Pertumbuhan Ekonomi Dipertanyakan, Indef Minta Pemerintah Buka Data!

Avatar photo

- Penulis

Rabu, 6 Agustus 2025 - 21:33 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 Agustus 2025 merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kuartal II 2025 yang mengejutkan, mencapai 5,12 persen. Angka ini tercatat lebih tinggi dibanding capaian kuartal sebelumnya yang hanya 4,87 persen. Hasil ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan ekonom, mengingat prediksi awal mereka umumnya menempatkan pertumbuhan di bawah 5 persen.

Menanggapi laporan tersebut, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M. Fadhil Hasan, mendesak pemerintah untuk memberikan penjelasan yang lebih komprehensif. Fadhil menekankan bahwa data resmi seperti ini akan menjadi rujukan banyak pihak, sehingga transparansi adalah kunci. “Kami mendorong pemerintah untuk memberikan penjelasan dan komunikasi lebih lanjut, juga mendorong agar pemerintah melihat secara lebih mendasar lagi dari sisi metodologinya,” ujar Fadhil dalam diskusi publik Tanggapan Atas Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2025 yang diselenggarakan Indef pada Rabu, 6 Agustus 2025.

Indef menilai, perhitungan pertumbuhan ekonomi tersebut terasa tidak selaras dengan kondisi perekonomian aktual saat ini. Peneliti Ekonomi Makro dan Finansial Indef, Abdul Manap Pulungan, secara khusus menyoroti lima komponen utama pendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran, yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT), konsumsi pemerintah, investasi langsung, serta ekspor-impor. “Dari lima ini enggak ada yang bergerak signifikan, kalau kita pahami,” kritiknya.

Baca Juga :  IHSG Melemah di Pekan Singkat, Kapitalisasi Pasar Sentuh Rp 12.098 T

Lebih rinci, Abdul Manap memaparkan beberapa kejanggalan. Meskipun data BPS menunjukkan konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97 persen pada kuartal II (naik dari 4,87 persen di triwulan I), Manap mencatat adanya penurunan kelas menengah yang semestinya berkorelasi dengan daya beli. Pengeluaran pemerintah justru mengalami kontraksi akibat efisiensi. Dari sisi investasi, capaian yang ada masih berupa komitmen dan belum terealisasi secara riil di lapangan. Sementara itu, ekspor dan impor terus tertekan oleh gejolak perang dagang global. “Agak susah kita menarik satu benang merah kira-kira sektor mana yang bisa mem-boosting pertumbuhan ekonomi 5,12 persen,” pungkas Abdul Manap, kecuali jika ada momentum besar yang secara luar biasa mendorong konsumsi.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Ekonom Celios, Nailul Huda. Menurutnya, “Pertumbuhan ekonomi triwulan II yang lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang ada momen Ramadhan-Lebaran terasa janggal.” Huda juga menyatakan ketidakpercayaannya terhadap data BPS yang dirilis, lantaran tidak sinkron dengan indikator ekonomi lain seperti PMI manufaktur. Ia mendesak BPS untuk menjabarkan secara detail metodologi yang digunakan, termasuk indeks untuk menarik angka nilai tambah bruto sektoral dan pengeluaran.

Baca Juga :  Cadangan Devisa Berpotensi Turun, Rupiah Melemah Imbas Ketidakpastian Ekonomi Global

Di sisi lain, BPS sendiri telah merinci komponen-komponen yang mendorong pertumbuhan ekonomi 5,12 persen pada kuartal II 2025, yang juga lebih tinggi dari kuartal II 2024. Dari sudut pandang pengeluaran, BPS mencatat bahwa konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97 persen dan konsumsi LNPRT melesat 7,82 persen. Investasi, yang diukur melalui komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), menunjukkan pertumbuhan signifikan sebesar 6,99 persen. Ekspor dan impor juga memberikan kontribusi positif dengan pertumbuhan masing-masing 10,6 persen dan 11,6 persen. Satu-satunya komponen yang mengalami kontraksi adalah pengeluaran pemerintah, yang tercatat minus 0,33 persen.

Data BPS yang impresif ini kini menghadapi sorotan tajam dari para ekonom yang menuntut penjelasan lebih rinci dan validasi metodologi di balik angka-angka tersebut, mempertanyakan kesesuaiannya dengan realitas ekonomi yang mereka amati.

Pilihan Editor: Untung-Rugi Penghapusan TKDN dalam Produk Amerika

Berita Terkait

Airlangga Klaim: Ekonomi RI Tertinggi di ASEAN, Benarkah?
Konsumsi Rumah Tangga Naik 4,97%! BPS Ungkap Pemicunya.
Paylater Menggila: Utang Warga RI Sentuh Rp 22,99 Triliun!
Komisaris Jakpro Baru: Ada Jubir Anies Hingga Eks Kepala Bapenda!
Emas Antam Hari Ini: Harga Stabil di Rp 1.948.000, Peluang?
Pedagang Bendera Merah Putih Kaget: Banyak Cari Bendera One Piece!
Blokir Rekening Dormant: Langgar Konstitusi? Ini Alasannya!
Rekening Diblokir PPATK? Ini Penjelasan Lengkap Soal Rekening Dormant!

Berita Terkait

Rabu, 6 Agustus 2025 - 21:33 WIB

Pertumbuhan Ekonomi Dipertanyakan, Indef Minta Pemerintah Buka Data!

Selasa, 5 Agustus 2025 - 20:21 WIB

Airlangga Klaim: Ekonomi RI Tertinggi di ASEAN, Benarkah?

Selasa, 5 Agustus 2025 - 18:56 WIB

Konsumsi Rumah Tangga Naik 4,97%! BPS Ungkap Pemicunya.

Senin, 4 Agustus 2025 - 23:07 WIB

Paylater Menggila: Utang Warga RI Sentuh Rp 22,99 Triliun!

Senin, 4 Agustus 2025 - 18:41 WIB

Komisaris Jakpro Baru: Ada Jubir Anies Hingga Eks Kepala Bapenda!

Berita Terbaru

Uncategorized

Prabowo Jajal Kereta Cepat Whoosh Halim-Bandung, Perdana!

Rabu, 6 Agu 2025 - 22:22 WIB