PBB di Ambang PHK Massal: Ribuan Staf Terancam Imbas Krisis Keuangan Global
Badan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tengah bersiap menghadapi salah satu restrukturisasi paling drastis dalam sejarahnya. Sebanyak 6.900 pegawai, atau sekitar 20 persen dari total staf Sekretariat PBB, terancam pemutusan hubungan kerja (PHK). Keputusan ‘menyakitkan’ ini terungkap melalui memo internal yang tersebar luas ke seluruh pegawai PBB, seperti dikutip *Brussels Times* dari *AFP*, menandai upaya organisasi mengatasi krisis likuiditas kronis yang telah membelenggu PBB selama bertahun-tahun.
Krisis finansial ini bukan tanpa sebab. Selama bertahun-tahun, PBB bergulat dengan masalah keuangan akibat tunggakan dan keterlambatan pembayaran iuran dari sejumlah negara anggota. Kondisi ini memaksa PBB untuk melakukan peningkatan efisiensi yang berujung pada pengurangan jumlah pegawai secara signifikan.
AS dan China Tersorot dalam Tunggakan Iuran
Dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat (AS) dan China, menjadi sorotan utama dalam persoalan tunggakan iuran ini. Juru Bicara PBB mengungkapkan bahwa AS, sebagai penyumbang terbesar anggaran rutin PBB dengan porsi 22 persen sesuai penetapan Majelis Umum, telah menunggak hingga 1,5 miliar dolar AS per akhir Januari 2025. Sementara itu, China, kontributor terbesar kedua dengan presentase 20 persen, baru menunaikan kewajibannya pada akhir Desember 2024.
Situasi finansial PBB semakin diperparah oleh kekhawatiran pemangkasan dana dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump di masa lalu. Banyak badan PBB telah terdampak oleh pengurangan bantuan luar negeri AS yang signifikan, mengingat AS biasanya menyumbang hampir seperempat dari seluruh pendanaan organisasi.
PBB Hadapi Perubahan “Menyakitkan” Melalui Inisiatif UN80
Menanggapi kondisi genting ini, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah meluncurkan inisiatif ‘UN80’, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi organisasi di tengah pusaran krisis keuangan. Guterres sendiri telah memperingatkan akan datangnya perubahan “menyakitkan”, termasuk pengurangan staf sebesar 20 persen. Beberapa pihak berspekulasi, keseriusan PBB dalam reformasi ini juga merupakan upaya untuk mendorong AS agar pada akhirnya kembali mengucurkan lebih banyak dana.
Pengendali Anggaran PBB, Chandramouli Ramanathan, menegaskan komitmen tersebut dalam memo yang dikirimkan kepada seluruh kepala departemen. “Sekretaris Jenderal telah menetapkan tujuan ambisius untuk mencapai pengurangan yang signifikan (antara 15 persen dan 20 persen) dalam anggaran rutin pada tahun 2026, termasuk pemotongan 20 persen pada jabatan Sekretariat,” tulis Ramanathan, menggarisbawahi skala reformasi yang akan dilakukan.
Anggaran dan Struktur Organisasi PBB
Sebagai informasi, anggaran rutin PBB untuk tahun 2025 ditetapkan sebesar 3,7 miliar dolar AS. Hingga akhir tahun 2023, Sekretariat PBB mempekerjakan sekitar 35 ribu orang yang tersebar di kantor-kantor utama di New York, Jenewa, Wina, dan Nairobi.
Memo tertanggal 27 Mei 2025 tersebut secara spesifik menginstruksikan para kepala departemen untuk menyerahkan daftar posisi yang akan dihapuskan paling lambat 13 Juni 2025. Penekanan diberikan pada fungsi-fungsi yang tumpang tindih, duplikasi, atau dianggap tidak kritis dalam operasional PBB. “Saya mengandalkan kerja sama Anda untuk upaya kolektif ini,” tutup Ramanathan, menekankan pentingnya kolaborasi seluruh unit dalam menghadapi tantangan besar ini.