Perebutan Talenta AI: Meta Berinvestasi Miliaran untuk Kalahkan OpenAI
Persaingan perekrutan di industri kecerdasan buatan (AI) semakin memanas. Meta, induk perusahaan Facebook dan Instagram, terlihat agresif dalam upaya merekrut para ahli AI terbaik, bahkan dengan tawaran gaji fantastis yang memicu kontroversi dan sindiran dari kompetitor utamanya, OpenAI.
Data perekrutan menunjukkan Meta menawarkan paket kompensasi total melebihi £750.000 (sekitar Rp 16,5 miliar) bahkan mencapai lebih dari £1 juta (sekitar Rp 22 miliar) untuk menarik talenta-talenta terbaik. Salah satu contohnya adalah investasi senilai US$14,3 miliar (sekitar Rp 233 triliun) ke startup ScaleAI, yang dipimpin oleh Alexandr Wang. Investasi ini memberikan Meta 49% saham ScaleAI, namun tanpa hak suara. ScaleAI sendiri dikenal sebagai perusahaan pelabelan data berkualitas tinggi untuk pengembangan AI, menangani foto, video, lidar, dan sensor 3D.
Langkah Meta ini tak berhenti di situ. Perusahaan dilaporkan menggelontorkan hampir US$15 miliar (sekitar Rp 244 triliun) untuk merekrut Wang dan tiga peneliti AI dari OpenAI untuk bergabung dengan Meta Superintelligence Labs. Selain itu, Meta juga menawarkan paket gaji lebih dari US$200 juta (sekitar Rp 3,2 triliun) kepada Ruoming Pang, mantan peneliti AI Apple, untuk bergabung dengan tim yang sama. Sumber Bloomberg menyebutkan paket kompensasi tersebut terdiri dari gaji pokok, bonus penandatanganan, dan saham Meta, dengan porsi saham yang paling besar. Bonus penandatanganan yang besar, menurut sumber, diberikan untuk mengkompensasi hilangnya ekuitas startup yang signifikan jika karyawan pindah ke Meta.
Upaya agresif ini merupakan bagian dari visi CEO Meta, Mark Zuckerberg, untuk mengintegrasikan AI ke dalam setiap produk perusahaan, termasuk metaverse. Zuckerberg sendiri telah menyatakan bahwa investasi terbesar perusahaan adalah dalam memajukan AI dan mengintegrasikannya ke seluruh produk. Meta saat ini tengah mengembangkan LLM (Large Language Model) open-source sendiri, seri LLaMA, dengan rilis terbaru LLaMA 3 dan pengembangan LLaMA 4. Perusahaan diperkirakan akan menghabiskan sekitar US$65 miliar untuk infrastruktur dan gaji peneliti AI pada tahun 2025.
Strategi Meta ini menuai kritik dari CEO OpenAI, Sam Altman. Altman secara terbuka menyindir upaya Meta meniru model OpenAI, menyatakan bahwa upaya tersebut belum membuahkan hasil yang signifikan dan cenderung gagal. Ia juga mengungkapkan bahwa Meta menawarkan bonus penandatanganan hingga US$100 juta kepada karyawan OpenAI, namun hingga saat ini belum ada yang menerima tawaran tersebut. Altman menekankan bahwa meniru model OpenAI tidak akan berhasil, karena membutuhkan lebih dari sekadar meniru, melainkan membangun budaya inovasi.
Sementara itu, berdasarkan sumber Bloomberg, Apple tidak menyamai tawaran gaji Meta kepada Ruoming Pang karena angka yang ditawarkan Meta jauh melebihi standar gaji perusahaan, bahkan untuk para pemimpin selain CEO Tim Cook. Sebagai perbandingan, laporan Business Insider menyebutkan bahwa insinyur perangkat lunak di Google dapat memperoleh gaji pokok US$340.000 (sekitar Rp 5,5 miliar) ditambah saham dan bonus, dengan posisi seperti manajer produk dan peneliti AI mendapatkan paket gaji yang lebih besar.
Persaingan perekrutan ini juga meluas ke perusahaan lain. Google, misalnya, merekrut Varun Mohan, pendiri dan CEO startup AI Windsurf, beserta tim riset dan pengembangannya, dengan kesepakatan lisensi teknologi senilai US$2,4 miliar. Strategi ini serupa dengan pendekatan Meta, yakni menggabungkan akuisisi teknologi dan perekrutan talenta kunci. Amazon, Microsoft, dan Character.AI juga menerapkan strategi serupa dalam merekrut ahli AI, menunjukkan betapa sengitnya persaingan dalam menarik para ahli AI terbaik di dunia.