Ragamutama.com – , Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayati, menekankan pentingnya penerjemahan segera putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pendidikan gratis untuk jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP) ke dalam regulasi tingkat nasional.
Pilihan editor: Kepala BPOM: Kalau MBG Kami Ambil Alih, Ada yang Tersinggung
My Esti berpendapat bahwa keputusan MK tersebut bersifat mutlak dan mengikat bagi seluruh pihak. Oleh karena itu, amanat putusan yang mengharuskan pemerintah untuk menyediakan pendidikan gratis di sekolah negeri dan swasta harus diimplementasikan lebih lanjut melalui penyusunan peraturan perundang-undangan beserta aturan turunannya.
“Saat ini, kita perlu serius memikirkan dan segera mewujudkan putusan MK. Pendidikan dasar, mencakup SD dan SMP, harus sepenuhnya gratis, tidak hanya terbatas pada sekolah negeri, tetapi juga sekolah swasta. Ini adalah keputusan yang final,” ujar My Esti setelah melakukan kunjungan kerja Komisi X di Denpasar, Bali, sebagaimana disampaikan dalam keterangan tertulis pada hari Jumat, 30 Mei 2025.
Ia menjelaskan bahwa seluruh jenis satuan pendidikan, termasuk sekolah negeri, sekolah swasta, dan madrasah, harus tetap beroperasi sesuai dengan regulasi yang mengatur kurikulum dan standar pendidikan secara nasional. Untuk menerapkan keputusan MK secara komprehensif, My Esti menekankan urgensi pengaturan dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
Lebih lanjut, ia menambahkan perlunya peraturan turunan lainnya yang melibatkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. “Regulasi harus segera disiapkan agar menjadi landasan hukum pelaksanaan. Kita perlu berdiskusi dengan kementerian terkait untuk merancang skema pembiayaan yang realistis,” kata My Esti.
Politisi dari Fraksi PDI Perjuangan tersebut juga menyoroti bahwa implementasi pendidikan dasar gratis di seluruh sekolah akan membutuhkan alokasi anggaran negara yang signifikan. Ia menilai bahwa anggaran yang dialokasikan untuk Kemendikdasmen saat ini masih relatif kecil dibandingkan dengan total anggaran pendidikan nasional.
“Selama ini, anggaran yang dikelola oleh Kemendikdasmen hanya sekitar Rp 33 triliun dari total anggaran pendidikan yang mencapai lebih dari Rp 740 triliun. Ada sejumlah pos anggaran lain yang dapat dialokasikan kembali untuk mendukung program pendidikan dasar gratis sesuai dengan amanat MK,” jelas My Esti.
Menanggapi kekhawatiran yang mungkin timbul di kalangan sekolah swasta terkait implementasi kebijakan pendidikan gratis ini, My Esti menegaskan bahwa sekolah swasta tertentu masih diperbolehkan untuk memungut biaya. Ia menjelaskan bahwa MK telah memberikan kerangka dan persyaratan yang harus dipenuhi.
“Tentu saja, terdapat persyaratan tertentu yang telah ditetapkan dalam lampiran putusan MK, seperti standar pendidikan dan kurikulum yang harus dipenuhi. Namun, perlu dipahami bahwa sekolah swasta yang sudah mandiri tetap diberikan keleluasaan untuk menentukan pilihan,” ujarnya.
Pada hari Selasa, 27 Mei 2025, MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Pemohon meminta MK untuk memutuskan bahwa wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar yang diselenggarakan di sekolah negeri maupun sekolah swasta tidak boleh dikenakan biaya.
MK mengabulkan permohonan tersebut dan mewajibkan pemerintah untuk menyediakan pendidikan dasar selama sembilan tahun dari SD hingga SMP secara gratis, baik di sekolah negeri maupun swasta. Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi Guntur Hamzah menyatakan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk membiayai pendidikan dasar secara penuh sesuai dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945.
Menurut MK, selama ini pembiayaan wajib belajar hanya difokuskan pada sekolah negeri, padahal secara faktual banyak anak yang mengenyam pendidikan dasar di sekolah swasta.
Daniel Ahmad Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Mengapa Prabowo Mau Mengakui Israel Lewat Solusi Dua Negara?