Paritas Daya Beli, Apa Itu? Ini Penjelasan Lengkap dan Contohnya

Avatar photo

- Penulis

Kamis, 12 Juni 2025 - 01:32 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bank Dunia Perbarui Tolok Ukur Kemiskinan Global dengan Data Paritas Daya Beli Terbaru

Jakarta – Upaya global dalam mengukur kemiskinan telah mengalami pembaruan signifikan. Bank Dunia kini resmi menggunakan data paritas daya beli (PPP) tahun 2021 sebagai tolok ukur utama kemiskinan, menggantikan data PPP 2017 yang sebelumnya digunakan. Pembaruan ini, yang dilansir oleh International Comparison Program pada Mei 2024 dan akan termuat dalam laporan Bank Dunia Juni 2025, bertujuan untuk memastikan perolehan data kemiskinan terbaru yang lebih akurat dan mencerminkan kondisi ekonomi global yang lebih realistis.

Paritas daya beli adalah sebuah konsep ekonomi makro yang fundamental, seringkali dimanfaatkan untuk membandingkan produktivitas dan standar hidup antarnegara. Mekanismenya adalah melalui keseimbangan mata uang dan harga suatu barang yang identik di dua negara berbeda. Teori PPP mengasumsikan bahwa barang-barang seharusnya memiliki harga yang setara di berbagai negara, dengan perbedaan harga yang semata-mata ditentukan oleh nilai tukar nominal. Penerapan teori ini sangat relevan bagi pelaku perdagangan mata uang asing serta investor saham atau obligasi asing, karena dapat membantu mereka memprediksi fluktuasi mata uang internasional dan mengelola potensi risiko.

Menurut Pilbeam (2006), teori paritas daya beli terbagi menjadi dua pendekatan utama: absolut dan relatif. Dalam pendekatan absolut, nilai tukar ditentukan dengan membandingkan harga sekelompok produk di satu negara dengan barang identik di negara lain. Sementara itu, Pilbeam (2006) menjelaskan bahwa paritas daya beli relatif ditentukan berdasarkan perbedaan tingkat inflasi di dua negara yang saling bertransaksi, menawarkan pandangan yang lebih dinamis terhadap perubahan nilai tukar seiring waktu.

Penggunaan paritas daya beli membawa sejumlah keunggulan yang signifikan. PPP mampu membuat perbandingan data-data ekonomi antarnegara menjadi lebih relevan dan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan tren dalam jangka panjang. Metode ini juga terbukti lebih mudah dalam melakukan perbandingan, terutama saat suatu negara memanipulasi nilai tukarnya atau ketika terjadi serangan spekulatif di pasar keuangan.

Namun demikian, teori paritas daya beli juga memiliki beberapa keterbatasan. Salah satu kelemahan utamanya adalah tidak mempertimbangkan perbedaan kualitas suatu barang yang dianggap serupa di negara yang berbeda, padahal kualitas seringkali memengaruhi harga dan nilai. Selain itu, selera dan preferensi konsumen antarnegara cenderung bervariasi, yang tidak sepenuhnya terakomodasi dalam model PPP. Teori ini juga dianggap kurang realistis karena tidak mempertimbangkan kendala dalam perdagangan internasional, seperti biaya transportasi dan hambatan perdagangan, serta ketersediaan produk yang kurang merata di seluruh dunia.

Dengan pembaruan data PPP 2021 ini, Bank Dunia menetapkan kembali batas garis kemiskinan global. Batas kemiskinan dunia yang semula US$2,15 kini meningkat menjadi US$3 per kapita per hari. Sejalan dengan itu, garis kemiskinan untuk negara berpendapatan menengah bawah naik dari US$3,65 menjadi US$4,20 per kapita per hari. Demikian pula, batas kemiskinan untuk negara berpendapatan menengah atas mengalami peningkatan dari US$6,85 menjadi US$8,30 per kapita per hari, merefleksikan perubahan standar hidup dan biaya kebutuhan dasar.

Perhitungan jumlah masyarakat miskin menggunakan PPP 2021 oleh Bank Dunia ini menunjukkan perbedaan mencolok dengan standar yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia. BPS mengukur garis kemiskinan nasional dengan pendekatan kebutuhan dasar (Cost of Basic Needs/CBN), yaitu pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan. Merujuk pada data kebutuhan dasar, BPS menentukan garis kemiskinan nasional saat ini berada di level Rp595.242 per orang per bulan atau Rp2.803.590 per rumah tangga miskin. Akibatnya, tingkat kemiskinan Indonesia per September 2024 yang tercatat sebesar 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta jiwa, terpaut sangat jauh dari data Bank Dunia yang menyatakan ada 194 juta orang miskin di Indonesia berdasarkan perhitungan PPP 2021. Disparitas angka ini menggarisbawahi pentingnya memahami perbedaan metodologi dalam pengukuran kemiskinan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif.

Anastasya Lavenia Y dan Antara berkontribusi dalam artikel ini.

Pilihan Editor: Kemiskinan Ekstrem di Indonesia Naik Menjadi 15,42 Juta Jiwa

Berita Terkait

Debt Collector Culik Kepala Cabang Bank di Parkiran Supermarket?
Immanuel Ebenezer Sebut Irvian Bobby ‘Sultan’: Ada Apa?
Immanuel Ebenezer Ditangkap KPK: Dulu Bilang Gaji Rp 42 Juta Cukup!
Riza Chalid Buron! Resmi Jadi DPO, Dicari Kejaksaan Agung
Lisa Mariana Penuhi Panggilan KPK Terkait Kasus Korupsi Iklan Bank BJB yang Seret Nama Ridwan Kamil
BSU 2025: Rp600 Ribu Cair! Cek Syarat, Jadwal, dan Caranya
Saham Libur! BEI Tutup Hari Ini, Cuti Bersama Proklamasi
Dasco Usul: Tantiem Pejabat BUMN Dihapus, Hemat Negara Rp 18 Triliun!

Berita Terkait

Senin, 25 Agustus 2025 - 05:44 WIB

Debt Collector Culik Kepala Cabang Bank di Parkiran Supermarket?

Minggu, 24 Agustus 2025 - 08:36 WIB

Immanuel Ebenezer Sebut Irvian Bobby ‘Sultan’: Ada Apa?

Sabtu, 23 Agustus 2025 - 11:23 WIB

Immanuel Ebenezer Ditangkap KPK: Dulu Bilang Gaji Rp 42 Juta Cukup!

Jumat, 22 Agustus 2025 - 16:01 WIB

Riza Chalid Buron! Resmi Jadi DPO, Dicari Kejaksaan Agung

Jumat, 22 Agustus 2025 - 13:41 WIB

Lisa Mariana Penuhi Panggilan KPK Terkait Kasus Korupsi Iklan Bank BJB yang Seret Nama Ridwan Kamil

Berita Terbaru

Public Safety And Emergencies

Jurnalis Antara Dianiaya Polisi Saat Liput Demo DPR!

Senin, 25 Agu 2025 - 21:08 WIB