Pengamanan Kejaksaan oleh TNI: Benarkah Tanda Melemahnya Pengaruh Jokowi?

Avatar photo

- Penulis

Jumat, 16 Mei 2025 - 19:28 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penempatan personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk memperkuat keamanan di berbagai kantor kejaksaan telah memicu perdebatan. Beberapa pihak menganggap langkah ini sebagai indikasi upaya Presiden Prabowo Subianto untuk mengurangi dominasi pengaruh Joko Widodo, yang dinilai masih memiliki akar kuat di lembaga penegak hukum, termasuk kepolisian.

“Ini dapat diinterpretasikan sebagai ambisi TNI untuk secara bertahap mengambil alih peran yang selama satu dekade terakhir, di bawah kepemimpinan Jokowi, seolah-olah menjadi ‘anak emas’ kepolisian. Prabowo tampaknya berupaya mengkonsolidasikan kekuasaan secara komprehensif, merebutnya dari pengaruh yang selama ini dipegang oleh Jokowi,” ujar Firman Noor, seorang profesor riset politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dalam wawancara dengan BBC News Indonesia pada Kamis (15/05).

Namun, penugasan personel TNI ini menuai kritik karena dianggap melanggar sejumlah prinsip hukum tata negara, yang tercantum dalam UUD 1945, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, serta UU TNI.

“Pengerahan TNI untuk pengamanan kejaksaan bukanlah tugas yang diamanatkan. Ini jelas bertentangan dengan Pasal 30 UUD. Situasi ini memunculkan kesan adanya ketegangan antar-institusi negara. Presiden memiliki tanggung jawab untuk memastikan kepatuhan terhadap konstitusi,” tegas Feri Amsari, seorang pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, pada hari Minggu (11/05), bahkan menyatakan bahwa keterlibatan militer ini semakin memperkuat indikasi intervensi militer dalam ranah sipil, khususnya di bidang penegakan hukum, serta mengkhawatirkan potensi kembalinya dwifungsi TNI.

Akan tetapi, pandangan Firman Noor tersebut dibantah keras oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.

“Menurut saya, narasi semacam itu hanya bertujuan untuk menciptakan perpecahan. Tidak benar bahwa aparat penegak hukum memiliki kedekatan khusus dengan tokoh tertentu, entah itu Pak Jokowi maupun Pak Prabowo,” tegas Dasco saat dihubungi oleh BBC News Indonesia.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa keterlibatan TNI dalam pengamanan fisik semata, dan tidak dimaksudkan untuk mencampuri proses penanganan perkara.

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto telah menerbitkan Surat Telegram (ST) dengan Nomor TR/422/2025, tertanggal 6 Mei 2025, yang menginstruksikan persiapan dan penempatan personel dari satuan tempur beserta perlengkapannya untuk mendukung pengamanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia.

Apakah penempatan personel TNI sudah diterapkan di kantor kejaksaan daerah?

Pantauan di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara, yang berlokasi di Jl. Jenderal Besar A.H. Nasution, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Sumatra Utara, pada hari Kamis (15/05), menunjukkan suasana yang relatif sepi.

Dua petugas pengamanan dalam (pamdal) dengan seragam kejaksaan tampak berjaga di pos pemeriksaan. Tidak terlihat kehadiran personel TNI di lokasi tersebut.

Kasi Penkum Kejati Sumatera Utara, Adre Wanda Ginting, menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu perkembangan lebih lanjut terkait penempatan personel TNI.

“Kami akan terus memantau perkembangan yang ada. Informasi lebih lanjut akan kami sampaikan seiring dengan perkembangan situasi,” kata Adre.

Kondisi serupa juga terpantau di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan, yang terletak di Jl. Adinegoro, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, pada hari Kamis (15/05).

“Hingga saat ini, belum ada anggota TNI yang ditugaskan untuk berjaga di Kejari Medan. Informasi terbaru akan kami sampaikan segera setelah ada perkembangan,” ungkap Kasi Intelijen Kejari Medan, Dapot Dariarma Siagian.

Anda mungkin tertarik dengan topik berikut:

  • Perkembangan terbaru dalam kasus dugaan penguntitan Jampidsus oleh anggota Densus 88
  • Investigasi praktik bisnis militer di Indonesia: Sorotan pada koperasi tentara dan bisnis gula
  • Laporan mengenai mahasiswa UIN Walisongo Semarang yang mengaku ‘diteror’ oleh anggota TNI terkait pemberitaan kehadiran militer di kampus – ‘Saya merasa terancam dengan UU ITE’

Menurut Kapendam I/Bukit Barisan Letkol Inf Asrul Kurniawan Harahap, penundaan penempatan personel TNI disebabkan karena perjanjian kerja sama dengan empat Kejati di wilayah Kodam I/Bukit Barisan baru akan ditandatangani pada hari Jumat (16/05).

“Jumlah personel yang akan ditugaskan akan disesuaikan dengan permintaan dan kebutuhan masing-masing Kejati atau Kejari di wilayah tersebut,” jelas Asrul.

Di Makassar, pantauan menunjukkan bahwa personel TNI juga belum ditempatkan di kantor Kejati Sulawesi Selatan, yang terletak di Jalan Urip Sumoharjo, pada hari Kamis (15/05).

Dari pantauan yang dilakukan antara pukul 13.15 hingga 14.00 Wita, pengamanan kantor Kejati Sulsel masih dilakukan oleh pamdal dan kepolisian. Saat itu, sekelompok mahasiswa tengah menggelar aksi demonstrasi di depan kantor.

Selama aksi demonstrasi berlangsung, gerbang masuk ke kantor Kejati ditutup oleh petugas keamanan dan polisi.

“Saat ini belum ada [penjagaan oleh TNI]. Namun, nota kesepahaman tersebut bertujuan untuk saling mendukung dan memberikan support, termasuk jika Kejaksaan Agung membutuhkan bantuan pengamanan, kami dapat meminta bantuan dari TNI,” jelas Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, saat ditemui di kantornya di Kota Makassar, Kamis (15/05).

Soetarmi menegaskan bahwa pihaknya membutuhkan bantuan TNI untuk meningkatkan keamanan.

“Dalam penanganan kasus korupsi, dibutuhkan tindakan pengamanan yang profesional, dan profesionalisme tersebut dapat ditemukan dalam pelatihan yang diperoleh oleh personel TNI,” tambahnya.

Di Jawa Barat, tidak terlihat personel berseragam TNI di kantor Kejari Kota Bekasi.

Pada hari Kamis (15/05) siang, penjagaan dilakukan oleh dua petugas, satu mengenakan seragam pamdal kejaksaan dan satu berpakaian sipil.

Baca Juga :  Airlangga Beberkan Isi Pertemuan Prabowo dan Sultan Brunei

Seorang petugas terlihat sedang berinteraksi dengan pengunjung yang hendak memasuki area kantor Kejari Bekasi. Petugas lainnya membuka gerbang bagi kendaraan yang masuk.

Artikel terkait:

  • Inisiatif kontroversial Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi: mengirim pelajar ‘nakal’ ke barak militer – Apa dampaknya?

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa pihaknya masih menyusun teknis pelaksanaan pengamanan oleh personel TNI di lingkungan kejari dan kejati, yang akan dikoordinasikan dengan pihak TNI.

Ia meyakini bahwa pengamanan oleh personel TNI tidak akan tumpang tindih dengan pengamanan internal kejaksaan, karena peran prajurit militer hanya bersifat pasif sebagai upaya pencegahan.

Upaya transisi kekuasaan

Profesor riset bidang politik dari BRIN, Firman Noor, menginterpretasikan penempatan personel TNI di Kejari dan Kejati sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar “penyediaan jasa keamanan”.

Dari sudut pandang politik, Firman melihat langkah ini sebagai bagian dari serangkaian upaya transisi yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat posisinya dan mengurangi pengaruh Jokowi, yang dianggap masih kuat di sektor penegakan hukum.

“Saat ini, kita menyaksikan fenomena ‘matahari kembar’, meskipun dengan intensitas yang tidak seimbang. Prabowo sedang menyusun strategi untuk mengambil alih kekuasaan secara penuh, terutama dari pengaruh Jokowi,” ujarnya.

“Ini merupakan bagian dari rangkaian strategi yang telah mulai dirancang oleh Prabowo untuk menggantikan pengaruh Jokowi secara bertahap.”

  • Dinamika hubungan Prabowo-Gibran-Jokowi pasca-polemik akun Fufufafa yang semakin meluas
  • Ekspansi peran TNI di ranah sipil oleh Prabowo: Isyarat kembalinya ‘dwifungsi ABRI’ ala Orde Baru?

Firman mencontohkan kepolisian sebagai salah satu institusi yang hingga saat ini masih memiliki pengaruh kuat dari Jokowi.

“Ini seperti upaya TNI untuk menggantikan posisi polisi yang selama 10 tahun terakhir, di bawah Jokowi, seolah-olah menjadi anak kesayangan. Polisi dapat dikatakan sebagai representasi kekuatan Jokowi.”

“Prabowo terlihat secara bertahap berupaya mengambil alih kendali kekuasaan secara penuh dari pengaruh Jokowi melalui kejaksaan,” kata Firman.

Namun, pandangan Firman ini dibantah oleh Ketua Umum Harian Partai Gerindra yang juga Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.

“Saya berpendapat bahwa narasi tersebut bersifat memecah belah, karena tidak ada aparat penegak hukum yang memiliki kedekatan khusus dengan Pak Jokowi atau Pak Prabowo.”

“Aparat penegak hukum memiliki struktur dan landasan hukum yang jelas dalam undang-undang masing-masing,” kata Dasco.

Lihat juga:

  • Dua anggota TNI ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penembakan tiga polisi di Lampung – Kronologi dan fakta-fakta terkait perjudian sabung ayam
  • Kekerasan aparat terhadap demonstran yang menolak UU TNI menuai kecaman publik

Senada dengan hal tersebut, Penasihat Khusus Presiden Urusan Pertahanan Nasional, Jenderal (Purn) TNI Dudung Abdurachman, menegaskan bahwa penugasan pengamanan ini merupakan implementasi dari Memorandum of Understanding (MoU) antara TNI dan Kejaksaan yang ditandatangani pada 6 April 2023, ketika Panglima TNI dijabat oleh Laksamana TNI (Purn) Yudo Margono.

Dudung membantah bahwa langkah tersebut merupakan perintah dari Presiden Prabowo.

“Saya yakin pengerahan pasukan ini bukan atas perintah presiden, melainkan berdasarkan nota kesepahaman yang telah ada,” kata Dudung.

Menanggapi kebijakan pengamanan gedung kejaksaan oleh TNI, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa hubungan antara Polri dan Kejaksaan berjalan dengan baik.

“Saya dan Jaksa Agung sering berkomunikasi, begitu pula teman-teman di wilayah, para kapolda juga menjalin komunikasi yang baik dengan kajati, serta para kapolres,” ujar Listyo di PTIK, Jakarta, Kamis (15/05).

Listyo menambahkan bahwa koordinasi akan terus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum.

Ia juga menekankan bahwa sinergi antara TNI dan Polri sangat baik.

“Kami bekerja sama dalam menghadapi berbagai tantangan tugas, termasuk dalam swasembada pangan dan penanggulangan bencana alam. Sinergi TNI-Polri saat ini terus meningkat, termasuk melalui pelatihan bersama,” imbuh Listyo.

‘Politisasi militer’

Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, menilai penempatan personel TNI di kejaksaan sebagai bagian dari upaya “politisasi militer” yang dilakukan oleh Prabowo.

“Sebagai mantan militer, Prabowo memiliki semangat esprit de corps yang kuat. Oleh karena itu, potensi penggunaan instrumen militer untuk mendukung kepentingan politiknya saat ini dan pada tahun 2029 mendatang sangat mungkin terjadi,” katanya.

Al Araf memprediksi bahwa di bawah pemerintahan Prabowo, militer akan semakin terlibat dalam urusan sipil, bukan hanya dalam pertahanan negara.

“Dengan kata lain, politisasi militer akan semakin intensif. Hal ini tercermin dari pengesahan UU TNI, keterlibatan TNI dalam berbagai kegiatan sipil, seperti program makan bergizi gratis, pencetakan sawah, pengelolaan pangan, keterlibatan di kejaksaan, dan lain-lain.”

“Proses militerisasi kehidupan sipil sedang berlangsung, dan kejaksaan menjadi bagian dari proses tersebut,” kata Al Araf.

Melanggar berbagai peraturan

Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menegaskan bahwa TNI tidak memiliki kewenangan untuk memberikan pengamanan kepada kejaksaan.

Feri menjelaskan bahwa tugas TNI adalah di bidang pertahanan negara, sesuai dengan Pasal 30 ayat 3 UUD yang berbunyi “Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara”.

Sedangkan untuk sektor keamanan dan ketertiban masyarakat, tugas tersebut diemban oleh kepolisian, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat 4 UUD 1945.

Baca Juga :  Tarif Trump: Analisis Mari Elka Pangestu, Tetap Tenang Hadapi Dampaknya

“Jadi, [pengamanan itu] melanggar Pasal 30 UUD. Pada titik tertentu, kita melihat adanya kemelut antar institusi negara. Presiden harus menertibkan agar sesuai dengan kehendak konstitusi,” kata Feri.

Selain itu, Indonesia Police Watch (IPW) juga menyatakan bahwa pengamanan tersebut melanggar TAP MPR VII/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.

“Pelanggaran terhadap UUD dan TAP MPR VII/2000 tentang Peran TNI dan Polri dapat mengganggu penyelenggaraan negara, termasuk hubungan antar lembaga negara, pembagian kekuasaan, hukum dasar [konstitusi], serta mekanisme pemerintahan,” kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso.

Tidak hanya UUD 1945, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan juga mencatat bahwa penempatan personel TNI ini bertentangan dengan berbagai peraturan, seperti UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, dan UU TNI yang secara jelas mengatur tugas dan fungsi pokok TNI.

“Penempatan seperti ini semakin memperkuat indikasi intervensi militer dalam ranah sipil, khususnya di bidang penegakan hukum,” demikian pernyataan resmi koalisi dalam keterangan tertulisnya pada hari Minggu (11/05).

Koalisi juga berpendapat bahwa penempatan personel TNI dapat mempengaruhi independensi penegakan hukum “karena kewenangan penegakan hukum seharusnya tidak dicampuradukkan dengan tugas fungsi pertahanan yang dimiliki oleh TNI.”

“Surat perintah penempatan ini semakin memperkuat dugaan masyarakat akan kembalinya dwifungsi TNI setelah UU TNI direvisi beberapa bulan lalu, bahkan salah satu pasal menambahkan Kejaksaan Agung sebagai salah satu institusi yang dapat diintervensi oleh TNI,” kata Koalisi.

‘Tidak mencampuri urusan perkara’

Namun, Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menjamin bahwa keterlibatan TNI hanya dalam rangka pengamanan fisik dan tidak akan mencampuri urusan perkara.

“Peran pengamanan itu hanya dilakukan terhadap pengamanan fisik. Jadi, tidak dalam konteks mencampuri urusan perkara,” ujar Harli Siregar di Jakarta, Kamis (15/05).

Harli mencontohkan bahwa personel TNI telah melakukan pengamanan di kompleks Gedung Kejagung sejak enam bulan lalu.

Selama periode tersebut, katanya, TNI hanya bertugas mengamankan kompleks dan tidak terlibat dalam proses penyidikan perkara.

“Pengumuman tersangka, pengumuman penyitaan, penggeledahan, dan terus kita lakukan di sini, di mana TNI di situ ada yang mengawal, mengamankan,” ujar Harli.

Di sisi lain, Harli juga menjelaskan bahwa jajaran kepolisian tetap dilibatkan oleh kejaksaan, khususnya dalam hal pengamanan selama proses persidangan.

“Kalau dengan teman-teman Polri, memang sudah terus berlangsung selama ini, misalnya pengamanan persidangan,” ungkap Harli.

Meskipun mendapat banyak penolakan, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Kristomei Sianturi menegaskan bahwa TNI akan tetap memberikan pengamanan kepada kejari dan kejati.

Kristomei berpandangan bahwa tidak ada yang salah dengan kerja sama antara TNI dan Kejagung tersebut.

“Tetap, tidak ada yang salah dengan kerja sama dan sinergisitas antar lembaga,” ujar Kristomei, Senin (12/05).

Kristomei menjelaskan bahwa surat telegram berisi perintah pengamanan kejaksaan merupakan bagian dari kerja sama pengamanan yang bersifat rutin dan preventif, sebagaimana yang telah berjalan sebelumnya.

“Segala bentuk dukungan TNI tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan resmi dan kebutuhan yang terukur, serta tetap mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku. TNI senantiasa menjunjung tinggi prinsip profesionalitas, netralitas, dan sinergisitas antar lembaga,” kata Kristomei.

Pada 6 Mei 2025 lalu, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menerbitkan Surat Telegram (ST) dengan Nomor TR/422/2025, yang menginstruksikan persiapan dan penempatan personel beserta perlengkapan dalam rangka dukungan pengamanan kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri di seluruh wilayah Indonesia.

Perintah Panglima TNI tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) dengan menerbitkan surat telegram kepada jajarannya.

KASAD memerintahkan pasukannya untuk menyiapkan dan menempatkan personel beserta perlengkapan dari satuan tempur dan satuan bantuan tempur, sebanyak 30 personel untuk pengamanan di kejati dan 10 personel di kejari.

Kejagung menyatakan bahwa perintah Panglima TNI tersebut merupakan wujud dari nota kesepahaman (memorandum of understanding) bernomor NK/6/IV/2023/TNI tanggal 6 April 2023 antara TNI dan Kejagung.

Salah satu dari delapan ruang lingkup kerja sama tersebut adalah “Dukungan dan bantuan personel TNI dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan”.

Nanda Fahriza Batubara (Medan) dan Darul Amri (Makassar) turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

  • Tragedi ledakan amunisi Garut: Siapa korban sipil dan mengapa mereka berada di lokasi kejadian? – ‘Ayah saya bukan pemulung’
  • Polemik keterlibatan TNI di ranah perguruan tinggi di Bali hingga Papua: Apa tujuan sebenarnya?
  • Kasus mahasiswi ITB yang dijadikan tersangka akibat meme ‘ciuman’ Prabowo-Jokowi – ‘Kritik seharusnya tidak dipandang sebagai kebencian personal’
  • Dampak militerisasi proyek Food Estate di Merauke terhadap masyarakat adat: ‘Kehadiran tentara begitu besar seperti zona perang’
  • Investigasi praktik bisnis militer di Indonesia: Sorotan pada koperasi tentara dan bisnis gula
  • Proyek penanaman jagung seluas 1,7 juta hektare oleh kepolisian menuai kritik: ‘Jagung yang ditanam di Jayapura menguning, petani tidak kunjung mendapatkan cangkul’
  • Pengakuan mantan jenderal yang berupaya menghapus Dwifungsi ABRI: ‘Saya melawan arus dan dikeroyok’
  • Potensi kembalinya Dwifungsi ABRI melalui revisi UU TNI: Mengapa trauma militerisme era Orde Baru masih membayangi?
  • ‘Pemerintah mengorbankan keselamatan masyarakat’ – Prabowo memperluas peran TNI di ranah sipil: Isyarat kembalinya ‘dwifungsi ABRI’ ala Orde Baru?
  • Kisah anak-anak ‘algojo’ pembantaian 1965-1966 di Bali: ‘Ayah membunuh pentolan komunis, tetapi adiknya dibantai karena mendukung PKI’

Berita Terkait

Prabowo Subianto dan PM Australia Bahas Solusi Konflik Berdarah Myanmar
KPK Ungkap Posisi Terkini Harun Masiku: Ini Penjelasan Lengkapnya
Pakar Politik Ungkap Dampak Ambisi Jokowi di Pemilu Raya PSI
Djarot Ungkap Alasan Jokowi “Dipecat” PDIP, Kini Jadi Ketua Umum PSI?
Budi Arie Mewakili Prabowo dalam Pelantikan Paus Leo XIV di Vatikan
Atalarik Syach Selamatkan Rumah: Negosiasi Rp 200 Juta Bebaskan Tanah Sengketa
DPR: TNI Jangan Lakukan Ini Saat Amankan Kejaksaan!
Panduan Lengkap: Cara Mudah Bebas PBB-P2 Jakarta & Syaratnya

Berita Terkait

Sabtu, 17 Mei 2025 - 06:48 WIB

Prabowo Subianto dan PM Australia Bahas Solusi Konflik Berdarah Myanmar

Sabtu, 17 Mei 2025 - 06:15 WIB

KPK Ungkap Posisi Terkini Harun Masiku: Ini Penjelasan Lengkapnya

Sabtu, 17 Mei 2025 - 01:11 WIB

Pakar Politik Ungkap Dampak Ambisi Jokowi di Pemilu Raya PSI

Sabtu, 17 Mei 2025 - 00:59 WIB

Djarot Ungkap Alasan Jokowi “Dipecat” PDIP, Kini Jadi Ketua Umum PSI?

Sabtu, 17 Mei 2025 - 00:23 WIB

Budi Arie Mewakili Prabowo dalam Pelantikan Paus Leo XIV di Vatikan

Berita Terbaru

technology

ASUS Vivobook S14: 5 Alasan Kenapa Laptop AI Ini Pilihan Terbaik

Sabtu, 17 Mei 2025 - 07:07 WIB