Pernyataan Sjafrie Sjamsoeddin soal DPN Bisa Mengurusi Hutan dan Sawit Menuai Kritik

- Penulis

Jumat, 7 Februari 2025 - 12:48 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

RAGAMUTAMA.COM – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik pernyataan Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin soal Dewan Pertahanan Nasional (DPN) dapat mengurusi persoalan sawit dan masalah nasional.

“Pernyataan menteri pertahanan keliru dan kental dwifungsi ABRI,” ujar Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya Saputra yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil, dikutip dari siaran pers, Jumat (7/2/2025).

Sebelumnya saat rapat bersama dengan Komisi I DPR RI pada 4 Februari 2025, Sjafrie Sjamsoeddin yang juga ketua DPN menyatakan bahwa DPN dapat mengambil peran dalam urusan penertiban kawasan hutan, khususnya pelanggaran hukum oleh pengusaha kelapa sawit.

Sjafrie menyatakan bahwa DPN akan bertugas mengobservasi seluruh permasalahan nasional di Indonesia.

Koalisi memandang pernyataan Sjafrie tersebut tidak hanya keliru, tetapi juga merusak sistem penegakan hukum nasional dan supremasi sipil dalam sistem demokrasi di Indonesia.

“Pernyataan ini mengindikasikan kembalinya praktik militerisme dan otoritarianisme ala Orde Baru yang terbukti mewariskan berbagai pelanggaran HAM,” tutur Dimas.

Menurut koalisi, pernyataan bahwa DPN akan mengambil peran dalam penertiban kawasan hutan, sawit, dan seluruh permasalahan nasional lainnya tidak sesuai dengan amanat Pasal 15 UU Pertahanan.

Baca Juga :  Ini Syarat dan Proses Lengkap Memakzulkan Gibran Rakabuming

Dalam UU Pertahanan secara eksplisit ditujukan untuk mengurus kebijakan pertahanan negara, bukan terlibat urusan sipil non-pertahanan.

“Upaya menarik DPN ke dalam ranah non-pertahanan, termasuk juga dalam pengelolaan ekonomi, adalah bentuk penyimpangan yang bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang baik,” ujarnya.

Dimas menyebut pembentukan DPN harus benar-benar ditujukan untuk kepentingan pertahanan negara, memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka menghadapi kemungkinan ancaman eksternal seperti perang, bukan untuk terlibat dalam urusan non-pertahanan di dalam negeri.

Koalisi memandang bahwa keterlibatan DPN dalam urusan non-pertahanan hanya akan menghidupkan dwifungsi TNI (dulu ABRI) seperti masa Orde Baru yang mewariskan kasus pelanggaran berat HAM yang tak tuntas hingga kini,

“Kami juga menilai, masalah DPN ini diawali dari pembentukan Peraturan Presiden No. 202 tahun 2024 tentang DPN yang memuat pasal karet,” ucap Dimas.

Dia mencontohkan Pasal 3 huruf F, misalnya, mengatur bahwa DPN memiliki fungsi lain yang diberikan oleh Presiden. Koalisi khawatir pasal ini dijadikan pasal sapu jagat sehingga dijadikan alasan untuk membenarkan pelanggaran HAM dan penyalahgunaan wewenang lainnya dalam ranah non-pertahanan.

Baca Juga :  Poster-poster Tuntut Keadilan dalam Aksi Indonesia Gelap di Yogyakarta

Koalisi berpendapat bahwa keterlibatan DPN dalam mengurus permasalahan nasional di luar pertahanan nyata-nyata menunjukkan gejala kembalinya dwifungsi militer Orde Baru dalam kehidupan bernegara.

“Kami mencatat, sebelumnya ada beberapa keterlibatan militer dalam ranah sipil yang bermasalah seperti pengamanan proyek Rempang Eco City yang berakibat pelanggaran HAM,” ujarnya.

Contoh lain, penyalahgunaan TNI dalam proyek lumbung pangan atau food estate di Merauke, Papua Selatan yang berimplikasi besar bagi konflik aparat dengan masyarakat adat.

Peran militer di Rempang Eco City dan proyek food estate bertentangan dengan fungsi TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan sekaligus menjadi indikasi kembalinya dwifungsi ABRI.

Kemudian, koalisi juga menilai bahwa keterlibatan militer dalam ranah sipil harus dihindari karena itu hanya akan menghidupkan kembali militerisme dan otoritarianisme dalam politik.

“Pada titik ini, keterlibatan DPN yang terlalu jauh mengurusi urusan sipil, sebagaimana pernyataan Menhan, sudah semestinya dikoreksi dan pelaksanaannya harus dihentikan. Hal ini penting untuk menyelamatkan Reformasi 1998,” kata Dimas.(fat/RAGAMUTAMA.COM)

Berita Terkait

Trump Rayakan HUT AS: Jet Bomber B-2 & UU Kontroversial Disahkan!
Lolos Uji! 12 Calon Dubes Siap Melaju ke Kursi Jabatan?
DPR Buka Kans Revisi UU MK Usai Putusan Pemilu Dipisah
Daftar Calon Dubes yang Ikut Uji Kelayakan di DPR Hari Ini
DPR Gelar Uji Kelayakan dan Kepatutan untuk Calon Dubes AS dan Jepang Hari Ini
Apa Tugas dan Fungsi Deputi Gubernur BI
Kelompok Sipil Sebut Penarikan Novi Helmy dari Bulog sebagai Skandal
Gibran Harap Wisatawan di Bali Meningkat: Jangan Kalah dengan Negara Lain

Berita Terkait

Sabtu, 5 Juli 2025 - 20:11 WIB

Trump Rayakan HUT AS: Jet Bomber B-2 & UU Kontroversial Disahkan!

Sabtu, 5 Juli 2025 - 18:35 WIB

Lolos Uji! 12 Calon Dubes Siap Melaju ke Kursi Jabatan?

Sabtu, 5 Juli 2025 - 13:05 WIB

DPR Buka Kans Revisi UU MK Usai Putusan Pemilu Dipisah

Sabtu, 5 Juli 2025 - 12:47 WIB

Daftar Calon Dubes yang Ikut Uji Kelayakan di DPR Hari Ini

Sabtu, 5 Juli 2025 - 11:52 WIB

DPR Gelar Uji Kelayakan dan Kepatutan untuk Calon Dubes AS dan Jepang Hari Ini

Berita Terbaru

Uncategorized

Prabowo Tiba di Brasil untuk Hadiri KTT BRICS Besok

Minggu, 6 Jul 2025 - 04:59 WIB

entertainment

Lirik Lagu dan Terjemahan Piece of Me Sam Ock OST Our Movie Part 3

Minggu, 6 Jul 2025 - 04:29 WIB

travel

Aturan Foto dan Selfie di 5 Destinasi Populer

Minggu, 6 Jul 2025 - 03:59 WIB