Deburan ombak yang menenangkan, lalu-lalang kapal yang memecah cakrawala, dan riuh rendah tawa para pelancong, baik lokal maupun mancanegara, adalah melodi yang tak asing lagi di Labuan Bajo. Di setiap sudut kota, mudah sekali menjumpai wisatawan yang terpikat oleh keindahan pulau eksotis ini.
Tak dapat dipungkiri, Labuan Bajo kini menjadi bintang yang bersinar terang di kawasan timur Indonesia. Popularitasnya semakin meroket setelah Indonesia sukses menjadi tuan rumah perhelatan akbar KTT G20 dan KTT ASEAN pada tahun 2022.
Di tengah gugusan pulau yang mempesona ini, ada satu aktivitas yang selalu berhasil memikat hati para pelancong, yaitu island hopping. Aktivitas ini mengajak wisatawan untuk menjelajahi beberapa pulau sekaligus dalam satu perjalanan. Biasanya, island hopping dilakukan dengan menggunakan kapal pesiar atau moda transportasi laut lainnya.
Lantas, mengapa island hopping begitu digandrungi di Labuan Bajo?
Jawabannya terletak pada keberadaan sejumlah pulau kecil di sekitar Labuan Bajo yang masing-masing menyimpan keunikan dan pesona tersendiri. Hampir setiap jam, kapal-kapal berlayar mengangkut wisatawan yang ingin merasakan pengalaman island hopping di pulau-pulau tersebut.
Menariknya, kapal-kapal ini tidak hanya berasal dari Labuan Bajo, tetapi juga dari daerah lain seperti Bali, menambah semarak suasana wisata bahari di sini.
Treking di Pulau Padar
Pulau Padar, dengan keindahan alamnya yang spektakuler, menjadi primadona bagi wisatawan lokal dan mancanegara yang berkunjung ke Labuan Bajo. Popularitasnya kian meroket setelah gambarnya diabadikan dalam pecahan uang kertas Rp 50 ribu. Hal ini tentu saja menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik untuk berfoto dengan uang tersebut, sambil membandingkan langsung keindahan pemandangan aslinya.
Untuk mencapai Pulau Padar, wisatawan harus menaiki kapal dengan durasi perjalanan sekitar 45 menit. Sepanjang perjalanan, berbagai agen wisata menawarkan jasa pemandu dan penyewaan kapal.
Selama 45 menit perjalanan laut, mata wisatawan akan dimanjakan dengan panorama gugusan pulau-pulau kecil yang berpadu harmonis dengan birunya laut dan langit yang memukau. Pemandangan indah ini sontak membuat para pelancong tak sabar untuk mengabadikannya dengan kamera atau ponsel mereka.
Setelah menikmati keindahan pulau-pulau kecil selama perjalanan, tibalah wisatawan di Pulau Padar. Saat kumparan mengunjungi Pulau Padar pada Jumat (23/5), suasana tidak terlalu ramai. Menurut pemandu wisata setempat, waktu terbaik untuk menikmati Pulau Padar adalah di pagi hari.
Kedatangan kumparan dan rombongan wisatawan lainnya disambut oleh tiga ekor rusa lokal yang tampak santai di tepi pantai. Kami diimbau untuk menjaga jarak aman saat mengambil gambar rusa-rusa tersebut.
Aktivitas utama yang selalu dilakukan wisatawan di Pulau Padar adalah treking. Setibanya di pulau, para penjaga akan memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan selama pendakian. Salah satunya adalah agar tidak memaksakan diri jika kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk mendaki bukit.
Setelah mendapatkan arahan, para wisatawan dengan antusias menaiki anak tangga satu demi satu. Menurut pemandu wisata, terdapat lima pos yang harus dilewati untuk mencapai puncak Pulau Padar.
Baru sampai di pos pertama, wisatawan sudah disuguhi pemandangan yang menakjubkan dan hamparan bunga yang indah. Beristirahat sejenak sambil berfoto adalah pemandangan umum yang akan Anda temui di Pulau Padar.
Setelah merasa cukup beristirahat dan puas berfoto, wisatawan melanjutkan perjalanan menuju pos kedua dan pos ketiga. Bagi mereka yang tidak terbiasa treking atau baru pertama kali melakukannya, kegiatan ini memang cukup melelahkan. Oleh karena itu, disarankan untuk mengenakan pakaian yang nyaman dan membawa air minum yang cukup.
Semakin tinggi anak tangga yang dinaiki, semakin indah pula pemandangan yang tersaji dari atas Pulau Padar. Pos keempat menjadi lokasi favorit untuk berfoto ria. Meskipun belum mencapai puncak, wisatawan memanfaatkan waktu istirahat di pos ini untuk mengagumi keindahan alam, kemudian mengeluarkan uang Rp 50 ribu dan berfoto di sana sebagai kenang-kenangan.
Setelah puas berfoto di pos keempat, wisatawan kembali mengumpulkan energi untuk mencapai puncak di pos kelima. Semakin tinggi, semakin menantang pula medan yang harus dilalui, sehingga wisatawan harus ekstra hati-hati.
Namun, segala rasa lelah itu akan terbayar lunas begitu mencapai pos kelima. Keindahan kepulauan Labuan Bajo dapat terlihat dengan jelas dari puncak, memicu decak kagum dan keinginan untuk mengabadikan momen tersebut dalam foto-foto yang menawan.
Setelah puas berfoto dan beristirahat di puncak Pulau Padar, pemandu wisata mengajak wisatawan untuk turun kembali ke kapal dan melanjutkan perjalanan ke pulau berikutnya. Tujuan selanjutnya adalah Taman Nasional Komodo, tepatnya di Pulau Loh Liang.
Bertemu dengan Komodo di Pulau Loh Liang
Ka’e, seorang pemandu wisata berpengalaman, menjelaskan bahwa sebenarnya komodo juga dapat ditemukan di Pulau Padar. Namun, jumlahnya tidak sebanyak di Pulau Loh Liang, yang merupakan habitat utama komodo. Di Pulau Loh Liang, terdapat sekitar 1.600 ekor komodo yang hidup.
Selain di Pulau Loh Liang dan Pulau Padar, komodo juga dapat ditemui di Pulau Rinca, Pulau Gilimotang, dan Pulau Nusa Kode. Secara keseluruhan, terdapat sekitar 3.300 ekor komodo yang menghuni pulau-pulau tersebut.
Setibanya di Pulau Loh Liang, kumparan beristirahat sejenak di kedai makanan dan minuman milik warga lokal. Saat beristirahat, Ka’e memberitahukan bahwa di dekat tempat kami duduk, terdapat dua ekor komodo yang sedang berkamuflase.
Mengapa berkamuflase? Ternyata, itu adalah cara komodo untuk menjaga suhu tubuhnya sambil tetap waspada dalam berburu mangsa. Ka’e juga mengingatkan untuk selalu menjaga jarak aman dengan komodo.
Setelah beristirahat, kumparan dan wisatawan lainnya dipandu oleh penduduk lokal untuk berkeliling pulau. Terdapat tiga jalur yang disediakan, yaitu short treking, middle treking, dan long treking. Kami memilih short treking, yang memakan waktu sekitar 45 menit untuk berkeliling pulau.
Tidak lama setelah memulai perjalanan, kami kembali menemui seekor komodo yang sedang berkamuflase. Momen tersebut dimanfaatkan oleh para wisatawan untuk berfoto bersama komodo dari jarak yang aman.
Tak berselang lama, muncul lagi seekor komodo dari arah lain. Ka’e meminta kami untuk tidak panik dan segera menjauh dari jalur yang dilintasi komodo yang ternyata sedang mencari air minum tersebut. Setelah dirasa aman, Ka’e menawarkan kesempatan kepada wisatawan untuk kembali berfoto bersama komodo dalam jarak yang aman.
Puas berkeliling dan bertemu komodo, tujuan selanjutnya adalah Pink Beach, yang menjadi destinasi terakhir dalam rangkaian island hopping ini.
Berenang hingga Diving di Pink Beach
Pink Beach menjadi destinasi yang sangat populer bukan hanya karena pasirnya yang berwarna pink—warna yang berasal dari serpihan karang merah yang hancur dan bercampur dengan pasir putih. Ketika terkena air laut dan paparan sinar matahari, campuran ini menghasilkan warna pink yang khas. Pink Beach juga merupakan lokasi yang ideal untuk snorkeling, diving, atau sekadar berenang santai.
Wisatawan yang datang ke sini biasanya sudah mempersiapkan pakaian renang atau perlengkapan snorkeling dan diving. Begitu tiba di pantai, mereka langsung terjun ke laut untuk berenang, atau sekadar bersantai dengan bermain air dan pasir.
Pink Beach memang menjadi spot diving yang menarik karena memiliki beragam jenis koral dan bahkan manta yang mempesona. Para wisatawan tentu tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menyaksikan keindahan bawah lautnya.
Para wisatawan yang mengikuti island hopping saat itu didominasi oleh wisatawan dari Eropa, China, dan Taiwan. Ka’e mengungkapkan bahwa belakangan ini, jumlah wisatawan yang berasal dari Eropa, China, dan Taiwan memang mengalami peningkatan.
“Sejak Bandara Labuan Bajo dibuka untuk penerbangan internasional pada bulan September lalu, jumlah wisatawan asing yang datang semakin meningkat,” ujar Ka’e.
Meskipun demikian, ada periode-periode tertentu di mana wisatawan asing membanjiri Labuan Bajo. Misalnya, pada periode Maret-April, wisatawan asal China akan banyak ditemui karena bertepatan dengan libur nasional China dan perayaan Imlek.
“Pada bulan Juli-Agustus, biasanya banyak wisatawan Eropa karena pada periode tersebut, Eropa sedang memasuki libur panjang musim panas. Sementara itu, pada bulan September-Oktober, biasanya banyak wisatawan yang berasal dari Malaysia,” imbuhnya.
Penyelenggaraan KTT G20 dan KTT ASEAN, pembukaan Bandara Internasional Labuan Bajo, serta pengembangan kawasan Labuan Bajo menjadi kombinasi yang ampuh untuk menarik minat wisatawan. Pertanyaannya, mampukah Labuan Bajo menjadi tujuan wisata populer bagi wisatawan asing, menyaingi popularitas Bali?