah yang pertama terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu, beberapa pihak mengaitkannya dengan isu intoleransi.

Namun, ahli psikologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Lucia Peppy, mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam merespons insiden ini.

Apa yang terjadi dalam insiden perusakan makam terbaru?

Salah satu makam yang rusak di TPU Ngentak, Banguntapan, Bantul, adalah tempat peristirahatan terakhir suami Sri Suryanti Hari yang meninggal pada tahun 1999.

Sri, seorang perempuan berusia 66 tahun, mengetahui kerusakan makam suaminya setelah pulang dari gereja pada Minggu (20/05) pagi.

“Pulang dari gereja, anak adik ipar saya bercerita: ‘Bu, makam Bapak dirusak.’ Saya tanya bagaimana kerusakannya, lalu dia bilang ‘yang ada salibnya’,” tutur Sri.

Sri merasa sedih melihat nisan makam suaminya rusak, tetapi ia memilih untuk menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

“Biar Tuhan yang mengurusnya. Saya berharap anak itu merasa bersalah, bertobat, dan tidak mengulangi perbuatan tersebut,” harapnya.

Sri mengaku pernah mengalami perlakuan kurang menyenangkan dari warga sekitar karena keyakinannya sebagai penganut agama minoritas. Namun, ia menegaskan hal itu tidak ada kaitannya dengan perusakan makam.

Sementara itu, Hermawan Riyadi (54 tahun), yang makam eyangnya dirusak di TPU Ngentak, mengaku sempat merasa takut dan khawatir warga terpancing emosi.

“Karena yang dirusak makam non-Muslim, sementara saya sendiri seorang Muslim,” jelasnya.

Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Unit 3 Ngentak, Joko, mengatakan ia mengetahui perusakan tersebut dari warga yang membersihkan makam pada Minggu (18/05) pagi.

Tujuh papan nama berbentuk salib di makam baru terlihat rusak, sedangkan tiga makam keramik lainnya juga dirusak hingga tanah di bawahnya terlihat.

Tak jauh dari lokasi tersebut—sekitar 10 menit perjalanan—di TPU Baluwarti, Kotagede, Yogyakarta, juga terjadi perusakan makam.

Papan nama kayu berbentuk salib pada empat makam di TPU Baluwarti tampak patah, hanya menyisakan bagian bawah yang masih tertancap di tanah.

Minto, juru kunci makam di Yogyakarta bagian selatan, mengaku terkejut saat mendapati beberapa makam rusak pada Jumat (16/05) sore.

“Jam 8 pagi [saya ke sana] belum ada apa-apa. Sore ke sana, [saya lihat] ada makam yang dirusak,” ujar pria berusia 70 tahun itu pada Selasa (20/05).

Satu makam keramik juga dirusak; terlihat lubang besar di bagian tengahnya.

Menurut Minto, sebelumnya terdapat simbol salib di bagian yang hancur tersebut.

Apa reaksi warga sekitar?

Perusakan makam di TPU Baluwarti dan TPU Ngentak menimbulkan reaksi dari warga sekitar.

“Meskipun sebagian besar [yang makamnya rusak] non-Muslim, kami sebagai warga Muslim merasa terusik dan tidak nyaman,” ungkap Nono, warga Kembang Basen, menanggapi perusakan di TPU Baluwarti.

Baca Juga :  Jadwal Siaran Langsung Liga Champions: Semifinal Leg Pertama Pekan Ini

Senada dengan Nono, Sutantoro, warga Dukuh Pelem yang tinggal dekat TPU Ngentak, merasakan hal yang sama.

“Saya non-Muslim. Melihat makam yang rusak, saya berpikir: ‘Kok, yang dirusak makam yang ada salibnya?'” ujarnya.

Terpisah, Ketua RW 04 Kampung Kembang Basen, Wahyono, menekankan insiden di wilayahnya tidak terkait isu agama.

“Kalau fanatisme agama, insya Allah tidak ada,” tegasnya.

Di sisi lain, Wahyono menyebutkan pengurus RW sebenarnya telah lama merencanakan pembuatan area khusus untuk pemakaman warga non-Muslim di TPU Baluwarti.

Dua TPU lain di Bantul, yaitu TPU Ironayan di Kalurahan Baturetno dan Makam Jaranan di Kalurahan Panggungharjo, juga mengalami perusakan.

Satu makam dirusak di TPU Ironayan, sementara dua makam dirusak di Makam Jaranan.

Perusakan di kedua makam ini baru diketahui pada Senin (19/05), namun hingga saat ini pelakunya belum diketahui.

Siapa pelaku perusakan makam di Bantul dan Yogyakarta?

Pada Senin (19/05) sore, Polsek Kotagede mengamankan seorang siswa SMP berusia 16 tahun sebagai tersangka perusakan di TPU Baluwarti.

Remaja berinisial ANFS, warga Banguntapan, Bantul, dan beragama Kristen, diakui polisi sebagai pelaku.

“Pelaku juga mengakui perbuatan serupa di wilayah Polsek Banguntapan [TPU Ngentak],” ujar Kapolsek Kotagede, Kompol Basungkawa, pada Selasa (20/05).

Pihak berwenang masih menyelidiki motif pelaku yang disebut polisi “memiliki riwayat gangguan kejiwaan” dalam melakukan perusakan makam.

“Nanti kita periksa secara medis karena secara keluarga, kakaknya juga mengalami hal serupa,” tambahnya.

Senada, Kepala Seksi Humas Polres Bantul, AKP I Nengah Jeffry Prana Widnyana, mengatakan akan melakukan tes kejiwaan kepada ANFS yang disebutnya “agak plin-plan” selama interogasi.

Jeffry menyatakan ANFS mengaku bertindak seorang diri.

“Dia sering bercekcok dengan ibunya dan ayahnya sudah meninggal. Ini bukan terkait agama, melainkan lebih kepada masalah keluarga,” jelas Jeffry.

Meski demikian, Jeffry mengatakan kepolisian akan tetap menyelidiki kasus ini—termasuk mempelajari peristiwa perusakan makam sebelumnya.

“Terutama kita juga mengantisipasi dampak sosialnya,” ujarnya.

Mengapa insiden perusakan makam terus berulang?

Ini bukan kali pertama perusakan makam non-Muslim terjadi di Purbayan, Kotagede, Yogyakarta.

Pada 17 Desember 2018, proses pemakaman seorang warga Kristen di TPU Jambon—berjarak lima menit dari TPU Baluwarti—di Purbayan terhambat penolakan sebagian warga.

Nisan kayu berbentuk salib mendiang Albertus Selamet Sugihardi digergaji dalam insiden tersebut.

Perusakan makam dengan simbol salib juga pernah terjadi di daerah lain di Indonesia.

Pada 2019, 11 simbol salib makam Kristen dihancurkan di TPU Giriloyo, Magelang, Jawa Tengah.

Menanggapi insiden terbaru di wilayahnya, Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan bahwa wilayahnya tidak memberi ruang bagi praktik intoleransi.

Ia menyatakan masyarakat Yogyakarta “sangat heterogen”.

“Di Kota Yogyakarta, toleransi sangat dijunjung tinggi sebagai city of tolerance, itu sudah menjadi komitmen kita,” ujarnya pada Senin (19/05), seperti dilansir Kompas.com.

“Jika terjadi permasalahan di sini, dampaknya akan meluas ke nasional. Bisa terjadi hal yang di luar dugaan kita.”

Sementara Bupati Bantul, Abdul Halim Muslim, menilai vandalisme kuburan sebagai tindakan yang “agak tidak masuk akal”.

“Apa motivasi atau tujuan merusak makam itu? Apa yang ingin diraih? Mungkin hanya orang gila yang melakukan itu,” ujar Abdul seperti dilansir kantor berita Antara.

Halim menambahkan pihaknya “tidak bisa berandai-andai atau berspekulasi” sebelum penyelidikan selesai.

“Kita masih menunggu hasil penyelidikan dari kepolisian,” ujarnya.

Baca Juga :  Prediksi Harga HP Xiaomi & Poco 2025: Xiaomi 15 Ultra, Redmi Note 14, dan Lainnya

Apa tanggapan pegiat keberagaman terkait insiden perusakan makam?

Meskipun terduga pelaku telah diamankan, peneliti senior Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, berharap kasus ini tetap menjadi perhatian publik.

Bonar menyoroti usia ANFS yang masih muda dan membandingkannya dengan perusakan makam di TPU Cemoro Kembar, Kampung Kenteng, Kelurahan Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah pada Juni 2021.

Tujuh siswa belasan tahun menjadi tersangka dalam kasus tersebut.

“Yang jelas, perusakan makam bukanlah perbuatan iseng atau kenakalan remaja biasa. Ini berkaitan dengan kebencian. Apa yang mendasarinya dan latar belakangnya masih perlu didalami,” ujar Bonar pada Selasa (20/05).

Tantowi Anwari, Manajer Program dan Advokasi Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk), mengatakan publik harus menunggu informasi lengkap dari kepolisian.

“Jika ODGJ atau disabilitas mental, termasuk juga jika terduga pelaku itu disabilitas intelektual, harus dengan keterangan ahlinya seperti psikolog atau psikiater,” ujarnya.

Thowik, panggilan akrab Tantowi, mengatakan bahwa apabila terduga pelaku terbukti memiliki gangguan kejiwaan, maka ia tidak bisa dipidanakan.

Akan tetapi, menurutnya, “kehadiran negara tetap sangat penting, untuk memastikan pelaku ini tidak melakukan hal yang sama”.

Bagaimana publik semestinya menyikapi insiden ini?

Meskipun perusakan makam non-Muslim bukan hal baru, para ahli psikologi mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam menanggapi insiden ini.

Terkait pernyataan polisi tentang dugaan pelaku mengalami gangguan kejiwaan, psikolog UGM, Lucia Peppy, mengatakan perlu pemeriksaan untuk memastikan adanya masalah kejiwaan yang dialami terduga pelaku.

“Apakah masalah kejiwaan itu masih membuatnya mampu bertanggung jawab atau tidak. Jadi tidak sekadar gangguan jiwa berat, ringan, atau sedang.”

“Apakah gangguan jiwa itu membuat seseorang mampu bertanggung jawab atau tidak.”

Lucia berpendapat bahwa ketika terjadi insiden kekerasan yang terkait simbol agama, asumsi publik akan langsung mengaitkannya dengan isu intoleransi.

“Respons ini mungkin karena di negara kita, mau tidak mau, isu antaragama mudah dikaitkan dengan nilai toleransi,” jelas Lucia.

Berulangnya insiden perusakan makam, kata Lucia, memicu memori individual dan kolektif sehingga ketika situasi serupa terjadi, “dipersepsi sebagai sesuatu yang mirip dengan peristiwa intoleransi”.

Lucia khususnya menyoroti individu yang pernah mengalami intoleransi dan dapat terpicu ketika mereka menduga ada peristiwa serupa yang berulang.

“Saya prihatin kepada keluarga yang pasti terpicu dan masyarakat sekitar yang mungkin waswas karena kejadian ini,” ujarnya.

Lucia mengimbau masyarakat untuk menelaah informasi yang beredar sebelum bereaksi.

“Kalau tidak tahu secara langsung, mari kita lebih bijak, terutama ketika membahas hal yang sensitif bagi masyarakat,” cetus Lucia.

Nindia Nur Khalika turut berkontribusi untuk artikel ini dari Bantul dan Yogyakarta.

  • Sulitnya lahan permakaman warga non-Muslim di sejumlah daerah – ‘Parkiran motor jadi kuburan’
  • Lagi, perusakan makam: Apakah ini tanda intoleransi?
  • Dikubur di makam kampung Muslim, nisan salib dipotong, doa batal
  • Tak punya gereja, umat Katolik beribadah malam Tahun Baru di tengah hutan
  • Kasus pembubaran ibadah mahasiswa Katolik Universitas Pamulang: Ketua RT dan tiga warga lain jadi tersangka
  • Natal umat Katolik di Bulukumba dihantui ‘ancaman’, pegiat keberagaman: ‘dialog dapat atasi Kristen fobia’
  • Lagi, perusakan makam: Apakah ini tanda intoleransi?
  • Polisi sebut perusak makam ‘orang gila,’ gereja temukan kejanggalan
  • Dari perusakan memorial hingga kuburan, kasus kebencian terhadap umat Yahudi terus berlanjut di Eropa

Berita Terkait

Bobon Santoso Masak Batagor Raksasa: 6.000 Porsi untuk Bobotoh
Amankan Pangan Indonesia: Ribuan Ton Kedelai Impor Dimusnahkan!
Malaysia Masters 2025: Herry IP Beri Kunci Ganda Putra Junior Malaysia Taklukkan Kejutan
Cinta Brian Buka Suara Soal Hubungannya dengan Gisel: Apa Kata Aktor Tampan Ini?
Cinta Brian Buka Suara Soal Hubungannya dengan Gisel: Apa Kata Aktor Tersebut?
Ana/Tiwi Taklukkan China! Hasil Lengkap Malaysia Masters 2025
Prabowo Subianto Jalin Kerja Sama Bisnis dengan Pengusaha Korea Selatan
Judi Online Marak Lagi? Menkominfo Budi Arie Angkat Bicara!

Berita Terkait

Kamis, 22 Mei 2025 - 10:01 WIB

Bobon Santoso Masak Batagor Raksasa: 6.000 Porsi untuk Bobotoh

Kamis, 22 Mei 2025 - 08:29 WIB

Perusakan Makam di Bantul-Yogyakarta: Fakta Mengejutkan & Sikap Publik yang Tepat

Kamis, 22 Mei 2025 - 02:33 WIB

Amankan Pangan Indonesia: Ribuan Ton Kedelai Impor Dimusnahkan!

Kamis, 22 Mei 2025 - 01:05 WIB

Malaysia Masters 2025: Herry IP Beri Kunci Ganda Putra Junior Malaysia Taklukkan Kejutan

Kamis, 22 Mei 2025 - 00:09 WIB

Cinta Brian Buka Suara Soal Hubungannya dengan Gisel: Apa Kata Aktor Tampan Ini?

Berita Terbaru

technology

Apple Izinkan Aplikasi Pihak Ketiga Akses Model AI Lokalnya

Kamis, 22 Mei 2025 - 10:48 WIB

Family And Relationships

Adik Dali Wassink, Zoe Wassink: Profil & Perseteruannya dengan Jennifer Coppen

Kamis, 22 Mei 2025 - 10:44 WIB

entertainment

Sri Sumiarsih, Aktris Senior Legendaris, Tutup Usia

Kamis, 22 Mei 2025 - 10:36 WIB

entertainment

Streaming Film Pengantin Setan: Sinopsis Lengkap & Link Nonton Resmi

Kamis, 22 Mei 2025 - 10:32 WIB